Part 2. Menjadi Seorang Guru

3050 Kata
Tiga tahun kemudian. “ Apa? Kau mendapat pekerjaan baru untukku.?” Seru seorang wanita cantik yang baru saja lompat dari sofa ketika sepupu perempuannya datang menyampaikan informasi tersebut. Razel merupakan wanita yang sangat cantik dengan rambut coklat bergelombang, mata biru muda, dan lesung pipi yang menambah kecantikannya sebagai wanita asli Perancis. Meskipun sangat cantik akan tetapi tak membuat kehidupannya berjalan dengan baik. Razel merupakan wanita single dan pengangguran, dia hanya bisa menumpang hidup di rumah Sabrina yang merupakan sepupunya sendiri. Sabrina sendiri merupakan seorang karyawan tetap di perusahaan telekomunikasi, dia mendapatkan informasi pekerjaan yang cocok untuk Razel hari ini. “ Pekerjaan apa? Cepat beritahu aku.” Sahut Razel kembali menyuruh Sabrina untuk mengatakannya. “ Guru.” Jawab Sabrina menatapnya lurus. “ Apa? Guru? Tidak..tidak…, aku tidak mau jadi guru.” Tolak Razel sangat benci dengan profesi tersebut. “ Kau sudah banyak melamar pekerjaan sebelumnya dan lihat sampai sekarang kau kembali menjadi pengangguran, pekerjaan ini sudah cukup baik untukmu.” Balas Sabrina ketus. “ Tapi aku tidak cocok menjadi guru, kau tahu kan guru itu mendidik anak orang supaya bisa lebih pintar. Sedangkan aku tidak bisa melakukan itu, diriku sendiri saja tidak terdidik dengan baik.” Ucapnya memelas. “ Gajinya 500 Euro perbulan dan kau hanya akan mengajar anak-anak paud.” Lontar Sabrina. “ Baik, aku terima.” Razel dengan cepat menerimanya setelah mendengar gajinya yang cukup tinggi untuk sekedar guru di taman kanak-kanak. “ Kau memang mata duitan.” Seloroh Sabrina membuat Razel tersenyum kegirangan. ** Terpampang besar tulisan The Ecole Maternelle di depan bangunan berwarna putih dengan tiang yang cukup besar menjulang ke atas. Membuat kesan sekolah itu menjadi sangat mahal, padahal hanya taman kanak-kanak tapi memiliki desain bangunan yang sangat mewah. “ Tak heran jika gajinya cukup tinggi, aku akan protes jika gajinya rendah tapi model sekolahnya seperti ini.” Benak Razel yang baru saja memasuki sekolah itu. Razel berjalan menuju ruang kepala sekolah sekaligus pemilik dari sekolah tersebut. Dia sudah di sambut hangat oleh pemilik sekolah yang bernama madam Charolotte, kemudian Razel menjalani serangkaian sesi wawancara untuk mengetahui seberapa pantas dia menjadi guru di sekolah tersebut. Begitu selesai menjalani sesi wawancara, Razel langsung di terima oleh madam Charlotte. Sebelum dirinya benar-benar menjalani pekerjaannya itu, dia akan melihat proses belajar mengajar di sekolah itu dan akan di bantu oleh salah satu guru bernama Mrs. Hwang. “ Kenalkan namaku Hwang Xiaomey, aku memang lahir di China tapi aku besar di sini sehingga aku bisa fasih berbahasa Prancis.” Jelas wanita berambut ikal sebahu dengan t**i lalat di bawah bibirnya yang membuat dirinya terlihat lebih manis. “ Aku Razel Piere, mohon bantuannya.” Jawab Razel dengan penuh senyuman. Saat ini Razel sedang duduk di bangku belakang memperhatikan bagaimana Mrs. Hwang menghandel kelas 1-1 yang berisi sepuluh siswa dengan usia rata-rata 4 sampai 5 tahun. Di kelas itu Razel bisa melihat semua prilaku murid yang berbeda-beda, ada yang tenang dengan dunianya sendiri, ada yang selalu cari perhatian, ada yang sulit di atur, dan beragam sifat yang harus bisa di handle oleh guru yang bertanggung jawab di kelas itu. Melihat bagaiaman Mrs. Hwang dapat melakukannya dengan baik sampai membuat semua murid terfokus kepadanya dan membuat kelas semakin hidup sontak membuat kepercayaan diri Razel menghilang. Dia takut tidak bisa melakukan hal seperti itu di kelasnya nanti. Menjadi guru TK bukan hal yang mudah, kuncinya adalah harus sabar dan dapat mengatur emosi dengan baik. Bagaimana pun juga mereka harus di tuntut professional karena di sekolah itu mereka bukan hanya berperan sebagai guru saja, melainkan orang tua pengganti untuk anak-anak didik mereka. Saat itu Mrs. Hwang mengarahkan semua anak-anak untuk berbagi, dan mereka bebas berbagi apa saja yang mereka punya kepada siapa saja yang mereka ingin berikan. Tiba-tiba saja datang seorang anak laki-laki di hadapan Razel dengan membawa bunga plastik kepadanya. Razel berkedip bingung dan melirik Mrs. Hwang yang memberinya kode untuk menerima pemberian anak itu. “ Buatku.?” Tanya Razel pada anak laki-laki tersebut. “ Hmm.” Jawabnya dengan anggukan kecil. “ Terima kasih.” Hal itu seketika membuat perasaan Razel luluh, dia tidak menyangka anak sekecil itu sangat menggemaskan dengan memberikan bunga kepadanya. Berakhirnya kelas membuat Razel menangkap banyak pelajaran yang cukup untuknya dapat menerapkan hal itu di kelasnya nanti. Anak-anak di kelas Mrs. Hwang memang sangat baik meskipun terkadang masih ada beberapa dari mereka yang nakal dengan maksud mencari perhatian Mrs. Hwang. Kelas pun berakhir dan di lanjut dengan makan siang bersama, anak-anak membawa bekal mereka masing-masing dari rumah. Meskipun jam istirahat, Mrs. Hwang harus tetap memantau mereka untuk memastikan makanan mereka benar-benar di makan sehingga tidak ada yang melewatkan makan siangnya. Razel ikut membantu dan melihat menu makanan anak-anak di kelas itu sangatlah mewah, mereka membawa makanan dengan bahan yang mahal. Tak heran sekolah ini di sebut sebagai TK termahal di Paris. “ Kamu tidak makan Razel.?” Tegur Mrs. Hwang yang membawa kotak makan siang untuk Razel. “ Aku kan belum resmi mengajar, kenapa dapat makan siang.?” Razel merasa tidak enak menerimanya. “ Kau sudah di terima di sekolah ini, itu artinya kau sudah menjadi bagian dari sekolah ini dan berhak mendapatkan jatah makan siang. Ayo makan bersama ank-anak.” Jawab Mrs. Hwang kemudian membuat Razel menerimanya dengan senang hati. Dan hari itu berakhir dengan sangat baik, Razel mengamati cara Mrs. Hwang mengajar dan mendidik murid di kelasnya sampai jam pulang tiba. Setiap guru yang menghandle satu kelas akan menemani murid-muridnya sampai keluarga mereka datang menjemput dan itu di lakukan oleh semua guru secara bersamaan. “ Aku pasti bisa melakukannya, ku pikir akan sangat sulit mengingat yang akan ku ajar adalah anak-anak.” Benak Razel dengan penuh percaya diri. ** Keesokan harinya, Razel telah tiba di sekolah lebih cepat dari kemarin. Dia sudah tidak sabar menyambut anak-anak muridnya hari ini, Razel di tempatkan di kelas 1-4 yang merupakan kelas baru untuk murid TK yang baru bergabung di sekolah itu. Hari ini Razel memakai blazer putih dengan kemeja merah maroon, kemudian dia memakai celana jeans sehingga membuat dirinya dapat bergerak dengan bebas nantinya. “ Wah, Mrs. Razel sudah datang rupanya, semangat sekali buat mengajarnya.” Sahut Mrs. Hwang yang takjub dengan semangat Razel untuk mengawali kelas hari ini. “ Iya Mrs, saya sudah semangat untuk memulai kelas hari ini.” Jawabnya dengan senang. “ Saya ingatkan Mrs, bukan mau takut-takutin tapi di kelas baru biasanya agak sulit di handle.” Bisik Mrs. Hwang namun dengan mudahnya di balas oleh Razel bahwa dia bisa melakukannya seperti Mrs. Hwang lakukan. Mrs. Hwang pun pamit menuju kelasnya untuk melakukan persiapan juga, sementara itu Razel sedang menunggu di depan pintu dengan tidak sabar melihat murid-murid kelasnya masuk ke dalam kelas yang di pegangnya mulai hari ini. Setelah menunggu dengan sabar, akhirnya para pengantar anak-anak itu sudah datang menemani mereka sampai di depan pintu kelas. Semua guru di sekolah itu juga menyambut mereka di depan kelas dengan penuh sabar. Namun tiba-tiba saja keributan terjadi di depan kelas Razel, banyak dari muridnya yang menangis ketika melihat orang tuanya hanya mengantar sampai depan pintu saja. Razel pun bingung, dia melihat tiga kelas lainnya tidak ada keributan dan hanya murid di kelasnya saja yang kompak menangis. Bahkan ada yang ikut-ikutan menangis karena dia mengira itu adalah salah satu bagian dari penerimaan murid baru di taman kanak-kanak. Razel mencoba menarik perhatian setiap anak yang menangis untuk bisa membiarkan orang tua mereka pergi. Setiap orang tua di sekolah itu merupakan orang sibuk sehingga mereka tidak bisa tinggal sampai kelas berakhir, terpaksa Razel mencari cara untuk membuat mereka bisa berpisah dengan orang tua mereka. “ Anak-anak dengar, Mrs. Razel punya mainan yang bagus loh.” Seru Razel sambil memperlihatkan alat bermain di dalam kelas untuk menarik perhatian mereka, namun yang terjadi mereka tetap menangis tanpa henti. “ Aduh, bagaimana ini? aku tidak menyangka akan sesulit ini menarik perhatian mereka.?” Benak Razel mulai kebingungan. Razel tak mau menyerah, dia menghampiri satu persatu anak-anak itu dan membujuknya dengan berjanji akan memberikan pengalaman seru di dalam kelas. Beruntung dari 10 murid kini lima dari mereka berhasil masuk dan berpisah dari orang tua mereka. Semua murid di kelas lain kini sudah masuk di kelas mereka masing-masing, sementara Razel masih harus menarik perhatian lima murid lainnya yang tidak bisa lepas dari orang tua mereka. Dari semua murid yang di bujuknya, kini hanya tersisa dua murid saja yang belum masuk dan mereka merupakan anak kembar yang terus menangis di pelukan papanya. “ Maaf ya Mrs, mereka memang cukup sulit di tangani. Usia mereka baru masuk empat tahun bulan ini, jadi mereka masih cukup kecil untuk masuk di taman kanak-kanak.” Jelas sang papa. “ Mereka hanya belum terbiasa pak, “ “ Ayo sayang, kita masuk di kelas.” Ajak Razel dengan sangat ramah. “ Nggak mau.” “ Kami Cuma mau sama papa.” Mereka berdua kembali kompak memeluk kedua kaki papanya, sementara itu papanya sudah pasrah jika memang mereka tidak mau sekolah maka keduanya akan di bawa pulang ke rumah. Razel mengeluarkan permen kepada mereka, sebelumnya Razel melirik papanya apa mereka boleh makan permen dan jawaban papanya membuat Razel menarik perhatian mereka dengan permen itu. “ Mrs. Punya permen enak, kalau kalian mau masuk belajar nanti Mrs kasih permennya.” Razel tak menyangka caranya mampu membuat anak kembar itu melepaskan papanya, sekarang mereka setuju untuk masuk dan papa mereka pun bisa pergi bekerja dengan tenang. Tantangan belum berhenti sampai disitu, ketika Razel masuk ke dalam kelas dia di kejutkan dengan kekacauan yang terjadi. Semua media belajar berceceran dimana-mana, mereka berlari sambil tertawa dan membuat satu kelas itu kembali gaduh. Dalam benak Razel hanya dapat berteriak sekeras yang ia bisa, dia tidak boleh menunjukkan sisi emosinya yang meledak di hadapan mereka karena akan membuat mereka takut nantinya. “ Baik anak-anak, kita mulai pelajaran hari ini.” Belum Selesai Razel bicara tiba-tiba saja sesuatu melesat di sebelahnya dan berhasil mengenai papan tulis. Jantung Razel berdegup sangat keras di buatnya, hampir saja benda itu mengenai wajahnya. Kekacauan lebih parah terjadi, anak-anak ada yang menangis karena tak sengaja terkena lemparan dari satu anak laki-laki yang sangat nakal dan selalu mengganggu anak yang lainnya. Razel pasrah, dia tidak tahu harus berbuat apa-apa. Mungkin belum terlambat baginya untuk mengundurkan diri dari pekerjaan itu, dia tidak sanggup lagi. Sampai pada akhirnya madam Charlotte datang membawa balon yang membuat semua anak-anak kegirangan. Madam Charlotte datang untuk membantu Razel di hari pertamanya mengajar, dia tahu menangani kelas baru adalah pekerjaan yang sulit apalagi dengan Razel yang belum memiliki pengalaman apapun dalam mengajar. Berkat kehadrian madam Charlotte lah mereka semua bisa tenang, balon itu masing-masing di berikan kepada mereka sehingga mereka diam dan dapat di lanjutkan oleh Razel untuk memulai pembelajaran di hari pertama. ** Waktu istirahat makan siang pun dimulai, lagi-lagi Razel harus menagani anak-anaknya karena satu anak laki-laki bernama Giovani yang sejak awal sudah sering mengganggu teman-temannya. Kali ini Giovani merebut bekal makanan dari Caroline tanpa memintanya, Caroline yang tak terima memukul Giovani sehingga terjadilah perkelahian kecil di antara mereka. Razel memisahkan mereka berdua, Caroline menangis di samping Razel sementara Giovani mengabaikannya dengan raut wajah kesal. “ Dengar ya Giovani, kamu tidak boleh merebut makanan orang lain tanpa seizin dari mereka.” Ucap Razel dengan suara yang lembut. “ Aku sudah minta tapi dia tidak memberikannya.” Balas Giovani ketus. “ Kau tidak memintanya, tapi kau merebutnya dengan sengaja.” Balas Caroline kesal. “ Sudah..sudah, jangan bertengkar ya. Giovani ayo minta maaf sama Caroline sekarang.” “ Nggak mau.” Giovani berjalan ke bangku nya dengan cepat dan kembali menikmati bekal miliknya. “ Maafin Giovani ya, Mrs Razel janji dia nggak akan rebut makanan milik kamu lagi.” Lontar Razel di balas anggukan pelan dari Caroline. Setelah jam makan siang selesai, maka di lanjut pelajaran kedua dimana kali ini semua murid di kelas Razel sedikit lebih tenang sebab materi pembelajaran hari ini adalah melukis dan mereka senang dengan pelajaran kali ini. “ Akhirnya aku bisa merasakan ketenangan ini.” benak Razel sangat puas. ** Waktu pulang pun tiba, Razel merasa senang karena hari ini dia sudah bekerja cukup ekstra menghadapi sepuluh anak-anak dengan sifat yang berbeda-beda. Kini masing-masing dari orang tua mereka datang menjemput di temani oleh Razel yang mendapat ucapan terima kasih dari orang tua murid atas pekerjaannya hari ini. Razel merasa begitu senang mendengar pujian dari mereka meskipun cara dia mengajar belum 100 % baik. Setelah masing-masing orang tua mereka datang menjemput, ternyata masih ada satu anak yang belum mendapat jemputan dan dia adalah Giovani. “ Orang tua kamu pasti datang sebentar lagi.” Ucap Razel setelah menghampiri Giovani. Giovani tetap diam dengan menatap lurus ke arah gerbang sekolah, tatapannya sangat tajam dan tidak terlihat seperti raut wajah anak berusia 5 tahun yang menggemaskan. “ Kalau boleh Mrs tahu, yang jemput kamu nanti siapa.?” Tanya Razel lagi. “ Aku nggak mau pulang.” Giovani kemudian berlari meninggalkan Razel yang membuatnya terkejut dan segera mengejar anak itu. Beruntung Giovani hanya berlari di sekitaran sekolah sehingga dia bisa menangkapnya dengan cepat, Giovani mengamuk saat di pegang oleh Razel dan membuat anak itu sampai mencakar tangan Razel sampai berdarah. Giovani terkejut melihat perbuatannya, dia tidak sengaja melakukan hal itu. Razel sengaja tidak meringis meskipun rasanya begitu sakit, dia hanya tidak ingin Giovani merasa semakin bersalah. “ Aku nggak sengaja.” Ucap Giovani terlihat jelas di raut wajahnya bahwa dia sangat menyesal. “ Nggak apa-apa, nanti juga sembuh. Kamu jangan lari lagi ya.” Pinta Razel berhasil membuat Giovani mengangguk pelan. “ Gio, kemari.” Suara itu seketika membuat Giovani terkejut dan menghampiri Razel dengan takut. “ Ada apa Giovani? Bukankah itu papa kamu.?” Ucap Razel menatapnya bingung. “ Maaf ya Mrs kalau kelakuan putra saya membuat anda kerepotan.” Pria itu berhasil menggendong Giovani meskipun sebelumnya dia sempat menolak untuk di ajak pulang. “ Tidak apa-apa pak, Giovani anak yang baik kok.” Razel terpaksa berbohong agar orang tuanya tidak khawatir bahwa selama di kelas Giovani membuat banyak kekacauan. “ Kalau begitu kami permisi.” Razel merasa ada yang aneh saat Giovani menatapnya sebelum dia di bawa pergi, namun semua itu tak di pedulikannya karena sekarang dia sudah bebas dan bisa pulang ke rumah. ** Wanita itu baru pulang dari tempat kerjanya, dia membuka pintu dan menicum aroma minuman alkohol yang sangat menyengat. Karena terkejut dia pun berlari sampai di ruang tengah, dengan ekspresi terkejutnya Sabrina melihat Razel yang sedang pesta alkohol dan sekarang sudah dalam keadaan mabuk total. “ Kamu kenapa? ini hari pertamamu mengajar kan? Kenapa minum alkohol.?” Tanya Sabrina sambil mengguncang tubuh Razel. “ Aku…, akan gila menghadapi semua bocah nakal itu.” “ Apa maksudmu? Sadarlah Razel, berhenti minum lagi.” Sabrina menyingkirkan kaleng terakhir yang berada di atas meja agar Razel tidak meminumnya lagi. “ Kau tahu Sabrina, aku hampir gila menghadapi mereka. Ada yang menangis, mengacau, muntah sembarangan, bahkan memukul anak-anak lain dengan sengaja. Aku tidak tahan menghadapi mereka.” Kini giliran Razel yang mengeluhkan semua kejadian ini kepada Sabrina. “ Itu memang tugas seorang guru, kau tidak boleh melampiaskannya di alkohol. Berhenti dengan kelakuaan mu ini, dan satu lagi ini rumahku dan aku tidak ingin di penuhi oleh bau alkohol.” Ucap Sabrina dengan penuh penekanan. “ Kau sangat cerewet, aku mau tidur saja.” Razel langsung menjatuhkan kepalanya begitu saja di atas sofa dan membuat Sabrina ikut pusing dengan kelakuannya itu. ** Efek dari alkohol kemarin masih terasa sampai sekarang, namun Razel berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk hari ini. Tidak seperti kemarin dimana anak-anak menangis tak mau pisah dengan orang tua mereka, hari ini hanya satu orang saja yang menangis namun tidak berjalan lama dia pun setuju untuk masuk ke dalam kelas. Hari ini Rasel mengajarkan mereka bernyanyi dimana dia telah menyediakan layar LCD untuk anak-anak itu bisa melihat video yang dia putar. Awalnya semua berjalan dengan baik, tapi tiba-tiba saja Giovani kembali berbuat ulah dengan mengigit punggung teman sebangku nya yaitu Leon hingga membuatnya menangis begitu keras. Razel menghentikan pembelajaran hari itu dan menghampiri Leon yang saat ini mengalami pendarahan atas gigitan Giovani. Razel sangat panik sesuatu terjadi pada Leon sehingga menitipkan kelas kepada Mrs. Hwang untuk membawa Leon ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, Razel menemani Leon sampai di ruang UGD namun dirinya harus menunggu di luar sampai pemeriksaan selesai di lakukan. Razel mondar mandir dengan perasaan takutnya, dia tidak tahu harus berkata apa di hadapan kedua orang tua Leon nantinya. Dia hanya bisa berharap orang tua Leon mau mengerti bahwa semua ini hanyalah sebuah kecelakaan. Setelah beberapa saat kemudian dokter telah selesai menangani Leon, dokter berkata bahwa luka gigitannya tidak begitu parah namun akan meninggalkan bekas yang akan lama hilang. “ Terima kasih banyak dokter.” Ucap Razel kini dapat bernafas dengan legah. Razel kemudian di persilahkan bertemu dengan Leon, anak itu sudah berhenti menangis dan dia ingin bertemu dengan kedua orang tuanya sekarang. “ Dimana anakku? Aku ibu dari pasien bernama Leonard.” Razel menoleh ke arah orang tua Leon yang baru saja masuk, mereka langsung panik mengetahui putra mereka masuk rumah sakit. Rupanya pihak sekolah sudah menghubungi mereka sehingga mereka sampai meninggalkan pekerjaan untuk mengecek keadan anak mereka. “ Kenapa dengan anak saya? Siapa yang sudah melakukan ini kepadanya.?” Tanya papa Leon yang paling emosi setelah melihat lukanya. Razel pun dengan tenang memberitahu mereka apa yang terjadi saat di kelas, bukannya mengerti dengan kelakuaan anak-anak yang tidak bisa di prediksi kapan akan melalukan sesuatu justru membuat papa Leon langsung menampar Razel dengan keras. “ Saya nggak mau tahu, kalian harus tanggung jawab atas kelalaian kalian. Percuma saya bayar mahal untuk sekolah itu kalau anak saya jadi korban kekerasan.” Protes papa Leon sambil menunjuk-nunjuk Razel. Posisi Razel saat itu tidak bisa melawan meskipun dia sangat ingin membela dirinya, dia hanya bisa pasrah di lontarkan kata-kata yang menusuk oleh orang tua Leon. Sampai madam Charlotte pun datang dan ingin meluruskan permasalahan yang terjadi. Namun pihak keluarga Leon tetap tidak terima meskipun sekolah akan membayar tagihan rumah sakit. “ Saya nggak akan bawa anak saya ke sekolah itu lagi kalau anak yang sudah melukainya masih di kelas itu.” Ucap papa Leon sebelum beranjak pergi membawa Leon dari rumah sakit. “ Saya benar-benar minta maaf madam, saya nggak tahu kalau hal ini sampai terjadi di kelas saya.” Ucap Razel sambil menunduk bersalah. “ Kamu nggak salah, kamu udah bagus membawa Leon ke rumah sakit. Anak-anak memang seperti itu, terkadang mereka melakukan sesuatu di luar kendali mereka.” Jawab Madam Charlotte yang ternyata berada di sisi Razel.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN