Apa kamu hamil?

1154 Kata
Zahra... Kamu istirahat saja dulu disini ya? Anggap aja rumah kamu sendiri... Ok?" Ucap Afifah sambil membantu Zahra membawa tas besar ke kamarnya. Sungguh saat ini adalah saat paling terpuruk dalam hidup seorang Zahra. Dan uluran tangan Allah datang melalui gadis lemah lembut di hadapannya. Zahra begitu terharu saat melihat ketulusan yang tergambar jelas pada raut wajah cantik Afifah. "Afifah... Makasih banyak ya. Kamu mau menampung diriku. Aku tidak tau bagaimana caranya membalas kebaikan kamu. Aku hanya bisa berdoa supaya Allah SWT membalas kebaikan kamu padaku." Ucap Zahra menggenggam tangan lembut Afifah. "Zahra... Kita ini saudara. Kamu tidak perlu sungkan padaku. Kalau pun kita tidak ada hubungan darah, kita tetap saudara. Kita saudara seiman... Bukan kah kita harus saling membantu sesama muslim?" Ucap Afifah lembut. Zahra merasa terharu. Ungkapan Afifah benar-benar membelai hatinya yang terasa begitu rapuh. Sukses memberinya kekuatan karena tak merasa sendirian. Zahra pun segera menghamburkan tubuhnya kepada Afifah. Wanita lemah itu menangis tersedu di pelukan Afifah. "Kamu cengeng banget sih? Udah jangan nangis. Mending sekarang kamu istirahat. Kamu pasti capek... Iya kan?" Ucap Afifah dan dibalas Anggukan kepala oleh Zahra. Zahra pun menyeka air matanya. "Terima kasih ya Afifah" "Iya.. Aku tinggal ya? Kamu istirahat aja..." Ucap Afifah kemudian keluar dari kamar yang dia siapkan untuk Zahra. Sungguh Afifah merasakan ada yang janggal dari sikap Zahra. Walau mereka saudara jauh, tapi Afifah tahu betul bagaimana sikap Zahra. Zahra adalah wanita yang kuat, penyabar, penyayang dan pantang menyerah. Namun kali ini sosok yang Zahra lihat bukan Zahra yang dulu dia kenal. Zahra yang sekarang begitu rapuh dan lemah. "Apa yang sebenarnya terjadi pada Zahra? Dia sangat mudah menangis sekarang.. Dia pun meminta untuk merahasiakan keberadaan nya.." Afifah membatin. Dua minggu sudah berlalu... Afifah semakin curiga bahwa Zahra menyembunyikan sesuatu. Secara diam-diam, dia sering memergoki Zahra lemas setelah membuang semua gejolak dari dalam perutnya. Apalagi di pagi hari, wajah Zahra begitu pucat. Afifah pun pernah melihat Zahra diam-diam memakan mangga muda. Beberapa kali pula Afifah melihat Zahra, sering buang air kecil di malam hari. Entah mengapa semua gejala fisik dan psikis Zahra seperti wanita yang sedang mengandung. Tapi Afifah segera mengenyahkan pikiran buruk yang mampir di kepalanya. Sungguh tidak mungkin Zahra hamil di luar nikah, Afifah tahu betul bagaimana Zahra menggenggam akidahnya. "Apakah Zahra sedang hamil? Tapi dia belum menikah... Tidak mungkin kan Zahra..." Afifah membatin dan dugaan negatif nya membuat dia memekik kaget. "Ya Allah... Apa Zahra hamil diluar nikah? Ga mungkin..." Afifah bergumam sambil mengelus d**a karena debaran jantung yang tak karuan. Sungguh dia terkejut akibat dugaannya sendiri. Kini Afifah sering memperhatikan perut Zahra. Dia ingin memastikan apakah ada pertumbuhan di dalam sana? Namun mustahil... Jilbab Zahra benar-benar panjang. Dia tak bisa mengintip perkembangan di balik jilbab tersebut. Ingin sekali rasanya meraba perut itu. Tapi tidak mungkin... Zahra pasti menolak nya. Dan kini rasa penasaran membuat Afifah tak tahan lagi untuk bertanya.l. Sudah cukup dia menunggu selama dua minggu untuk mendengar pernyataan Zahra. Tapi nyatanya... Gadis ini hanya diam. Berpura-pura sehat. Padahal wajah nya sangat pucat. Zahra benar-benar tampak seperti pohon dengan akar rapuh yang berusaha menyuburkan dedaunannya. Tak sanggup tapi berusaha sanggup. Dan saat ini mereka sedang sarapan pagi. Afifah menyadari bahwa kini Zahra sedang menahan rasa mual hingga wajah nya memerah. "Kamu lagi sakit ya Zahra? Wajah mu pucat sekali. Dan sekarang memerah. Kamu mau muntah?" Tanya Afifah pada Zahra. Pertanyaan itu membuat Zahra sangat terkejut. Sungguh Zahra tak menyangka Afifah menyadari kondisinya yang mulai mual. Hal itu pun mengakibatkan gejolak perutnya semakin meningkat. Alhasil Zahra sudah tak sanggup lagi. Wanita itu segera berlari lemah ke arah wastafel. "Huuek... Huueek... Huueek..." Zahra memuntahkan seluruh sarapannya. Melihat wajah pucat dan lemah Zahra membuat Afifah semakin khawatir. Wanita itu berusaha mengurangi rasa mual Zahra dengan memijit tengkuk Zahra. "Ya Allah Zahra... Kalo kamu sakit, ayo kita ke dokter. Selama di sini aku lihat wajah mu makin pucat dan kamu semakin kurus. Kamu pasti lagi sakit kan?" Tanya Afifah khawatir. "Tidak apa-apa kok Afifah. Aku baik-baik aja." Ucap Zahra menutupi kelemahannya. "Aku sering liat kamu muntah lho." Ucap Afifah menyelidik. Hal itu sukses membuat Zahra semakin terkejut. Hati Zahra dirundung rasa takut yang menggebu. Sungguh Zahra tak ingin aibnya terbuka. "Tidak apa-apa kok. Udah biasa?" Ucap Zahra sekenanya. "Udah biasa? Muntah-muntah kamu bilang biasa? Silahkan kamu bilang biasa kalo kamu hamil. Kamu ga lagi hamil kan?" Ucap Afifah geram mendengar kata biasa dari bibir Zahra. Hati Zahra teriris mendengar pernyataan Afifah. Rasa takut semakin menyelimuti dirinya. Sungguh Zahra bingung apa yang harus dia katakan. Saat ini tak ada yang bisa dia lakukan lagi selain menangis. Alhasil setetes bulir bening lolos dari kelopak matanya. Zahra sadar dia tak akan bisa menutupi nya. Biar bagaimana pun lama-lama perutnya akan semakin besar seiring perkembangan janin yang ada dalam rahimnya. Cepat atau lambat semuanya akan terbongkar. "Apa Aku jujur saja? Tapi.. Bagaimana kalau Afifah menceritakannya pada Ummi dan Abi? Aku sudah membuat malu keluarga. Ya Allah..." Kini yang bisa Zahra lakukan hanya menundukkan wajahnya. Dia tak sanggup lagi menahan air matanya. Air mata yang akan keluar, hanya jika dia sedang sendiri. Kini air mata itu jatuh mengalir tiada henti tanpa komando. Afifah semakin curiga dengan sikap Zahra. Semua gelagat Zahra menunjukkan bahwa apa yang selama ini dia curigai adalah benar. Sungguh Afifah harus bisa membuat Zahra mengaku. Afifah yakin jika memang Zahra hamil diluar nikah, itu bukan karena kesalahan Zahra. Afifah amat sangat yakin jika Zahra hanya korban. Dengab kuat Afifah mengguncang bagi Zahra. Dia sudah tidak tahu apa yang harus dilakukannya agar Zahra mengaku. "Zahra tolong jujur sama Aku... Apa kamu hamil?" Tanya Afifah kembali. Pertanyaan itu lagi. Sungguh itu adalah pertanyaan yang sangat ditakutinya. Tapi apalah daya, semuanya memang benar adanya. Tapi haruskah Zahra mengakuinya. Kebodohannya... Kesalahannya... Kelalaiannya... Jiwa nya serasa melayang. Dan saat ini Zahra merasa amat sangat hina. Wanita itu merasa tulang belulangnya susah tak mampu menopang bobot tubuhnya yang tidak seberapa. Zahra pun merosot. Ya... Dia memang wanita yang hamil diluar pernikahan. Sebuah takdir yang tak pernah diinginkan. Namun semua sudah suratan. Zahra tersedu... Rasanya menangis sudah tak mampu sebagai duta hatinya saat ini. Sedangkan Afifah merasa saudaranya sedang berada dalam titik terlemah. Melihat wajah tak berdaya Zahra membuat Afifah tak mampu menahan dorongan hatinya untuk tidak ikut menangis. Walaupun dia belum bisa memastikan apa masalah saudara ini. Afifah tahu masalah yang dihadapi Zahra saat ini pasti sangat sulit. Afifah merendahkan tubuhnya. Berjongkok di sisi Zahra. Kemudian merengkuh tubuh lemah itu dalam dekapannya. Mereka menangis bersama. "Percayalah padaku. Jika beban ini terasa berat... Berbagilah denganku... Aku akan jaga rahasiamu. Apapun itu..." Ucap Afifah lembut. Saat mendengar pernyataan Afifah, Zahra malah semakin menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Afifah. Dia semakin menangis hingga tubuhnya terguncang. Afifah semakin yakin. Bahwa Zahra memang hamil. Apakah ini alasannya meminta Afifah untuk merahasiakan keberadaan nya dari seluruh keluarga? Afifah mendorong pelan tubuh Zahra. Memberi celah di antara mereka. Afifah berusaha menatap manik mata Zahra. Walau sulit karena posisi Zahra yang menunduk. "Zahra... Tolong tatap aku..." Ucap Afifah kembali. Zahra pun mengangkat wajahnya. Afifah bisa melihat wajah sembab gadis cantik dihadapan nya. Afifah menyadari betapa hancurnya Zahra sekarang. Kini Afifah kembali membuka suaranya. Bertanya dengan sangat hati-hati. Perlahan tapi pasti di setiap kata nya. Afifah yakin dia pasti bisa membuat Zahra mengaku. "Apa... kamu... hamil?" Ucap Afifah bertanya dengan begitu lembut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN