2. Kabar Terbaru

1023 Kata
Sesekali Gladys melirik Yudha dari cermin di depannya. Suaminya itu sedang sibuk memakai dasi, bersiap ke kantor seperti hari-hari biasa. Tangan Gladys rasanya gatal, ingin membantu Yudha tapi sebisa mungkin dia tahan. Kondisi hatinya sekarang sedang berperang, antara ingin menuruti atau mengabaikan kemauan mamanya. Yudha berjalan ke arah meja rias. Jantung Gladys berdetak tak keruan. Bingung harus merespons atau menanggapi Yudha seperti apa. Suaminya itu sekarang sudah berdiri tepat di belakangnya seraya merapikan penampilannya. Tangan Gladys terulur, siap meraih botol parfum milik Yudha, tapi sayangnya sang pemilik parfum sudah mendahuluinya. Membuat Gladys memejamkan matanya erat-erat dan mengalihkan gerakan tangannya jadi mengambil parfum miliknya agar tidak terlalu malu pada Yudha. Tidak ada percakapan di antara mereka. Keduanya saling diam, tidak ada juga yang berinisiatif membuka obrolan agar keheningan ini pecah. Gladys tahu, kemarahan Yudha pasti sudah sampai ke ubun-ubun karena ucapannya semalam. Namun Gladys juga enggan harus mengubah sikapnya dalam waktu singkat. Pagi ini benar-benar tidak ada percakapan. Yudha meninggalkan Gladys tanpa berpamitan. Tidak seperti hari-hari kemarin, di mana Yudha masih bisa mentoleransi penolakan Gladys dan masih memaafkannya di pagi harinya, tapi tidak untuk pagi ini. "Aku nggak bisa ninggalin Yudha gitu aja." Gladys mendesah, merebahkan kepalanya ke meja teras rumahnya. Ini rumah yang dulunya ditempati mendiang Hans dan Erika selama mereka tinggal di Paris. Gladys mendengar reff lagu milik Shane Filan berjudul Beautiful In White dari ponselnya yang dia letakkan di atas meja. Tepat sekali di depan wajahnya. Gladys sudah tahu siapa yang meneleponnya, pasti itu Jihan yang bakalan membahas mengenai mantan kekasihnya lagi. Gladys sengaja tidak menerimanya, tapi setelah panggilan itu mati, Gladys mendapatkan pesan beruntun. "Mama ada apa lagi sih?" tanya Gladys pada ponsel yang baru saja dipegangnya. Ada banyak pesan gambar masuk di aplikasi chat miliknya, dan itu semua dari sang mama. Gladys membukanya, betapa kagetnya dia saat melihat kaki mamanya diperban. Tidak hanya ada foto kakinya yang cedera, tapi juga ada foto nota administrasi rumah sakit tempat Jihan memeriksakan dirinya, ada foto saat salah seorang dokter dan beberapa perawat sedang menangani kakinya yang terluka. Tak hanya itu, Jihan juga mengirimkan foto mantan kekasihnya yang diambilnya secara diam-diam. Kegelisahan datang di hati Gladys. Cepat-cepat dia menelepon mamanya dengan panggilan video. Baru deringan pertama, Jihan sudah menerima panggilannya. "Kaki mama kenapa?" tanya Gladys khawatir. Wajah Jihan terlihat lebam, seolah habis kena pukul secara berulang-ulang. Rasa sakit menyerang hati Gladys, tidak tega melihat mamanya mendapat perlakuan kasar oleh orang di masa lalunya. Gladys tidak bisa membendung air matanya ketika dia melihat Jihan meneteskan air mata. Selama ini Gladys hanya mendengarnya dari suara, tanpa melihat kondisi Jihan yang sebenarnya, sehingga Gladys tidak tahu-menahu bagaimana kondisi Jihan di Jakarta. "Ma, jangan bilang kalau yang melakukan semua itu adalah Teo?" tanya Gladys, dengan harapan jawaban mamanya itu iya. Suara isak tangis Jihan malah semakin menjadi-jadi usai mendengar pertanyaan putrinya yang sudah lama tidak diakuinya karena kecerobohannya yang hamil duluan karena kesenangan satu malam dengan Yudha yang tidak disengaja. Jihan menganggap kehamilan Gladys yang tidak diinginkan kala itu membuat karier Gladys sebagai pemusik jadi terhambat. Karena memang sebenarnya, Jihan hanya memanfaatkan Gladys sebagai pemusik yang menghasilkan banyak uang untuknya. "Mama bingung harus minta tolong ke siapa lagi, Glad. Teo ingin kamu kembali ke dia," adu Jihan kepada putri tunggalnya. "Mama kenapa nggak lapor polisi sih?" sentak Gladys. Dia ikut menangis melihat mamanya berderai air mata. "Empat hari lalu Mama udah sampai di depan kantor polisi untuk melaporkan perbuatan Teo, tapi belum sampai Mama melaporkan perbuatan Teo, Mama sudah lebih dulu mendapatkan pesan mengenai adik kamu yang dihajar habis-habisan. Teo punya banyak mata di sekitar Mama sama adik kamu, Glad. Kami tidak bisa bergerak sesuka hati seperti dulu lagi." Jihan menjelaskan apa yang dialaminya secara rinci. Berharap pintu hati Gladys terketuk dan akan menolongnya dari kejaran Teo. Gladys meremas pangkal rambutnya, melampiaskan kemarahan karena Teo. Lelaki itu dulu pernah menjadi kekasihnya Gladys karena sebuah perjodohan yang dilakukan Jihan dengan mamanya Teo yang notabenenya memang teman arisannya Jihan. Namun sikap Teo sangat kasar dan begitu posesif pada Gladys, sehingga Gladys merasa terancam setiap kali berada di samping Teo. Itulah kesalahan terbesar yang dianggap Gladys sebagai keputusan paling mengerikan. Saat ini posisinya Teo baru saja bebas dari penjara karena kasus narkoba yang dia edarkan ke anak-anak di bawah umur. Selama ini Gladys dan keluarganya bisa hidup tenang karena Teo dipenjara. Mulanya Gladys juga mengira tidak akan kejadian seperti ini, tapi perkiraannya meleset jauh. Teo masih mengganggunya dan bahkan menginginkannya kembali. Meski Teo tahu kalau Gladys sudah menikah dengan musuhnya sendiri dan memiliki dua buah hati. "Glad, kamu harus kembali sama Teo. Tinggalin Yudha sekarang juga! Teo nggak akan segan-segan membunuh kami berdua di sini. Jangan egois dengan menyelamatkan diri sendiri, Glad. Kami keluarga kamu, Mama itu ibu kamu. Yudha bukanlah siapa-siapa," paksa Jihan. Gladys diam. Sepertinya sekarang ini diam menjadi aktivitas favoritnya. Ini bukan keputusan yang mudah baginya. Dia sudah bersuami dan perpisahan bukan juga hal yang ingin dia tempuh. Gladys ingin menikah sekali seumur hidup walau pada awalnya pernikahannya dengan Yudha itu terjadi karena kehamilan yang tidak mereka inginkan. "Aku masih belum bisa memutuskannya, Ma." Gladys menundukkan kepala, tidak sanggup membalas tatapan Jihan. "Berarti kamu lebih memilih Yudha, ketimbang Mama kamu sendiri? Kamu lebih senang menjadi anak durhaka? Ingat Glad, kalian nggak akan bisa bahagia kalau kamu nggak berbakti sama orang tua." Jihan mengancam Gladys. Sebuah hal yang tidak seharusnya Jihan lakukan. Tidak ingin mendengar apa kata Jihan lagi, Gladys langsung mematikan sambungan teleponnya begitu saja. Gladys tidak ingin bercerai dengan Yudha, tapi Gladys juga tidak bisa membayangkan betapa menakutkannya menjadi keluarganya di Jakarta yang dihantui keberadaan Teo di setiap detiknya. Bahkan Teo sampai memperkerjakan CCTV manusia untuk mengatasi kegiatan keluarganya sehari-hari. "Aku harus gimana?" Gladys takut membahas hal ini dengan Yudha. Bukan Teo yang Gladys takutkan tapi keselamatan Yudha dan anak-anaknya yang dia khawatirkan. Takut terjadi apa-apa pada orang-orang terdekatnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan Teo juga akan mencelakai keluarga Yudha di Jakarta sana. Gladys tidak ingin karena dirinya, jadi bertambah lagi korban penyiksaan yang dilakukan Teo. "Apa aku harus benar-benar minta cerai dari Yudha?" tanya Gladys sudah hampir frustrasi memikirkan jalan ke luar dari masalah yang dia anggap berat karena melibatkan orang-orang terdekatnya yang tidak salah apa-apa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN