12. Mimpi Buruk Alison

2069 Kata
Pesawat itu telah mendarat di kota Rio de Janeiro, dari bandara itu mereka akan menuju pelabuhan terbesar di Brazil, seperti yang di katakan dokter Deren ketika berangkat bahwa dokter Richard menginginkan kru itu pulang dengan kapal. Sengaja mereka pulang dengan kapal yang mungkin akan cukup lama sampai ke Jerman, lebih tepatnya Humberg, untuk melihat lebih jauh keindahan samudra antartika. Mereka menggunakan kapal yang tak begitu besar, hanya ada 500 penumpang termasuk kru Alison yang menaiki kapal dengan nama The Sea Adventure Lost itu. Di dalam kapal uap itu Alison duduk tenang, mengamati berkas dokumen penelitiannya yang akan ia serahkan pada pusat kesehatan di Jerman nanti, mungkin obat ini nanti bisa menjadi bagian dari rencana kesehatan yang manusia. Beberapa jam berlalu, kapal itu sudah masih berada di samudra atlantik, saat malam tengah menjelang, cuaca malam it cukup buruk dengan hujan angin dan guntur, beberapa kali terdengar sambarannya yang menakutkan. Sebagian dari penumpang sudah tidur termasuk Alison, karena tubuhnya sudah cukup lelah setelah perjalanan paling panjang yang pernah ia lalui setelah menaiki pesawat itu. Sampai pukul dua dinihari, hujan angin semakin menakutkan dan deras. Tiba-tiba bagian atap kapal tersambar petir, bagian dek kapal terkena karang, membuat sedikit lubang disana, gelombang yang sudah tingga perlahan naik. Alarm tanda berbahaya berbunyi, semua orang bangun begitupun Alison. Orang-orang panik, meskipun awak kapal sudah memberitahu untuk tenang. Alison dan krunya juga itu bingung, apalagi mereka sudah berada di tengah samudra yang begitu luas. Air perlahan naik, menyentuh mata kaki, Alison sedikit naik ke atas, mengambil barang-barangnya yang mungkin bisa ia selamatkan. Tapi, ombak semakin tinggi, semakin membuat air naik dan memenuhi kapal. Wajah-wajah pasrah terlihat di raut mereka, tak ada yang bisa di lakukan, alat pernghubung tak bisa menyambung karena rusak terendam air. Alison berusaha naik keatas ranjang, menggapai sesuatu yang bisa di gapainya, tapi tak ada yang bisa. Semakin waktu air terus naik keatas, kini membuat tubuh Aliosn tenggelam hingga kedada, jika terus begitu ia bisa mati, meskipun ia seorang perenang yang hebat. Dengan tubuh yang sudah pucat, ia berenang menjauh dari temoat tidur, berusaha mencari sedikit celah dan mencari penlong lain, siapa tahu ada dari krunya yang bisa menyelamatkan dirinya. Perlahan ia berenang, tapi semua temoat sudah tertutup air, ia sudah mengeraskan suaranya tapi tak terdengar ada yang menyahut dirinya, hingga ia melihat satu orang dengan baju krunya, saat ia dekati ternyata Brian yang sudah tak bernyawa. Lalu yang ia dengar kemudian, suara gelombang lebih besar menghantam kapalnya dan air terus meninggi, membuat Alison hanya bisa pasrah dan tak tahu harus melakukan apa. Di saat seperti itu yang ia ingat hanya ibu dan saudara-saudarinya, ia juga meminta maaf karena tak bisa kembali dan ikut memperingati hari kematian sang ayah. Dengan napas yang terengah-engah, dan d**a sesak, Alison menangis perlahan, tapi air matanya hanya bisa masuk kedalam air laut, tak mampu membahasahi pipinya sendiri. Keesokan harinya, ia sedikit terbangun, karena cahaya matahari begitu menyilaukan matanya, tapi tubuhnya begitu lemas, ia tak sanggup melakukan apapun. Dan ketika sudah sadar kembali ia berada di urmah sakit, di sebuah kota yang tak pernah ia kenal bersama seorang laki-laki yang mengatakan bahwa dirinya Costa. *** Alison kembali terbangun di pagi hari dengan kepala yang sedikit berat, nyeri akibat benturan kapal itu kembali terasa, di tambah ia mimpi buruk lagi untuk berulang kali, rasanay ia tak habis pikir dengan mimpi yang terus menghantuinya itu, padahal ia sudah berusaha ikhlas. Saat ia keluar kamar dan mulai mengurut kepalanya, ia duduk di kursi temoat makan, sudah ada Mira yang berada di dapur, tapi belum memulai untuk memasak, hanya membersihakan tempat itu, Alison belum negurnya karena rasa kepalanya yang belum juga enak, padahal mulutnya sudah ingin berbicara. “Nona mau minum teh?” tawar Mira saat melihat majikannya hanya duduk diam di sana, tanpa mengucapkan satu kapa pun, padahal matanya sudah melihatnya dengan jelas. Alison mengangguk, lalu Mira membuatkan teh khas Ingerdia, yang di tatanam dengan teknologi tinggi, di penugungan buatan tak jauh dari kota Sidir. Semua yang ada di Ingerdia adalah buatan, tak ada benar-benar nyata, bahkan tumbuhan pun beberapa ada yang hasil buatan guna menambah populasi pohon. Setelah selesai membuat teh, Mira meletakkan diatas meja, dengan perlahan Alison menikmati teh berwarna keruh, harum sekali aromanya sampai masuk kedalam hidungnya dan menggugah selera dirinya untuk menikmati teh itu. “Teh buatanmu enak sekali, Mira. Baunya harum dan bersih,  aku merasa cukup segar setelah menghabiskan satu gelas,” ucap Alison memuji Mira setelah ia selesai dengan teh itu. “Itu teh khas Ingerdia, Nona. Rasanya memang enak dan selalu menjadi idola.” Alison mengangguk paham dengan ucapan Mira, sementara Mira mulia kembali membereskan dapur itu yang menurut Alison sudah bersih, karena setiap hari Mira juga yang membersihkannya. Tak ada noda sedikitpun, bahkan aku yakin  semut dan lalat bisa tergelincir di kompor saking bersih dan licinnya. “Kau tak masak?” tanya Alison kemudian, karena ia belum melihat Mira melakukannya pagi itu. “Saya belum membeli bahan masakan, biasanya pukul enam saya membelinya,” ujar Mira. Aliosn melirik jam hologram di meja tak jauh dari tempat makan itu, memang belum pukul enam, ia bangun terlalu cepat pagi ini. “Dimana biasanya kau bahan masakan? Biarkan aku ikut, aku bosan di rumah,” pinta Alison pada Mira. Mira tak menolak dan memberiarkan Alison ikut membeli sayur di salah satu supermakert tak jauh dari apartemen itu. Alison pergi kekamar mandi, membersihkan dirinya sesaat kemudian kembali kedapur untuk menemui Mira. Setelah selesai dan bersiap, Mira menggandeng tangan Alison untuk keluar dari apartemen. Sambil berjalan menuju supermarket, Mira banyak bercerita pada Alison tentang siapa dirinya, kenapa bisa menjadi asisten rumah tangga panggilan, dan dari mana asalnya. Awalnya Alison bukan rakyat asli dari Ingerdia, ia dari satu negara miskin di Asia, setelah di perbolehkan bekerja diluar negeri, ia meminta ke Ingerdia, lalu satu tahun kemudian ia menikah dengan penduduk asli Ingerdia, yakni salah satu pegawai biasa di Sidir. Setelah menikah itu, untuk menghidupi keluarga kecilnya Mira membantu sang suami bekerja, ia senang melakukan itu. “Jadi sekarang kau memiliki berapa anak?” tanya Alison saat mereka masih berjalan menuju supermarket. “Dua anak, satu laki-laki sedang kuliah, dan satunya lagi masih sekolah menengah akhir. Sebagai seorang asisten yang sudah memiliki keluarga itu sanagt sulit di terima berkeja, karena akan mengganggu kita menurut majikan, dan saya satu-satunya yang tersisa di tempat penyaluran asisten, dan Tuan Costa mengambilnya,” cerita Mira. Tak berapa lama mereka sampai di sebuah supermarket yang cukup besar, dan Alison membantu Mira untuk memilih masakan, dari mulai sayur dan bahan lainnya. *** Setelah selesai membeli beberapa bahan masakan, Alison menunggu Mira yang tengah membayar di kasir. Sementara Aliosn menunggu sambi melihat sekeliling, saat tak sengaja ia bertabrakan dengan seorang laki-laki, yang membuat Alison jatuh kelantai. “Maaf apa kau terluka?” tanya laki-laki itu menggunakan bahasa Ingerdia. Alison tak pahama dengan ucapan laki-laki itu, tapi dari gerkaan tangannya sepertinya laki-laki itu ingin membantunya berdirinya. “Terima kasih,” ujar Alison menggunakan bahasa inggris. Sepertinya laki-laki itu paham, dan kemudian berbiacara bahasa inggris sambil mengatakan bahwa ia meminta maaf karena tak sengaja telah menabraka Alison, kemudian ia berlalu pergi. Tak berapa lama Mira datang dengan banyak belanjaan, Alison berusaha membantu meskipun miar tak memperbolehkannya. Mereka keluar dari supermarket itu dan Alison mengatakan apa yang telah terjadi kepada Mira. Mendengar ucapan Alison itu, Mira meminta maaf karena tak bisa menjaga Alison, dan merasa menyesal telah membuat Alison terjatuh sampai kesakitan. “Santai saja, aku tak apa-apa, dan aku tak akan mengatakan hal ini pada Costa,” ujar Alison pada Mira yang melihat raut wajah Mira begitu khawatir. Sejak mereka keluar bersama tadi, Mira tak seperti biasanya yang pendiam, Mira sudah bisa banyak berbicara, menceritakan dirinya dan membuat banyak cerita pada Alison. Mengingat hal itu ia jadi rindu Lolita, asisten yang sudah bekerja bersamanya bahkan saat ia masih di rumah sakit dulu, sebelum di Lab. Gadis itu masih muda, usianya terpaut beberapa tahun dengan Alison, tapi begitu cekatan dalam bekerj, tahu solusi apa yang harus di lakukan saat Alison dengan tak mood untuk makan. Pernah satu kali saat Alison patah ahti karena seorang lelaki yang juga bekerja satu tempat dengannya, Lolita membuat moodnya baik dengan makanan dan banyak hal. Sekarang Alison merindukan gadis itu, apa yang sedang ia lakukan kini, apa ia bekerja dengan baik dan menjaga apartemennya sampai habis kontrak atau malah pergi bersenang-senang dan meninggalkan kontrakannya begitu saja tanpa peduli? Sepertinya tidak mungkin. Tak berap lama berjalan, akhirnya mereka sampai di apartemen kebmbali, masuk kedalam ruangan mereka dan mulai mempersiapakan segalanya untuk memasak, Alison tetap membantu memasak, karena ia ingin melakukan hal itu. “Ini bagaimana menyalakan kompornya?” tanya Alison pada Mira, karena ia tak paham menggunakan benda itu, tak ada api ataupun tungku. “Taruh saja benda untuk memasak diatas sini, nanti akan muncul api dari perpindahan listrik kepanas, dan kita bisa mengatur panasnya dengan tombol ini, kalau ingin mematikan tinggal di dinginkan, dan di angkat,” ujar Mira mengajari Alison caranya memasak dengan kompor hologram. Selama ini Mira memang tak pernah bertanya, baik pada Costa ataupun Alison, tentang darimana sebenarnya Alison, karena kalau di lihat Alison nampak aneh, tak bisa berbicara bahasa Ingerdia, tak paham alat-alat yang harusnya sudah biasa, hingga sellau penasaran dengan teknologi. Untung saja Mira bisa menggunakan bahasa inggris, jika tidak pasti ia akan kebingungan berbicara dengan Alison. Alison terus membantu Mira masak, Mira mengatakan bahwa menu masakan hari ini adalah maskaan dari asia yang banyak rempah-rempah, Alison tak begitu yakin karena selama ini ia tak begitu suka masakan dengan banyak rempat, selain makanan sayur ia tak begitu suka makanan aneh. Mira tahu bahwa Alison mungkin bingung, tapi Mira meyakinkan bahwa Alison akan menyukai masakannya itu. Alison hanya mengangguk karena semua amsakan Mira sebenarnya enak dan menggugah selera jadi tak pernah ia sangsikan apapun. Satu persatu maskaan sudah selesai, dan kemudian Alison menatanya di atas meja makan, ia terlihat bahagia dengan masakannya itu, karena ini pertama kalinya ia bisa masak, meskipun hanya membantu Mira dan selebihnya mengganggu. “Masakan kita selesai akhirnya, Nona,” ujar Mira sambil tersenyum. “Betul, aku dari tadi hanya mengaganggu memasak, karena memang aku tak bisa memasak,” Aliosn sambil menahan tawanya. Mira kembali kedapur dan membiarkan Alison menikmati makanan itu, Alison yang awalnya ragu mulai makan secara perlahan dan ia begitu menyukai masakn penuh rempah-rempah itu. Rasanya ia menyesal baru pertama kalinya makan seperti itu, kenapa tidak dari dulu? *** Tahun 1994 Setelah Lolita pergi, Yahte dan nyonya Este mulai membereskan dirinya, untuk beristirahat sesaat. Di dalam apartemen itu, ada banyak sekali kenangan Alison, mulai dari barang-barang, foto hingga pakaiannya, yang membuat nyonya Este begitu kembali sedih. Melihat semua itu rasanya ia kembali rindu dengan anak perempuannya yang dulu sering sekali ia omeli karena memilih bekerja jauh dari ibunya yang telah menjanda, tapi itu nyonya Este tahu bahwa itu pilihan yang tepat dari Alison. “Bu, berhentilah menangis, kita berdoa saja Alison kembali dengan selamat,” ucap Yahte menenangkan nyonya Alison. “Aku rindu kakakmu, Yahte. Aku mungkin dulu terlalu keras padanya, apa mungin di kabur karena takut aku marahi?” ujar nyonya Este. “Jangan berpikir begitu, Bu. Ibu memang galak dan menakutkan, tapi tidaka ada anak yang mau pergi dari Ibunya, lagi pula pemerintah mengatakan bahwa semua orang yang ada di kapal itu menghilang. Tapi...” Yahte memotong ucapannya, “Jika Alison hanyut di laut kemungkinan ia tak akan selamat, tapi jika ia terdampar kemungkinan kecil ia masih hdiup, Ibu berpikir positif saja ya.” Nyonya Este mengangguk mendengar ucapan dari Yahte itu. Meskipun begitu ia masih berpikir soal Alison, karena ia sangat merindukan anak perempuannya itu. Nyonya Este memutuskan untuk tidur dan begitu juga dengan Yahte, mungkin esok pagi pikirannya sudah lebih enak. Keesokan paginya... Yahte sudah lebih dulu bangun dan membangunkan ibunya, karena mereka berniat untuk pulang ke Hamburg dengan membawa barang-barang milik Aliosn. Setelah nyonya Este bangun, dan menyegarkan diri masing-masing mereka mulai mengepaki barang milik Aliosn. Dengan di bantu Lolita, mereka membawa semuanya. Tekad nyonya Este untuk membawa barang itu sudah bulat, karena ia ingin Alison ketika kembali nanti harus di rumahnya yakni Hamburg, karena ia tak ingin kehilangan Alison untuk kedua kalinya. Dengan di bantu mobil pindah rumah, nyonya Este dan Yahte memindahkan semuanya yang menjid milik Alison. Setelah selesai dengan itu, mereka membawanya ke kapal penyebrangan, karena jika menggunakan pesawat akan tidak mungkin. Nyonya Este dan Yahte menggunakan taksi meninggalakn apartemen Alison, untuk menuju stasiun dan pergi ke Hamburg. Sementara Lolita hanya bisa menarik napasnya secara perlahan, apa yang akan ia lakukan pada apatemen sang majikan jika terlihat kosong begitu, mungkin ia akan mengecheknya tanpa membersihkannya, karena barang di dalam ruangan itu sudah kosong. Sudah lebih dari satu bulan Alison pergi dan Lolita merindukan majikannya itu, merindukan bagaimana biasnaya mereka bercengkarama dan melakukan hal bersama, ia juga rindu bagaimana seharusnya ia menjaga majikannya itu, hingga mereka kadang lebih dari majikan dan seorang asisten. Lolita berharap Alison bisa kembali dengan keadaan selamat dan tak kekurangan apapun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN