Bagi semua orang di dunia ini, Ibu adalah sosok malaikat tanpa sayap dengan keberadaannya yang benar-benar nyata. Dengan sosoknya yang dapat dilihat, dipeluk dan dirindu. Dan kehilangan sosok Ibu selalu digambarkan sama dengan halnya kehilangan separuh jiwa yang dimiliki setiap manusia atau makhluk hidup beribu lainnya.
Itulah yang Nanta rasakan tatkala ia tidak pernah mengetahui sakit yang Ibu derita dan selalu menjadi rahasia semua orang bahkan keluarga. Hingga pada suatu sore di antara kebahagiaan dan kehangatan pesta istimewa, ia harus benar-benar merasakan duka paling dalam yang mencabik-cabik habis rongga di tubuhnya. Namun duka itu seakan tidak pernah berhenti tatkala semakin hari ia semakin melihat dan menyadari sikap aneh kakak tertuanya, tepat setelah aksi demo besar menolak pengesahan RKUHP dan Pelemahan UU KPK. Juga harus turut menyaksikan segala sandiwara yang Bapak mainkan tepat setelah kematian Ibu.
Akankah Nanta mampu bertahan dengan semua kepedihan yang terus-menerus menyerobot nadinya? Sementara di sisi lain ia harus benar-benar merelakan Laisa menjadi milik orang lain karena sebuah keadaan.