13. Keputusan Katia

2260 Kata
Katia membolak balikkan badannya diatas ranjang, gelisah tidak bisa tidur. Diliriknya jam di dinding kamarnya, jam 2. Untung saja besok hari sabtu dan jadi dirinya tidak perlu bangun pagi untuk kuliah. Katia bangun dan berjalan ke arah meja belajarnya. DI bukanya tas sekolahnya hendak mengambil jurnal ibunya. Betapa kagetnya ketika dirinya tidak menemukan buku itu. Katia mengaduk aduk tasnya dan menuangkan isinya keatas meja. Kuingat terakhir k****a di kantin, lalu di masukkan tas. Kemana perginya buku itu? Dibongkarnya seisi meja belajar namun tidak di temukannya juga buku peninggalan ibunya. Katia terduduk di lantai menyandar pada meja. Setetes air mata mengalir di pipinya diikuti tetes tetes berikutnya. Gadis itu menundukkan kepalanya ke pangkuannya menangis tersengguk sengguk. Oh Mom.. Maafkan aku yang sudah menghilangkan barang peninggalanmu. Maafkan aku yang tidak seberani dirimu dalam menghadapi semua ini. Apa yang harus aku lakukan.  Katia tiba tiba teringat salah satu mantera yang ada di jurnal ibunya. Bila kamu menemukan jalan buntu lakukan Mantera Pengelihatan untuk membantumu menemukan jalan keluar. Katia menyeka air matanya dengan ujung lengan bajunya dan berdiri, berjalan melangkah melewati barang barangnya yang berantakan di lantai. Dibukanya pintu kamarnya perlahan lahan. Suasana nampak sunyi dan gelap. Katia berjalan turun menuju dapur. Diambilnya baskom yang biasa dipakai untuk mencuci sayur dan buah dari laci. Kemudian mengisi baskom itu penuh dengan air. Dibukanya laci tempat penyimpanan lilin, dan diambilnya sebatang lilin berwarna putih dan korek api. Dengan hati hati agar tidak menumpahkan air dalam baskon, Katia membawa semua bahan ke kebun belakang. Max yang sedang tertidur di depan kamar ayahnya mengangkat kepalanya melihat Katia lewat dan berjalan mengikutinya dari belakang. Hembusan angin malam menerpa Katia saat dirinya membuka pintu belakang. Tubuh mungil Katia menggigil kedinginan mengingat dirinya hanya mengenakan celana pendek dan kaos lengan panjang yang tipis. Diletakkannya baskom di bawah cahaya bulan sehingga pantulan nya nampak di permukaan air. Katia menyalakan lilin yang di bawanya sambil menutupi ujung sumbunya dengan tangannya agar tidak terhembus angin yang serasa semakin kencang. Anehnya, tepat setelah lilin menyala hembusan angin langsung berhenti. Katia menoleh ke arah anjingnya yang tiba tiba mendengking berlari masuk ke dalam rumah. Gadis itu terdiam sejenak mengamati suasana, kemudian menutup matanya berusaha menenangkan diri. Katia membuka matanya dan melihat ke dalam baskom. Bayangan cahaya lilin yang ada di tangannya dan sinar bulan tampak terpantul dengan jelas di permukaan air yang tenang. Katia bisa melihat wajahnya dengan jelas di bayangan air dalam baskom. Bibir Katia bergerak perlahan membacakan mantera yang telah dihafalnya. Kekuatan air Lembut dan jernih Kirimkan aku pengelihatan Untuk kejernihan tujuan Pertemukan aku dengan keinginanku Katia tetap menatap ke dalam baskom mencari bayangan atau apapun yang bisa memberikan petunjuk padanya. Beberapa menit berlalu tanpa terjadi apa apa. Dirinya sudah hampir putus asa dan menghentikan ritualnya, ketika tiba tiba permukaan air bergetar dan sesuatu terpantul dari gelombang air yang terbentuk. Katia tampak termenung menatap bayangan itu, sebelum sebuah senyum kecil tersungging di bibir nya. “Kat! Apa yang kamu lakukan diluar malam malam?!?” Sebuah suara terdengar dari dalam rumah. Katia menoleh kearah suara Seth. Dilihatnya pemuda itu berjalan ke arahnya nampak khawatir. Katia meniup lilin di tangannya yang mulai meleleh. Rasa takut yang dirasakana sebelumnya ikut padam. Dirinya sekarang sudah tahu apa yang harus di lakukannya. “Aku hanya tidak bisa tidur, Seth. Jadi aku melakukan salah satu ritual Mom untuk memberiku ketenangan.” “Diluar? Malam malam begini? Kamu harusnya membangunkanku untuk menemanimu.” “Aku tahu, maafkan aku membuatmu khawatir.” Katia berkata sambil membuang air di dalam baskom dan membawanya masuk. “Dingin sekali disini, yuk kita masuk.” Seth mengikuti Katia sampai masuk dalam kamarnya. Gadis itu menarik selimut menutupi tubuhnya yang tiba tiba terasa lelah sebelum langsung terlelap. Keesokan paginya, Katia terbangun ketika matahari sudah masuk menyinari jendela kamarnya. Sudah lama sekali dirinya tidak tidur selelap ini. Mantera Pengelihatan yang dilakukannya semalam telah menunjukan jalan keluar yang sesuai yang diinginkannya. Katia membuka jendela kamarnya lebar lebar. Cuaca yang cocok sekali untuk berenang, pikirnya. Katia sedang duduk berjemur di teras belakang rumah Seth sabtu siang itu. Memakai bikini berwarna kuning yang di baru dibelinya di mall bersama Donna beberapa hari yang lalu. Mike sudah berangkat ke klinik, dan Seth seperti biasa masih berada di dalam kamarnya. Mungkin karena terbiasa tinggal dalam kegelapan, Katia menyadari bahwa Seth nampaknya tidak terlalu suka berada di bawah terik sinar matahari. Max berlari lari di kebun yang luas mengejar tupai tupai yang berlarian diatas pohon. Mulai merasa gerah, Katia berdiri dan berjalan kearah kolam. Dengan sekali lompatan, gadis itu menceburkan diri masuk ke dalam kolam. Air yang dingin terasa segar sekali membasahi tubuhnya. Diselaminya kedalaman air di dalam kolam yang dingin. Kesunyian yang dirasakannya saat berada di bawah air membawa ketenangan tersendiri pada dirinya. Ditahannya tubuh mungilnya agar tetap berada di bawah air dan tidak mengambang naik. Rambut merahnya melambai lambai bak ganggang di bawah bermukaan air. Ketika kepalanya menyembul ke permukaan, bisa dilihatnya Seth sedang berdiri bersandar di depan pintu rumah mengawasinya. Hah! ternyata kau mengawasi aku juga, pikirnya. Tiba tiba Katia mendapat sebuah ide. Tangannya meraih kaitan bikini di belakang punggung nya. Dilepaskan nya kaitan yang dipakainya dan dilemparkannya kain penutup d**a berwarna kuning itu keluar kolam. Kini Katia berdiri di dalam kolam air hanya mengenakan celana dalam. Dinginnya air di dalam kolam membuat ujung dadanya menegang. Oh..sial.. aku akan sangat malu bila Seth malah mengabaikanku dan berjalan masuk ke dalam rumah, pikir Katia.  Namun gadis itu bisa merasakan tubuh Seth menegang melihat dirinya yang setengah telanjang. Katia berenang menjauhi pinggiran kolam ketika dilihatnya Seth datang mendekat. Rambutnya yang berwarna keabuan tampak berkilat dibawah terik matahari menyilaukan mata Katia.  Sebagai penguasa dunia kematian, ia sungguh sangat mempesona, pikir Katia. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Seth sambil berjongkok di pinggir kolam. Air kolam yang bening tampak memantulkan tiap lekuk tubuh Katia  dari tempat Seth berdiri. Mata pemuda itu menyipit menghindari teriknya silau matahari. “Tidakkah kamu ingin menyentuhku...” pintanya lirih. “Stop, Kat. Kamu tahu betapa bahayanya hal tersebut untuk mu.” Katia menaiki tangga keluar dari kolam. Payudaranya bergerak seirama langkahnya yang berjalan mendekati Seth. Dibelainya rambut Seth yang masih berjongkok di pinggir kolam dengan tangannya yang basah. Katia memeluk kepala pemuda itu dan mencium rambutnya yang keabuan. Bisa dirasakannya desahan dingin nafas Seth di dadanya, dan gadis itu yakin Seth mampu mendengar detak jantungnya yang berpacu kencang. “Aku bukan seperti manusia lain. Aku keturunan penyihir, bukan? Aku akan baik baik saja.”  Bisiknya ke telinga pria itu. Seth mendongak memandang wajah Katia. Perlahan pemuda itu bangkit berdiri. Katia yang semula menunduk sekarang harus mendongak agar bisa menatap mata Seth. Ia menunduk kan wajahnya, mencium bekas luka di wajah gadis itu, kemudian turun ke bibirnya. Melumatnya pelan.  Hanya beberapa detik, ciuman yang awalnya lembut dan perlahan menjadi makin menggebu-gebu. Satu seolah berupaya untuk mencuri nafas dari yang lain. Seth membungkukkan badannya mencium leher Katia yang basah oleh air kolam.  Desahan nafas gadis itu terasa semakin cepat ketika tangan Seth mengelus lembut payudaranya.Setiap helai bulu kuduknya berdiri, bereaksi terhadap sentuhan dari belaian tangan dan bibir Seth. Kakinya mulai terasa lemas, karenanya dirinya merasa lega ketika Seth akhirnya membopongnya masuk ke dalam rumah. Dibawanya gadis itu masuk ke dalam kamarnya yang gelap dan dingin. Ia itu membaringkan tubuh Katia yang masih basah keatas ranjangnya dengan lembut. Dilihatnya tubuh Katia menggigil. “Badanmu gemetaran, apakah kamu berubah pikiran?” “Tidak.” desah Katia. Seth menarik kemeja yang dipakainya keatas kepalanya memperlihatkan badan kekarnya dalam keremangan kamar. Tangannya kemudian meraih celana dalam Katia yang berwarna kuning, menariknya turun dan melemparnya ke lantai. Beberapa saat Seth hanya berdiri di samping ranjang memandangi tubuh Katia yang tergeletak tanpa sehelai benang. Bisa merasakan keberingasannya muncul, ingin sekali dirinya merobek masuk ke dalam Katia.Ditariknya nafas dalam-dalam berusaha mengendalikan naluri kebuasannya. Hal terakhir yang ingin dilakukannya adalah menyakiti Katia. Seperti seekor harimau yang mengincar mangsanya, Seth merangkak naik keatas tubuh hangat Katia. Tangan gadis itu membelai wajahnya lembut, mengalirkan pancaran kehangatan di kulitnya. Tubuh Seth yang halus dan dingin terasa bagaikan sebongkah marmer di tangan Katia. Diciumnya bibir dingin Seth sambil mendesah, “Kamu adalah jiwaku Seth. Kuserahkan segalanya demi dirimu.” Hati Seth yang selama ini selalu di balut es meleleh mendengar ucapan Katia. Bagaimana mungkin seorang manusia tidak takut padaku, dan bahkan menyerahkan jiwanya dengan suka rela? "Apakah kau tidak takut akan kegelapan yang kubawa?" tanya Seth. "Tidak," bisik Katia. "Jika berada di cahaya berarti aku berjalan sendirian, lebih baik aku tidak bisa melihat dan berada di kegelapan selamanya asal bisa bersamamu." Jawaban gadis itu mengagetkan Seth. Dibelainya rambut merah Katia yang masih basah sambil mengecup ringan bibir gadis itu, lalu lehernya, dan semakin menurun hingga ke dadanya. Ciumannya menyentuh ujung dadanya yang berwarna merah jambu,sekilas, tapi cukup untuk membuat badan gadis itu kian bergetar. Katia melenguh sambil menggigit bibir bawahnya ketika ciuman Seth kian turun, menuju perutnya, sebelum berakhir di celah pahanya. “Oh..my godd .. stop menggodaku Seth..” Nafas Katia tersenggal menahan api yang tiba tiba muncul di dalam perutnya. Seth membuka celana jeans yang dikenakannya. Katia yang belum pernah berhubungan badan dengan siapapun melirik penasaran ke arah tubuh Seth yang sudah menantinya, membuatnya setengah terperanjat.  “Katakan padaku bila aku menyakitimu ok?” ucap Seth. Katia mengangguk. Dadanya berdebar dengan kencang. Apakah akan sakit? Apakah diriku akan berdarah? Bisakah 'benda sebesar itu' muat kedalamku? Banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di pikiran Katia. Tapi melebihi semua kecemasannya, tubuh nya menginginkan Seth untuk segera memasuki dirinya. Bisa dirasakan betapa basahnya dirinya dibawah sana membuat kakinya otomatis terbuka lebar bersiap untuk menerima Seth sepenuhnya. Seth tidak melepaskan matanya dari wajah Katia ketika ia mulai menyelipkan tubuhnya masuk ke dalam kehangatan gadis itu. Lengan Seth berada di dekat telinga Katia menopang berat badannya agar tidak menindih tubuh mungil Katia. “Ahh..!!!” Mata Katia membelalak menahan rasa kaget. Badannya menegang di bawah tindihan badan Seth. Jarinya mencengkeram lengan Seth dengan keras hingga meninggalkan bekas. Bisa di rasakannya sesuatu mendorong masuk ke dalam tubuhnya. Mengoyaknya. Membawa rasa pedih yang menyayat, diikuti cairan yang hangat mengalir dari pahanya. Darah? “Apakah aku menyakitimu? Apakah kamu ingin aku menghentikannya, Katia?” tanya Seth khawatir. Bisa dirasakannya gadis itu sedang menahan nafasnya. Tapi tak berapa lama ia melonggarkan cengkeraman kukunya dan mulai mendesah lagi. “Aku tidak apa apa. Please jangan berhenti, Seth” Perlahan Seth memasuki Katia lebih dalam lalu menariknya keluar.Diulanginya gerakannya selembut mungkin agar tidak menyakiti tubuh mungil Katia. Gadis itu mengerang beriringan dengan setiap gerakan yang di lakukannya. TIba-tiba Katia membuka mata lebarnya dan membalas tatapan mata Seth yang terus memandangi wajahnya dengan lembut. Pandangan mereka yang bertautan terasa seperti kolam air es yang bercampur dengan panasnya air mendidih. Hangatnya membalur kedua tubuh mereka, menghanyutkan keduanya semakin dalam. Tubuh Katia mulai merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Membuat otaknya menjerit menginginkan lebih. “Ouhhh Seth.. lebih cepat.. jangan...berhenti,” erangnya disela tarikan nafasnya yang terengah-engah. Seth menundukkan kepalanya menghisap ujung d**a gadis itu sambil terus menggerakkan pinggulnya disela tubuh Katia, semakin lama semakin cepat, seiring dengan dengusan nafasnya sendiri yang kian memburu. Hingga akhirnya bisa dirasakannya badan Katia yang semakin menghimpit tubuhnya, diikuti rintihan pelan yang keluar dari mulut gadis itu. Mata Katia yang tertutup dan tubuhnya yang melengkung ke belakang memberinya signal untuk dirinya ikut melepaskan cengkeraman yang dari tadi ditahannya dari tubuhnya. Dengan dorongan terakhir, dirasakannya bongkahan es yang sejak dulu ada di dalam dadanya, hancur berkeping-keping tak bersisa. Luluh lantak melebur masuk ke dalam api yang dimiliki gadis yang dihimpitnya. Seth menghempaskan badannya ke samping badan Katia yang masih terengah engah. Gadis itu perlahan duduk manatap tubuhnya sendiri, seolah hendak menganalisa separah apa kondisi tubuhnya sekarang. Keringat,air dari kolam renang dan darah membasahi sprei ranjang Seth. Gadis itu meraih bajunya hendak mengelap darah yang masih mengalir dari pahanya.“Jangan, biarkan aku yang membersihkannya” ujar Seth menahan tangan Katia. Pemuda itu mendekatkan wajahnya ke paha Katia dan mulai menjilati darah itu hingga bersih. Membuat wajah gadis itu memerah menahan malu, tapi ia tidak peduli. Darah adalah simbol pertukaran janji. Simbol bahwa gadis itu adalah miliknya. Hanya dirinya. “Darahmu mengalir di dalam tubuhku. Kamu adalah milikku.” Seth mendongak menatap Katia. Dielusnya lengan putih gadis itu. “Apakah kamu tidak apa apa?” Katia mengangguk. Diciumnya bibir Seth. “Aku mencintaimu Seth..” “Aku juga mencintaimu” balas Seth. Katia merebahkan kepalanya di d**a Seth. Hembusan nafasnya yang dingin menyejukkan tubuhnya yang masih terbakar, membuatnya telena dan hampir tertidur.  Gadis itu langsung berdiri dan menarik tangan Seth ke kamar mandi ketika diingatnya bahwa mereka masih mempunyai janji. “Ayo, kita harus bersiap untuk menjemput Donna dan Ben. Kita sudah berjanji akan hadir ke pesta Frans.” Seth bangkit mengikuti Katia dengan setengah hati. Dirinya tidak begitu suka akan keramaian dan pesta. Namun tentu saja dia tidak akan membiarkan gadis itu berkeliaran sendirian di malam hari. Katia langsung melompat ke bawah guyuran air dingin keran shower, membasuh badannya yang masih berbau kaporit air kolam renang. Ia memejamkan mata berusaha dengan keras agar tidak terseret ke dalam hipnotis tubuh Seth yang berdiri di sebelahnya. Walau dengan mata terpejam bisa di rasakannya tatapan tajam mata pria itu mengamati tubuhnya yang sepertinya mendadak menggigil lagi oleh gairah yang kembali merambat naik dari perutnya. Ingin ia memohon Dewa kematian itu untuk memasuki tubuhnya lagi dan lagi hingga dunia berhenti berputar menyisakan mereka berdua sendirian di dalamnya. Seth nampak menikmati dilema nya karena pria itu memandangi wajah Katia sambil tersenyum kecil. Tidak, Donna akan membunuhku bila kita tidak datang. Katia menggelengkan kepalanya untuk menghapus imajinasinya. Katia membalutkan handuk ke tubuhnya dan berlari masuk ke dalam kamarnya sendiri meninggalkan Seth yang masih berada di shower. Gadis itu berdiri di depan lemari bajunya memilih baju apa yang akan di kenakannya. Dirinya memutuskan untuk memakai jeans ketat dan blouse tanpa lengan berwarna hitam. Katia sedang memakai boots nya ketika Seth muncul dari pintu kamarnya yang tidak terkuci. Katia mengikat rambut merahnya yang setengah basah menjadi sanggul diatas kepalanya memperlihatkan lehernya yang jenjang. “Kamu terlihat sangat menawan, Katia” Seth mencium leher gadis itu. Tubuh Katia menggeliat bagaikan dialiri listrik, bisa dirasakan seluruh sel ditubuhnya mulai terangsang lagi. “Stop Seth…kita harus berangkat..” bisik Katia sambil berjalan keluar kamar berusaha menghindar dari kehangatan yang kembali mengalir di sela pahanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN