5.Api Unggun

1756 Kata
Rabu berjalan lumayan normal. Seth bersikap seperti kejadian kemarin tidak pernah terjadi dan kembali ke sifat acuhnya. Katia melirik  kearah Karen yang beberapa kali ditemuinya sedang berpura pura tidak sengaja menyenggol lengan Seth dan berbisik bisik sok akrab. Katia merasa sedikit bingung dengan sikap panas dingin Seth terhadap dirinya. Kemarin pria itu membuat dirinya merasa bagaikan seseorang yang terpenting dalam hidupnya, tapi lalu kembali menganggapnya seolah tidak terlihat hari ini. Ah, masa bodoh! umpat Katia menopangkan tangannya ke dagunya berusaha berkonsentrasi mendengarkan penjelasan Mr Harvey. Di kelas terakhir hari itu, Katia berjalan masuk ke kelas Creative Arts bersama Donna dan Ben. Ruang kelas masih terlihat sepi sementara guru mereka menyapa ketiga muridnya yg baru masuk. Katia melangkah menuju sudut ruangan tempat dia biasa mengerjakan lukisannya. Dikeluarkannya kanvas putih kosong dan pensil dari tasnya. Pameran tinggal beberapa minggu lagi. Katia berusaha berkonsentrasi pada canvas di depannya, pada wajah ibunya yang semula mau di gambarnya. Yang kini tampak kabur dari pikirannya karena rupanya hanya satu hal yang mampu terbayang di benak gadis itu.  Wajah dingin Seth. Badannya yang tinggi. Rambut keperakanya yang selalu nampak berantakan. Aromanya. Katia tahu apa yang akan digambarnya. Gadis itu mulai menggoreskan penanya ke canvas. “Kat!!! Ada yang mencarimu!” teriak Ben. Katia memalingkan pandangannya dari canvasnya. Anak yang dibully oleh Jeff kemarin nampak berdiri di dekat pintu ruang kelas. Diletakkannya pensil gambar yang di genggamnya sebelum kemudian berjalan keluar. “Hei, aku melihatmu tadi masuk ke kelas ini dan mengenalimu seketika. Kamu yang membantuku kemarin kan?” tanya anak itu yang di jawab oleh anggukan dari Katia. “Namaku Frans, aku belum mengucapkan terima kasih padamu dan pacarmu yang telah membantuku kemaren,” lanjutnya “Aku Katia, dan dia bukan pacarku..”potong Katia “Kita cuma..uhmm sekelas di Biology.” “Ohh, sorry. Caranya menjagamu, kukira..” ujar Frans  canggung kebingungan meneruskan kalimatnya. “Uhm.. Aku masih tidak percaya apa yang aku lihat kemaren. Bagaimana bisa temanmu itu melakukan hal yang dilakukannya kemarin?” “Aku juga tidak tahu. Apakah kamu menceritakan kejadian kemaren kepada seseorang?” tanya Katia. Dirinya ingin memastikan bahwa Frans menyimpan kejadian kemarin untuk dirinya sendiri. Bayangkan kalau ada yang tahu tentang kekuatan Seth. Kota sekecil itu pasti akan langsung heboh. “Tidak. Mau kuceritakan kepada siapa? Lagipula belum tentu orang akan percaya dengan apa yang terjadi kemaren. Aku saja masih tidak yakin kejadian kemaren itu benar benar terjadi atau hanya imajinasiku saja” Frans berkata sambil memainkan tasnya. “Bagus, Jangan bercerita kesiapapun, oke Frans?” Frans mengangguk setuju. ”Omong omong, kamu tidak apa apa? Jeff menendangmu lumayan keras kemarin.” ”Jangan khawatir, kecil-kecil badanku cukup kuat menahan pukulan,” cengir anak itu sambil menceritakan bahwa ini adalah semester pertamanya setelah lulus SMA beberapa bulan yang lalu. Katia menebak mungkin Frans berumur 2 tahun di bawahnya. Anak itu mempunyai pembawaan yang ceria dan ringan membuat Katia langsung merasa akrab dan nyaman berada di dekatnya. “Baiklah Frans, sebaiknya aku kembali ke kelas. Kau juga cepat pulanglah sebelum kampus menjadi sepi dan kejadian kemarin terulang lagi,” ucap Katia. Frans melambaikan tangannya sebelum berlari kecil menjauh. *** Tak terasa, jumat telah tiba. Katia menyelesaikan hukuman terakhirnya hari ini. Mengikat plastik sampah hitam menjadi satu dan menyeretnya ke tempat pembuangan. “Kalian akan datang ke pesta api unggun nanti malam?” tanya Ben. Berada di kota kecil, satu satunya hiburan bagi anak seumuran mereka adalah api unggun yang diadakan setiap jumat malam selama musim semi. Cuaca yang sudah tidak terlalu dingin dibulan Maret cocok sekali untuk berkumpul di area perkemahan dekat hutan. “Yuk, Kat!” ajak Donna kepada Katia. “Oh ya .. kudengar Karen mengajak Seth. Mungkin ksatriamu akan datang juga, Kat… bersama Karen sayangnya…” canda Donna. “Ayo saja,” ucap Katia mengangkat bahunya pura pura tidak peduli walaupun sebenarnya menahan rasa cemburu yang mulai merambat di dadanya. “Siplah, kalian kujemput saja. Bersiaplah sekitar jam 8 , oke?” tanya Ben disetujui oleh kedua temannya. Katia bergegas pulang diantar Donna setelah menyelesaikan hukumannya, dan menunggu hingga tibanya malam. Jam 7 malam, Katia sedang mencuci piring seusai menyantap makan malamnya. Karena ayahnya masih belum juga pulang dari klinik, Katia menyiapkan sepiring pasta diatas meja bersama dengan sebuah catatan memberitahukan bahwa dirinya akan pergi ke pesta api unggun bersama Ben dan Donna. PS Aku akan pulang sebelum jam 12 malam, janji! tulis Katia. Dirinya lalu berjalan masuk ke kamar diikuti tatapan Max yang sedang tiduran di dekat kaki meja makan. Dipelototinya lemari bajunya sambil berpikir baju apa yang akan di pakainya. Udara tidak terlalu dingin malam ini, mungkin dia akan memakai kemeja dan rok pendek yang jarang dipakainya. Lengannya menarik sebuah kemeja lengan panjang warna warna krem dan rok pendek berenda dari tumpukan bajunya. Katia melepas kaos butut dan celana pendek yang dipakainya dan melemparkannya diatas ranjang, sebelum mengenakan baju yang dipilihnya. Katia menyelipkan ujung kemejanya kedalam rok pendeknya dan menggulung lengan kemejanya sampai ke siku. Rok warna hitam yang menutupi separuh paha Katia memamerkan kulitputihnya yang hampir terlihat pucat. Disisirnya rambut merah sebahu miliknya, sebelum menyematkan sebuah jepit ke poninya. Tiga goresan luka memanjang di wajahnya tampak jelas kontras sekali dengan kulit putihnya. Percuma di sembunyikan, semua orang juga sudah melihat luka ini, gumam Katia dalam hati. Dioleskannya lipglos tipis tipis di permukaan bibirnya yang sudah merah. Katia bergegas memasang sepatu bootsnya tepat ketika didengarnya klakson truk Ben dari luar. Perjalanan 10 menit menuju tempat digelarnya api unggun ditempuh ketiganya dengan suasana ceria. Bahkan Katia merasa bersemangat karena akhirnya seminggu yang berat telah terlewati. Mereka sampai di lapangan yang sudah terlihat ramai. Beberapa mobil terparkir berjejer di tanah berpasir merah dekat lokasi api unggun. Segera dikenalinya mobil hitam yang meengantarnya beberapa hari yang lalu terparkir tepat di sebelah Ben. Mobil Seth. Ben melangkah keluar dari truknya dan menurunkan dus minuman berwarna bening di dalam botol kaca dari belakang truknya.   “Itu vodka? Dari mana kamu mendapatkannya?” tanya Donna kaget. Ben tertawa lebar, “Kakakku bereksperimen membuatnya di garasi rumah kami. Dia memberiku beberapa botol untuk di bagikan sebagai sampel. Siapa tahu banyak yang suka dan membelinya”   Sudah bukan rahasia lagi kalau acara api unggun ini selalu dipenuhi musik, tarian dan kadang minuman beralkohol. Mereka menganggap acara ini sebagai hiburan berhubung tidak ada yang bisa di kerjakan untuk melepas stress di kota kecil mereka. Siapapun boleh datang, dan siapapun boleh membawa apapun untuk di bagikan dengan yang lain. Katia mengusap pahanya merasa kedinginan begitu turun dari truk milik Ben . Mungkin memakai rok pendek bukan hal yang bijaksana, pikirnya. Dirinya segera berjalan kearah api unggun berusaha menghangatkan badan  diikuti kedua temannya. Brandon yang sedang duduk di kelilingi segerombolan teman-teman nya langsung berdiri menyambut Ben begitu dilihatnya Ben sedang memegang sedus vodka. Temannya itu nampak girang menjadi pusat perhatian dari anak populer. Donna menarik Katia mendekati sebuah batang pohon yang tergeletak di sisi api unggun. “Ayo kita duduk di situ saja, Kat” ajak nya. Katia menurut dan mengikuti temannya sambil melihat ke sekeliling area api unggun. Pandangannya langsung membeku ke arah Seth yang  terlihat sedang berdiri di bagian ujung perkemahan bersama Karen.Disisi lapangan yang agak remang jauh dari kerumunan.  Karen terlihat gemetar kedinginan dan berupaya merapatkan tubuhnya ke pemuda itu seolah mencari kehangatan. Cih..Dasar cari modus, maki Katia dalam hati. Kesal, Katia bangkit dari tempat duduknya. “Bentar, D. Aku mau mencoba segelas Vodka buatan kakaknya Ben,” ujar Katia melangkah mendekati teman jangkungnya yang masih ngobrol dengan Brandon dan teman temannya. Disambarnya botol vodka dari tangan Ben dan menuangkan nya ke gelas plastik.  “Ughh baunya tidak enak sekali, Ben. Kau yakin ini aman diminum?” cium Katia. “Nih tambahkan soda,” usul Ben sambil menuangkan minuman bersoda warna bening ke gelas Katia hingga penuh. Ini akan menjadi kali pertamanya Katia mencoba minuman keras selain bir. Diteguknya minuman berwarna bening itu. Panasnya langsung membakar tenggorokannya, membuatnya tersedak dan terbatuk-batuk. Ughh hoekk...rasanya mirip spirtus yang di beri gula. Hmm..Tapi paling tidak kini badanku tidak lagi kedinginan, pikir Katia.  Brandon tertawa sambil menghampirinya, “Woaa.. pelan pelan darling atau kamu akan menjadikan dirimu mabuk.” Katia melirik sekilas kearah Brandon yang tampak mengenakan sweater yang digulung selengan dan celana jeans. Wajahnya yang mulus memantulkan cahaya api unggun menunjukkan hidungnya yang mulai kemerahan mungkin karena mulai mabuk. “Mungkin memang itu yang kumau,” jawab Katia sewot. “Kalau begitu, cheers!!” cengir Brandon mengangkat gelasnya. Katia ikut mengangkat gelas yang di pegangnya dan meminum seluruh isi gelas itu. Dengan sekuat tenaga ditelannya cairan yang membakar leher itu, berusaha untuk tidak memuntahkan nya lagi. Brandon bertepuk tangan kegirangan melihatnya berhasil menghabiskan seluruh isi gelas. Dituangkannya lagi lebih banyak cairan bening itu dan sedikit soda ke dalam gelas Katia. “Ayo!! Lagi!!” teriak Brandon. Katia melirik lagi ke arah Seth yang mengacuhkannya dan memandang ke arah Karen yang membelakangi hutan dengan pandangan tak berkedip sementara wanita itu memeluk makin erat. Dasar laki laki b******k, umpat Katia dalam hati. Mempermainkan perasaan orang seenaknya!  Di teguknya gelas kedua hingga habis. Brandon dan beberapa temannya kembali bersorak melihatnya berhasil menghabiskan dua gelas vodka cola. Brandon kembali menuangkan segelas penuh vodka ke dalam gelas Katia. Tanpa soda kali ini. Ben tampak mulai khawatir, dan mengambil gelas berisi vodka itu dari tangan Katia. “Oke..kukira sudah cukup vodka untukmu Katia. Ayo kita cari Donna!” “Heii. Biarkan dia bersantai sejenak, man” kata Brandon. “Yaa Benn.. biarkan aku bersantaiii” kata Katia sambil tertawa. Efek alcohol mulai dirasakannya karena dirinya kini tidak lagi peduli dengan Seth atau Karen. Badan dan kepalanya mulai terasa ringan. Disambarnya balik gelas dari tangan Ben dan buru buru diteguknya cairan yang ada di dalamnya. "KAT!!" jerit Ben sambil menarik tangan Katia menjauhi kerumunan. “Donna, tolong perhatikan temanmu ini. Dirinya berhasil meminum 3 gelas besar vodka dalam waktu 10 menit,“ perintah Ben kesal sambil mendudukan Katia yang mulai sempoyongan ke sebelah Donna. Mulai melayang, sensor bibir Katia juga mulai tidak terkontrol. Gadis itu memeluk teman baiknya yang duduk di sebelahnya sambil berbisik, “Kamu sebaiknya segera mengungkapkan perasaanmu kepada Ben sebelum dirinya direbut oleh Karen. Percayalah, wanita itu akan berhasil merebut segalanya yang penting dalam dirimu,” dengan keras. “Apa?? Shttt…KAT!” jerit Donna terbelalak kaget. Diliriknya Ben yang pasti juga mendengar bisikan keras Katia, pemuda jangkung itu mengkerutkan dahinya bingung. “Apa maksud Katia, Donna?” tanya Ben. Donna menarik Ben menjauh dari Katia agar dirinya tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Temannya itu nampak menggerakkan tangannya naik turun dengan panik . Katia mengalihkan pandangannya yang mulai berkabut ke dalam kegelapan hutan. Pepohonan hutan yang membatasi lapangan tempat mereka menyakakan api unggun nampak melayang layang sambil berputar putar membuatnya pusing. Dipejamkannya matanya beberapa detik sebelum membukanya kembali. Hah!? Apa itu? Jantungnya berhenti berdetak karena kaget. Terlihat sebuah bayangan hitam berbentuk tubuh seperti manusia sedang berdiri di balik pepohonan di dekat tempatnya duduk. Katia mengucek matanya sambil berjalan mendekat, memastikan apa yang dilihatnya bukanlah sebuah ilusi. Gadis itu tersentak, ketika dilihatnya tiba tiba bayangan tersebut bergerak melesat masuk ke dalam hutan seolah mengajaknya bermain. Efek alcohol membuatnya merasa berani karena yang terjadi berikutnya adalah dirinya ikut berlari masuk ke hutan mengejar bayangan yang nampak melayang makin masuk ke dalam kegelapan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN