10. Terciduk

1285 Kata
"Jadi Babe, kenapa tangan lo?" Rizki meraih tanganku, dan mengobatinya. Saat ini aku sedang berada di rumahnya Rizki. Aku belum pulang ke rumah. Mamah akan cemas, kalau melihatnya. Aku hanya menggeleng. Bingung, mau cerita seperti apa. Tidak mungkin kalau aku bilang, bahwa aku ke rumahnya Arjuna. Lalu memecahkan kaca jendelanya untuk kabur. Duh, kalau memikirkan itu. Aku ingin sekali memukul kepalaku sendiri. Kenapa aku sebodoh ini? Berapa biaya untuk memperbaiki kaca itu. "Lo itu aneh, Babe. Gue tanya malah diem, gue suruh pulang bareng, malah kabur. Hasilnya kaya gini kan, luka di mana-mana!" Ah, tentang lukaku, kenapa si Arjuna tidak menyembuhkannya seperti waktu itu? Apa dia marah karena aku memecahkan kaca jendelanya. Mana tadi, ia mencabut pecahan kaca itu dengan kuat lagi. Enggak mikir apa, kalau rasanya sakit banget. "Bakal ada pensi di sekolah kita. Itu hasil rapat anak OSIS tadi." Lanjut Rizki lagi. "Nanti kami berlima bakal sibuk, lo jangan nakal. Kalau kesepian, lo boleh ikut kami, ya ... dari pada sendirian di kelas." Pensi! Aku mendadak fokus pada temanku itu, membuat Rizki menautkan kedua alisnya. "Lo kenapa natap gue kaya gitu, Babe?" Aku tadinya mau tanya, apakah di acara pensi nanti, si Arjuna dan teman-temannya akan mengisi acara seperti di kafenya Om Mahesa? Mendapatkan tatapan curiga dari Rizki, aku hanya menggeleng saja. "Enggak jadi," ucapku pelan. Rizki mendorong keningku pelan. "Nih, anak kayanya lagi eror." Aku merenggut kesal." Apa aja acara di pensi nanti? Kapan pensinya?" Rizki terlihat selesai mengobati lukaku, dan saat ini mulai merapikan kotak P3K itu lagi. "Kayanya sebulan lagi, dan kita akan meminta The Arjuna buat ngisi acara kita." Tuhkan! "Emang mereka bakal mau?" Di sini Rizki terlihat tidak yakin, namun tiba-tiba pandangannya terarah padaku terlihat mencurigakan. "Eh, lo deket kan sama si Arjuna itu?" Apa katanya! Sejak kapan? "Enggak! Kata siapa? Lo jangan sembarangan deh," aku mengalihkan tatapanku ke arah lain. Rizki mencebikkan bibirnya, "Ayolah, kalau kalian gak deket, ngapain coba si Arjuna ngasih lo cincin?" Itu karena Arjuna bilang, dengan cincin yang ia berikan. Aku akan selamat dari gangguan lelaki bertopeng hitam itu. Bukan karena kami dekat. Tapi mana bisa aku menceritakannya. Dan dia tidak akan percaya. "Kami gak deket, si Arjuna lagi bayar hutang. Makanya dia ngasih cincin, dia lagi gak ada duit, dan cincin itu sebagai jaminan," jawabku dengan menatap ponsel, aku tidak bisa berbohong jika melihat matanya. Dan sudah aku duga, kalau si Rizki ini tidak akan mempercayaiku. Lihat saja, dia saat ini tengah meneliti wajahku. "Emang si Arjuna punya hutang apa sama lo?" HUTANG PENJELASAN! Mampus! Sekarang aku harus membuat kebohongan lainnya. Demi menutupi kebohonganku yang lain. Ya ... Aleta, kamu mampus! Kata Mamah, bohong itu dosa. Makanya jangan bohong, karena sekali berbohong, kamu akan menutupinya dengan kebohongan yang lain. "Intinya hutang, jadi cincin itu buat bayar hutang!" Aku ngotot, dan segera beranjak dari sofa. "Eh, lo mau ke mana?" Rizki mengikuti. "Gue mau pulang, sampai jumpa besok." Segera berjalan keluar, membiarkan Rizki berdecak kesal. *** Lihat saja, aku tidak akan pernah berhenti, saat ini aku sedang melihat ke lima manusia siluman itu sedang bermain basket. Arjuna dengan jersey tanpa lengannya, terlihat keren dan sekali lagi membuatku harus menelan saliva kuat-kuat. DIA KEREN, AKU MAU MENYENTUH WAJAHNYA YANG BERKERINGAT ITU! Ok, abaikan. Aku harus tenang, saat ini aku punya misi yang lebih penting lagi. Aku harus masuk ke kelasnya, menemukan tasnya dan mengambil petunjuk apa pun tentang laki-laki itu. Duh, rasanya aku seperti sedang menguji adrenaline. Walau hanya akan memasuki kelasnya saja, keringat ku sudah terasa di sekujur tubuh. Lift membawaku ke lantai atas. Ruangan kelas itu memang sedang kosong. Pemilik kelas ini memang sedang mengikuti pelajaran olah raga. Melirik siaga ke kanan dan kiriku, aku merasa kalau di sini benar-benar sepi. Sehingga aku pun masuk ke kelas itu. Langkahku mengayun dengan cepat, rasanya tidak sabar ingin segera menemukan apa yang aku cari. Petunjuk tentang siapa manusia aneh itu. Kalau menurut informasi yang aku baca. Siluman yang bisa berbaur dengan manusia itu pasti mempunyai jimat yang disembunyikan. Dan aku yakin, di dalam tasnya akan banyak benda-benda aneh. Berhasil! Aku menemukan tasnya, aku pernah melihat dia memakai tas warna ini. Aku pun mulai membuka tasnya, kala tepukan kuat di pundakku, membuat diri ini membeku. "Lo siapa?" Sial. Aku memejamkan kedua mata cemas, dan orang itu membalikkan tubuhku. Dia lelaki siluman, di anatara salah satu temannya Arjuna. Dia menatapku lelat dan dingin. "Kenapa buka tasnya temen gue?" Aku bingung, mana bisa aku mengatakan alasannya. Saat ini aku hanya bisa menunduk, seperti maling yang sedang ketahuan polisi. Kedua tanganku bertaut, dengan kedua kakiku yang bergetar. Mungkin dia kesal, hingga aku merasakan tangannya meraih daguku, agar aku mengangkat tatapan. Kedua mata kami bertemu, dia tersenyum kecil. "Lo tau gak? Apa yang bakal Arjuna lakuin pada gadis lancang kaya lo?" MANA AKU TAHU! PALINGAN DIA AKAN MEMAKANKU HIDUP-HIDUP. DIA MEMANG SILUMAN, SAMA SEPERTI KAMU! Rasanya greget sekali, ingin memukul orang ini dengan barbel yang ada dirumahnya Arjuna. "Hahahaa!" Dia tertawa tiba-tiba, membuatku mengerjap penuh tanya. Sampai wajah tampannya terlihat merah, dia menunjukku geli. "Otak lo itu lucu banget, barbel si Arjuna mau dipakai buat mukulin gue, iya?" JADI DIA TAHU! Aih, dia benar-benar siluman. Ok, alarm bahaya sudah berbunyi. Sudah saatnya aku kabur, biarkan saja dia tertawa. Aku harus kabur, tanpa harus bertemu dengan si Arjuna gila itu. Melewatinya dengan cepat, aku memburu ke arah pintu. Kala sepasang sepatu berada di depanku, mau tak mau aku harus menahan langkah dan mengangkat pandangan. Menemukan kedua mata gelap yang indah itu, menemukan tatapan yang tidak bisa aku baca lagi. Dan menempatkan diriku pada bahaya, yang tidak akan pernah bisa lepas. Demi apa pun, aku ingin mati saja. Eh, tapi belum tobat, jadi nanti saja. Tapi bertemu dengan lelaki ini, sama seperti kematianku. "Saya mendengar, ada seseorang yang ingin mati, katanya!" Dia berbisik di telingaku, membuatku mundur beberapa langkah kebelakang. Arjuna tak berhenti, ia memberi isyarat pada teman laknatnya agar meninggalkan kami. Pintu tertutup, menyisakan aku dengan siluman itu. "Gue bisa jelasin, Arjuna." Meski aku di sini salah, tetap saja aku harus membuat pembelaan. Karena gara - gara laki-laki itu, aku jadi penasaran dibuatnya. Dia tersenyum, kedua kakinya terus melangkah. Membuatku semakin mundur, dan sampai pada dinding tembok di belakangku. "Stop! Di situ Arjuna, please!" Mengangkat kedua tanganku, agar kami berjarak. "Gue cuma penasaran, gue cuma-" Dia meraih kedua tanganku, dan meletakkannya di sisi kanan dan kiriku, gerakkann yang terlalu cepat. Hingga aku tidak sempat menghentikannya. "Soal diriku, sudah aku katakan. Kamu tidak boleh mencari tahu!" Kenapa dia selalu berkata dengan cara berbisik, kenapa tidak selalu berkata dengan jarak dekat, aku muak, karena aku lemah. Aku menendang selangkangannya, dan membuat siluman itu mengaduh. Ia bisa mendengarkan isi hatiku. Tapi tidak pikiranku. "Aleta!" Aku berlari sekuat tenaga menggapai pintu, namun anehnya pintu tidak bisa aku buka. "TOLONG!" aku memukul pintu sekuat tenaga, namun hasilnya tetap tidak bisa. "Kamu jahat sekali, Aleta ...," lirihnya, saat ini lelaki itu sudah berada di sampingku. Bersandar pada sisi pintu. Ia terkekeh dan menatapku geli, "Jadi begitu caramu melindungi diri?" Aku menunduk saja, AKU MALU! "Tidak minta maaf?" Ia mengangkat daguku, membuat kedua mata kami bertemu. "Yang salah itu kamu, kamu merusak kaca rumahku, dan hari ini membuka tasku? Enggak mau minta maaf?" "Bukain pintunya!" Aku menepis tangan nakal itu. Dan dia tertegun, kedua matanya masih lekat membara. "Arjuna! Aku bilang buka pintunya!" Dia terdiam, terlihat gelisah dan menghela napas dalam. "Aletaaa ...." dia merangkup wajahku, menyatukan kening kami, meski aku terus berontak. "Hanya lima menit, tolong biarkan seperti ini." TIDAK! AKU TIDAK MAU! KAMU SILUMAN! KAMU BERBAHAYA! DAN AKU YAKIN KAMU JUGA PREDATOR! KAMU PASTI PEMBUNUH, KAMU ..., tapi aku menyerah. Karena berontak pun tidak bisa. Dia terlalu kuat, dia terlalu indah. Dan aku adalah gadis lemah, karena tidak mampu menolak pesonanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN