Suho hampir tidak percaya saat Baek Hyun mengakui Hana sebagai pacarnya. Hana yang sudah tampak tenang itu juga tak menunjukkan reaksi penolakan atas pernyataan Baek Hyun hingga akhirnya ia pun percaya.
“Sejak kapan? Kita selalu bersama. Aku bahkan tak pernah melihatmu berdekatan dengan seorang gadis?”
“Ini tahun ke 4. Kami terpisah setelah orang tua angkatnya membawanya dari panti setahun yang lalu.”
“Jadi, ini pertama kali kalian bertemu setelah setahun di sini?”
Baek Hyun mengangguk.
“Setahun? Jadi sudah setahun kau di sini? Itu berarti ...” Hana tak mampu melanjutkan kata-katanya.
“Sehari setelah kau pergi. Aku menyusulmu diam-diam ke sini. Aku pikir, aku bisa dengan mudah menemukanmu. Aku tak mengira kota ini sangat besar. Tapi aku tidak menyesal. Aku yakin suatu saat kita pasti bertemu kembali.”
“Lalu … bagaimana? Bagaimana …” Lagi-lagi gadis itu tak mampu menuntaskan kata-katanya.
Hana memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan matanya yang kembali basah. Sekuat apa pun ia menahannya, air mata itu tetap saja mengalir. Betapa sakit hatinya memikirkan seorang pria yang kala itu baru lulus SMP nekat pergi seorang diri dan hidup menggelandang di kota itu demi dirinya.
“Aku seorang pria dewasa, tentu saja aku bisa menjaga diri. Aku bertemu dengannya beberapa hari kemudian. Kami lalu tinggal bersama, menjalani kehidupan seperti sekarang ini, dan itu tak sulit sama sekali.” Baek Hyun mencoba menghibur dan meyakinkan Hana.
“Aku Suho. Aku sahabat baiknya Baek Hyun. Siapa namamu?” Tanya Suho sembari mengulurkan tangannya.
“Hana,” jawabnya pendek. Gadis itu menyambut uluran tangan Suho dengan senyuman di wajahnya.
“Kau tinggal di mana?” Tanyanya lagi.
“Di jalan itu. Persis di samping gereja. Rumahku nomor 5,” jawab Hana sambil menunjuk ke sebuah gang.
“Bagaimana kabarmu? Apa orang tuamu baik?” Tanya Baek Hyun.
Hana mengangguk. “Kau sendiri tinggal di mana? Kenapa … kenapa kau tidak mencariku?”
“Aku tidak menemukan alamat rumahmu. Aku hanya tahu kau tinggal di kota ini. Selama ini aku mencarimu kok? Aku hanya tidak menemukanmu.”
“Datanglah ke rumahku. Orang tuaku baik. Mereka pasti menerima kalian.”
Baek Hyun mengangguk. “Aku sama sekali tidak mengira akan bertemu seperti ini. Kau juga terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya.”
Hana menunduk. “Jadi itu yang membuatmu ingin pergi tadi.”
“Oh itu … itu karena dia menyeretku,” Baek Hyun beralasan.
“Kenapa kau jadi menyalahkanku? Kau juga diam seperti patung saat melihatnya menangis.”
“Tapi aku senang kau menahanku seperti tadi,” ujar Baek Hyun tanpa menggubris kata-kata Suho.
“Jika aku tak menahanmu, lalu kau kan terus pergi?”
“Tidak juga. Aku benar-benar berpikir untuk mundur dan mendatangimu saat ia menyeretku. Hana … aku benar-benar senang bisa bertemu denganmu lagi.”
Suho tersenyum, lantas berdiri. “Sudah sore. Orang tuamu pasti khawatir denganmu. Kami akan mengantarmu pulang.”
Baek Hyun menunjukkan wajah cemberutnya pada Suho.
“Aku tahu kau masih merindukannya, tapi kau juga harus mengingat kalau dia punya orang tua yang khawatir padanya. Kalian masih bisa bertemu lagi bukan?”
Hana mengangguk. “Temanmu benar. Aku juga harus kembali. Di mana kau tinggal selama ini?”
“Kau ingin mengunjungiku juga? Tempat kami agak jauh dari sini. Lain kali aku akan membawamu ke sana. Eum ... besok ... besok saja. Besok aku akan menjemputmu. Ah tidak … kami harus mengenalkan diri pada orang tuamu dulu. Kami akan meyakinkan mereka kalau kami pria yang baik, jadi mereka tidak akan khawatir bila kita pergi bersama.”
Hana mengangguk setuju.
“Ayo, kami akan mengantarmu pulang,” ujar Suho lagi.
***
Orang tua angkat Hana benar-benar tak menolak kehadiran Baek Hyun dan Suho sebagai teman Hana. Apalagi Hana tak punya teman dekat satu pun yang pernah ia bawa ke rumah itu. Baek Hyun maupun Suho berhasil mengambil hati kedua orang tua itu sehingga mereka benar-benar mempercayakan Hana pada mereka. Kedua orang tua itu juga tak merasa khawatir bila Hana pergi bersama mereka. Bahkan tak jarang keduanya diundang untuk makan bersama. Hanya saja, Baek Hyun maupun Hana belum berani mengakui hubungan mereka yang sesungguhnya.
***
“HEI! KAU LAGI! AKU SUDAH MENGINGATKANMU KEMARIN!” Teriak seorang petugas berseragam sambil mengacung-acungkan sepotong kayu di tangannya.
Pria jangkung yang mendapat teriakkan itu langsung berlari sekencang-kencangnya dengan membawa selebaran di tangannya.
“BERHENTI!” Teriaknya sambil terus mengejar.
Meski jarak di antara keduanya terbilang jauh. Petugas berseragam itu tidak putus asa mengejar.
“Usahaku tak sia-sia,” pikirnya ketika melihat buronannya terjatuh setelah menabrak Suho dan Baek Hyun yang berjalan di trotoar.
“Maaf, maaf,” ujar pria jangkung seraya bangun.
Akibat tabrakan tadi, uang yang dibawa Baek Hyun jatuh berhamburan di jalanan itu. Suho dan Baek Hyun terpaksa berjongkok untuk memungutnya kembali. Pria jangkung itu menoleh ke belakang. Petugas berseragam itu masih berlari ke arahnya. Menimbang jarak yang masih jauh. Pria jangkung itu melempar selebaran yang dibawanya begitu saja, lalu menyempatkan diri membantu Suho dan Baek Hyun memungut uang yang berhamburan tadi.
“HEI KALIAN! BERHENTI DI SANA!” Teriaknya petugas itu lagi.
“Ayo lari! Dia akan menangkap kita semua!”
“Apa?!” Suho dan Baek Hyun terkejut.
“Ayoooo ...” ajaknya setengah berteriak.
Baek Hyun dan Suho yang tak tahu apa-apa jadi ikutan berlari.
“Ke sana …” pria jangkung itu menarik lengan Suho dan membawanya berbelok ke arah yang dimaksud. Ketiganya tiba di sebuah pantai yang sepi.
“KALIAN PIKIR AKU AKAN MENYERAH?! BERHENTI SAJA DARIPADA KALIAN MATI KEHABISAN NAFAS!”
“Ke sana!” Baek Hyun menunjuk ke arah celah batu karang.
Batu karang itu amat besar membujur hingga ke laut, namun ada terowongan kecil yang kemungkinan akan muat bila dilewati ketiganya. Baek Hyun masuk lebih dahulu dan berhasil lolos ke sisi sebelahnya. Suho mendorong gitarnya masuk disambut Baek Hyun, menyusul dirinya yang merayap susah payah melewati terowongan sempit itu. Baek Hyun pun membantunya dengan menarik tangannya. Tapi ketika tiba giliran pria jangkung tadi, ia tertahan. Petugas berseragam tadi berhasil menangkap kakinya.
Suho dan Baek Hyun yang sudah melangkah terlebih dahulu terpaksa mengurungkan niatnya saat melihat pria jangkung itu dalam kesulitan. Tanpa pikir panjang keduanya kembali menghampiri pria itu, meraih tangannya dan menariknya keluar dari sana. Dua lawan satu. Tentu saja petugas itu gagal menahan buronannya. Ia ingin menyusul dengan masuk ke terowongan tadi, namun ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya untuk merayap masuk ke sana. Ia pun mengurungkan niatnya untuk mengejar mereka.
“Awas saja kalau aku melihat mereka lagi,” gerutunya kesal.
Di sisi sebelah karang besar itu ...
“Akh ... sepertinya ukuran tubuh bertambah beberapa centi,” ujar pria jangkung itu sembari mengamati tangan dan kakinya.
“Oh ... terima kasih sudah menyelamatkanku.” ujarnya lagi.
“Baiklah, sepertinya kau juga baik-baik saja. Kalau begitu, kami akan pergi,” pamit Suho dengan nafas yang masih tersengal-sengal.
“Apa itu?!” Pria jangkung itu bangun dan berlari mendahului Suho dan Baek Hyun. Ia menghampiri sebuah karung yang setengahnya berisi sesuatu. Karung itu juga terikat dengan rapi.
“Baunya seperti hewan laut,” ujarnya sembari mengendus karung tadi.
Suho dan Baek Hyun tersenyum kecut melihat ulah pria asing yang terlihat konyol. Mereka yakin isi karung itu hanya sisa sampah lauk yang dibuang ke pantai itu. Pria itu tetap bersemangat membukanya. Matanya melebar saat melihat isinya. Ia pun menariknya keluar.
“Lihat … aku sangat beruntung hari ini,” ujarnya setengah berteriak.
Baek Hyun dan Suho tercengang. Isi karung tadi ternyata dipenuhi lobster yang baru dan segar. Terbit penyesalan di hati keduanya karena sempat meremehkan pria jangkung itu. Lobster itu, seumur hidup mereka belum pernah menikmatinya.
“Pasti nelayan atau siapa pun itu tak sengaja menjatuhkannya saat melewati tempat ini. Apa di tempat kalian ada nasi dan bumbu? Ini akan enak bila dipanggang lalu dicelupkan ke dalam saus dari bawang putih dan cabai yang dicincang, ditumis dan diberi penyedap rasa. Lalu sebagiannya lagi dijadikan sup, pasti enak sekali.”
Suho dan Baek Hyun menelan ludah. Tanpa sadar keduanya serempak mengangguk.
“Ayo! kita harus bergegas pergi sebelum pemiliknya datang mencarinya ke sini.”
*
Ketiga orang yang tak saling mengenal itu terlihat bersemangat menyiapkan hidangan spesial mereka. Saat hidangan disiapkan dengan sempurna, tanpa sungkan lagi ketiganya makan dengan lahap.
“Oh … aku belum mengenal kalian. Apa kalian tinggal bersama?”
Suho dan Baek Hyun mengangguk. “Aku Suho, dan ini sahabatku Baek Hyun.”
“Aku Chanyoel … aku melihat kalian membawa gitar tadi. Apa kalian penyanyi? Kalian bernyanyi di mana?”
“Di jalan, atau di mana pun ada orang-orang berkumpul. Kami penyanyi jalanan,” jawab Baek Hyun.
“Oh … cobalah ikut audisi pencarian bakat, siapa tahu kalian berhasil. Biar begini, aku adalah trainee di Proxima Centauri Entertainment. Aku bisa mengikuti kelasnya secara gratis karena lolos audisi khusus. Tapi, batas waktunya hanya 3 tahun. Bila dalam 3 tahun aku tidak bisa debut, maka setelahnya aku harus membayar biaya kelas. Seminggu lagi akan ada audisi yang sama. Cobalah ikut.”
“Iya … mungkin kami akan mencobanya.”
“Akh … jangan hanya ‘mungkin’. Ikut saja. Aku akan membawa kalian ke sana. Sampai kapan kalian terus seperti ini?”
Baek Hyun dan Suho saling menatap. Sebenarnya mereka pernah ikut, tetapi gagal. Karena itu mereka kurang bersemangat untuk ikut lagi.
“Aku akan ke sini seminggu lagi. Kalian harus mencobanya Ya ... ya ...” Chanyoel mencoba memaksa keduanya dengan mata besarnya yang berbinar penuh semangat.
Suho dan Baek Hyun saling menatap. Suho mengangkat dagunya sedikit dan dijawab anggukan oleh Baek Hyun.
“Ah … baguslah kalian setuju.” Chanyoel yang membaca kode-kodean antara Suho dan Baek Hyun dengan percaya diri langsung menyimpulkan jawaban keduanya.