Bab 2

849 Kata
“Ya ampun, mereka kelihatan serasi banget.” “Chilla cantik banget ya hari ini, beruntung banget Antoni bisa berhasil ngedapetin dia lagi.” “Antoni benar-benar mendapatkan harta karunnya.” Mendengar semua pujian yang diberikan orang-orang pada kedua pengantin di pelaminan benar-benar membuat Rafael terbakar api cemburu. Sedari tadi, ia hanya memilih diam mendengarkan pembicaraan orang-orang dengan sorot mata yang terus menatap ke arah pelaminan, tepatnya pada pengantin wanita. Waktu untuk memotong kue pengantin pun akhirnya tiba, semua orang mulai berbondong-bondong mendekati panggung kecil tempat kue pengantin berada untuk melihat lebih dekat proses pemotongan kue oleh kedua mempelai. “Ayo, ayo kita lihat Chilla dan Antoni potong kue pengantin,” ajak Dewi penuh semangat. Bagas, Gerald, Arum dan Dewi segera bangun dari duduknya dan berjalan menuju area panggung untuk melihat lebih dekat proses pemotongan kue oleh kedua pengantin, sehingga hanya tersisa Rafael dan Gina yang memilih tetap duduk di sana dan melihat proses pemotongan kue dari kejauhan. Tidak ada yang berbicara diantara kedua insan tersebut, mereka terlihat sama-sama fokus menatap ke arah panggung untuk melihat proses pemotongan kue oleh kedua mempelai yang terlihat begitu bahagia saat ini. Menatap kemesraan kedua pengantin membuat Rafael tanpa sadar terus menuangkan wine di gelasnya dan langsung meneguknya hingga habis. Ia seakan tidak bisa mengendalikan rasa cemburu yang membakar dadanya saat ini. Ketika kedua pengantin selesai melakukan proses pemotongan kue, semua tamu memberikan tepuk tangan meriah merayakan kebahagiaan kedua mempelai. Namun, hal sebaliknya terjadi pada Rafael yang nampak begitu lesu. Rafael semakin kuat mencengkram gelas yang ia pegang saat melihat Antoni Mawardi dengan mesra mencium dahi Chilla Maharani yang sekarang sudah berstatus isterinya. Tangan Rafael bahkan mulai memerah akibat cengkraman kuatnya di gelas. Di tengah pikiran Rafael yang nampak fokus menatap kedua pengantin dari kejauhan, ia dikejutkan dengan sebuah tangan yang tiba-tiba menarik kuat gelas dalam cengkramannya. “Gelas yang anda pegang bisa pecah jika dicengkram sekuat itu Dokter Rafael,” ujar Gina Mawardi, pelaku yang merebut gelas kaca dari tangan Rafael. Perkataan Gina tentu saja mengalihkan pandangan Rafael dari arah pengantin. Ia terlihat sedikit salah tingkah karena menyadari bahwa wanita yang duduk di sampingnya saat ini pasti menyadari apa yang tengah dirasakannya. Gina kembali meletakkan gelas yang diambilnya dari tangan Rafael ke hadapan pria itu, ia kemudian menuangkan wine di dalam botol hingga memenuhi gelas yang ada di hadapan Rafael. “Dari pada mencengkram gelas ini terlalu kuat dan jadi terluka nantinya, lebih baik anda melampiaskannya dengan minum,” saran Gina. Tanpa menjawab perkataan gadis di sampingnya ini, ia segera meraih gelas yang sudah diisi wine oleh Gina dan menghabiskannya tak bersisa hanya dalam sekali tegukan. Gina tentu saja sedikit terkejut melihat kecepatan pria tersebut minum. Namun, tidak ingin terlalu banyak berkomentar, ia memilih diam dan terus menuangkan wine di gelas pria itu. Di tengah kegiatan minumnya, Rafael mulai merasa butuh mengunyah sesuatu, pandangannya kemudian jatuh pada sepotong kue berbalut krim putih di hadapannya. Ia segera mengulurkan tangannya hendak meraih kue tersebut, namun begitu tangannya hampir menyentuh kue itu seseorang dengan cepat mengambil lebih dulu kue itu. Rafael menatap bingung ke arah Gina Mawardi yang duduk di sampingnya. Gadis tersebut lah yang mengambil kue yang hendak ia ambil tadi. Menyadari Rafael tengah menatap bingung padanya, dengan cepat Gina mengambil salah satu kue lain yang ada di jangakuannya dan meletakkannya di hadapan Rafael. “Kue yang mau anda ambil tadi rasa Matcha, sedangkan yang itu rasa vanila,” ujar Gina menunjuk ke arah kue yang ia letakkan di hadapan Rafael. Tanpa banyak bertanya Rafael segera mengambil kue yang diberikan Gina dan mulai menyantapnya lahap. Tangannya kemudian kembali menuangkan wine ke dalam gelas yang kosong dan menyesapnya beberapa kali. Gina yang duduk di samping pria itu hanya terdiam memperhatikannya yang minum tanpa henti. Ia sangat yakin dalam beberapa menit kedepan pria itu pasti akan mabuk berat karena toleransi alkoholnya yang cukup rendah. **** Gerald, Bagas, Arum dan Dewi terlihat berjalan bersama mendekati meja yang mereka duduki tadi dimana masih ada Rafael dan Gina di sana. Begitu sampai di meja tersebut, keempat orang itu mengerutkan dahinya dengan ekspresi wajah bingung melihat Rafael yang kepalanya sudah terkapar di atas meja. “Dia kenapa Gin?” tanya Dewi menatap Gina yang nampak asyik dengan ponselnya. “Mabuk kayanya, dia minum cukup banyak tadi,” jawab Gina dengan nada santai. Ekspresi wajah Gerald, Bagas, Dewi dan Arum berubah menjadi tatapan prihatin pada Rafael. Mereka tentu tahu apa yang menjadi alasan pria tersebut bisa berakhir seperti saat ini. Bagas kemudian menatap ke arah Gina. “Gin, tolong bawa Dokter Rafael untuk istirahat di salah satu kamar di hotel ini,” perintah Bagas. Gina terlihat tidak senang mendengar perintah kakaknya itu. “Kenapa harus aku sih kak?” Tanyanya keberatan. “Kan cuma nganterin ke kamar doang Gin, soalnya kami yang lain masih harus mewakili keluarga untuk menyapa para tamu undangan yang datang. Selain itu dia bukan yang nggak sadarkan diri Gina, jadi kamu nggak perlu menggendongnya, hanya perlu dipegangi saja saat berjalan,” jelas Bagas. Gina menghela nafas berat kemudian memberikan anggukan dengan wajah terpaksa. Ia akhirnya berdiri dan menarik tangan Rafael untuk membantu pria itu bangun dari duduknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN