6. Hutan

958 Kata
Seth melirik kearah gadis berambut merah itu. Cahaya dari api unggun nampak memantulkan bayangan oranye dikulitnya yang putih. Seth heran bagaimana mungkin sosok kecil yang tampak rapuh itu bisa membuat d**a nya sesak setiap memandangnya. Dirinya sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak jatuh cinta pada gadis itu. Bagaimana bisa dia mengkhianati cinta Serafina yang sudah memberikan segalanya untuknya. Anehnya, semakin dirinya berusaha menghindari Katia, semakin kuat pula perasaan yang dimilikinya terhadap gadis itu. Sejenak di pandanginya kegelapan hutan dihadapannya. Sambil membisikkan permintaan maafnya kepada sosok delap di dalamnya. Seth memalingkan wajahnya kembali kepada Katia yang berjalan kearah kerumunan temannya di sekitar api unggun. Khawatir, ketika melihat gadis itu menenggak beberapa gelas minuman beralkohol yang di bawa temannya. Dirinya sedikit merasa lega ketika temannya itu menariknya menjauh dari gerombolang anak tim basket yang mulai nampak mabuk. “Jadi.. maukah kamu menjadi pacarku?” tanya Karen membuyarkan kegusaran Seth. DIpandanginya gadis disampingnya itu dengan dahi berkerut. “Karen....aku tidak pernah ada maksud untuk berpacaran denganmu,” jawab Seth. Suaranya datar dan dingin. Wajahnya tenang tanpa ekspresi.  Seth kembali menoleh mencari Katia dan mengacuhkan Karen yang nampak kesal menahan malu. Pria itu mulai gelisah ketika tidak menemukan gadis yang di carinya. Ben dan Donna nampak bercakap cakap berdua diujung lapangan, sementara gadis yang tadinya duduk di ujung kayu kini sudah tidak nampak. Seth menoleh kearah kerumunan anak tim basket. Seseorang juga nampak menghilang dari grup itu. Brandon. “Sialan!” umpatnya bingung. Seth berlari kearah dimana terakhir Katia masih dilihatnya. “Seth!! Mau kemana kamu?” teriak Karen. Namun pemuda itu nampaknya sudah tidak mendengar suara lain selain detak jantungnya yang berdebar debar. Pria itu berdiri di dekat balok kayu tempat dilihatnya Katia duduk terakhir kali, sebelum menoleh kearah hutan. Bisa di ciumnya bau samar aroma manis rambut Katia, yang diikuti oleh bau Brandon. Dirinya mulai merasa panik akan keselamatan Katia.   Tanpa berpikir panjang, Seth mendapati dirinya sudah berlari masuk ke dalam hutan. Diterobosnya semak dan ranting lebat yang menghalangi jalannya. Semakin dalam dirinya masuk ke dalam hutan.  cahaya api unggun pun nampak semakin samar. Langit yang mendung menghalangi cahaya bulan, menambah kegelapan disekeliling Seth. Namun dirinya yang sudah terbiasa tinggal dalam kegelapan dan tidak kesulitan untuk melihat dengan jelas. TIba tiba sesuatu menghentikan langkahnya. Sebuah suara. Jeritan gadis itu. “Tidak Brandon! Stop!” didengarnya teriakan dari Katia tak jauh dari tempatnya berdiri. Brandon yang sedang menindih badan mungil Katia tiba tiba terbang bagaikan terdorong oleh kekuatan yang tidak terlihat. Badan nya yang besar terguling beberapa kali menabrak pepohonan sebelum akhirnya tersungkur lunglai tidak bergerak.  Seth  menoleh kearah Katia yang terbaring  diatas tanah ketakutan. Matanya terbelalak menatapnya sementara tangannya diatas kepalanya, terikat oleh sabuk ke sebatang pohon. Kancing kemeja yang di pakainya terlepas menunjukkan dadanya mulus. Brandon telah merobek pakaian dalam yang dikenakan gadis itu, sementara rok yang di kenakannya tersingkap tinggi hingga celana dalam putihnya nampak. Seth merasakan tubuhnya yang dingin terbakar panas karena emosi. Akan kubunuh dia,  pikir Seth. Dialihkannya pandangannya kearah Brandon yang masih pingsan diatas tanah. “Jangan..” suara lirih Katia mengagetkannya. “Stop. Biarkan saja dia. Bisakah kamu melepaskanku?” Seth berjalan menuju arah Katia yang berbaring tidak berdaya. Dilepaskannya ikatan di tangan Katia. Gadis itu langsung berusaha menutup dadanya yang terbuka tangannya. Pria itu melepas jaket miliknya dan meletakkannya ke bahu Katia yang gemetaran. “Kamu tidak apa?” tanya nya. Wajahnya pucat karena masih nampak shock tapi Katia mengangguk. Seth memegang lengan gadis itu dengan lembut membantunya berdiri. “Aduh..Aw...kakiku” erang Katia. Seth menoleh kearah kaki Katia yang penuh goresan. Mungkin juga terkilir. “Cobalah berpegangan pada pundakku Katia.” Ujarnya sembari membopong badan gadis itu dalam pelukan dinginnya. Badan mungil gadis itu terasa ringan seperti kapas dalam lengannya. Katia merangkulkan tangan mungilnya keleher Seth, dan merebahkan kepalanya yang terasa berat di bahu lapang pemuda itu. Aroma hujan pertama di musim kering adalah hal terakhir yang diingatnya malam itu sebelum dirinya pingsan  dalam pelukan dingin Seth. *** Katia terbangun menemukan dirinya sedang terbaring didalam kamar yang gelap.  Diangkatnya kepalanya yang terasa pening dengan susah payah dari bantal empuk yang menopangnya. Dimana aku?,  pikirnya sambil menoleh ke sekeliling ruangan. Tidak banyak perabotan di dalam kamar itu. Hanya ranjang yang ditidurinya dan sebuah lemari baju besar. Bayangan pepohonan tampak terlihat dari balik jendela besar di seberang ranjang tempat Katia terbaring. Diusapnya dahinya berusaha mengingat apa yang terjadi. “Brandon!” umpat Katia lirih. Diingat dirinya yang mengejar bayangan masuk ke dalam hutan dalam kondisi setengah mabuk. Dan bagaimana Brandon tiba tiba muncul dan mendorongnya hingga terjatuh keatas tanah. Menindihnya dan merobek kemeja yang dipakainya, sementara dirinya berusaha berontak sekuat tenaga tanpa hasil, terlebih setelah Brandon berhasil mengikat kedua tangannya ke sebatang pohon. Tubuhnya kian merinding ketika mengingat bagaimana teman nya itu melepas pakaian dalamnya dengan sekali hentak, dan kian beringas melihat dadanya yang terekspos. “Akhirnya, setelah menggodaku sekian lama, kamu akan jadi salah satu hasil taklukanku. Relax saja Katia, kamu akan menyukai nya bila kamu pasrah.” Bisikan Brandon malam itu kepada dirinya kembali terngiang ditelinganya sementara dirinya hanya bisa meringis kesakitan ketika pemuda itu mulai meremas-remas payudaranya dengan kasar. Menjilati ujung dadanya satu persatu bagaikan sedang menikmati sebatang lollipop. Setelah puas, digigitnya salah satu d**a Katia hingga gadis itu berteriak kesakitan. Rambut Katia bercampur dengan daun kering dan tanah ketika pria itu menindihkan tubuhnya yang berat sambil terus menjejalkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu. “Oh my god Katia, kamu benar benar membuatku sangat bernafsu. Akan kubuat ini menjadi malam yang tidak pernah kamu lupakan.” “Brandon! Jangan.. please..stop, apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku..Aku belum pernah melakukan seperti ini sebelumnya.” Rintihan Katia membuat pria itu semakin terangsang. Ditariknya rok Katia keatas menampakkan celana dalamnya yang berwarna putih tipis. Diraba rabanya s**********n Katia dengan penuh nafsu. Katia berpikir  inilah akhir dari keperawanan yang dijaganya selama ini. Kesuciannya akan direnggut oleh pemuda mabuk yang tidak dicintainya di kegelapan hutan dalam keadaan ketakutan dan tidak berdaya. Air matanya mulai menumpuk ketika dirinya berusaha berteriak sekali lagi. Sesaat sebelum kemunculan Seth. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN