Ketika hatimu sedang berduka dan bersedih karena suatu hal, maka cobalah cari obat yang bisa menyembuhkannya, karena jika kamu memilih untuk diam dan membiarkan luka dihati mu menjadi pemenang.
Maka itu sangat merugikan dirimu, cobalah bangkit berusahalah cari kebahagiaan mu melalui cara apapun yang penting itu tidak merebut kebahagiaan orang lain. Itulah yang sekarang Alaric coba lakukan pada dirinya sendiri, bangkit dari jatuhnya, berusaha sembuh dari sakitnya, dan mencari alasan yang bisa kembali membuatnya tersenyum setelah kesedihan yang sempat dialaminya.
“Uncle Al Kean kangen !”
“Kian juga kangen Uncle !”
“Uncle ayo bangun, ayo kita main, Uncle bangun, Uncle Al bangun !!!”
Guncangan – guncangan kecil ditubuh Alaric berhasil membuat matanya yang semula terpejam rapat perlahan mulai terbuka, Alaric bisa merasakan dua pasang tangan mungil keponakan kembarnya menguncang tubuhnya dengan sangat semangat.
Rencananya hari ini Alaric akan bangun siang, dihari weekend ini dia sengaja tidak berangkat kerja, karena tidak dapat dipungkiri terlalu memporsir tubuhnya untuk bekerja berhasil membuat tubuh Alaric merasakan lelah juga. Namun, keinginannya itu tidak dapat terwujudkan karena ulah dua keponakan yang tidak kunjung menyerah untuk membangunkannya.
Tawa Alaric seketika langsung pecah saat guncangan dari tangan dua keponakannya berubah menjadi sebuah kelitikan, tangan kecil mereka bergerak mengelitiki tubuh Alaric dibagian yang berbeda. Kean duduk diatas perut Alaric mengeitiki bagian perutnya, dan Kian yang duduk diatas kaki Alaric mengelitiki telapak kakinya, keduanya ikut tertawa seakan mereka puas melihat penderitaan pamannya sendiri.
“Ampun atau tidak, Uncle ?”
Alaric mengganggukan kepalanya dengan cepat, dia tidak akan mampu jika harus bertahan lebih lama merasakan kelitikan dari tangan – tangan kecil mereka, setiap pergerakan tangan mereka seperti sebuah semut yang menggrayangi tubuhnya, bahkan mungkin lebih dari pada itu. Maka, menganggukan kepala adalah pilihan yang paling tepat Alaric lakukan, jika dia tidak ingin buang air kecil diatas ranjang karena terlalu lama menahan geli.
“Janji hari ini kita jalan – jalan ?”
Lagi – lagi Alaric hanya mampu menganggukan kepala sebagai tanda persetujuan kepada dua keponakannya, untuk permintaan mereka yang ingin pergi jalan – jalan. Namun, sepertinya mereka masih mempunyai keinginan yang harus di jawab iya oleh Alaric, karena setelah mengiyakan keinginan pertama, mereka tidak kenjung menghentikan aksinya.
Kean dan Kian masih terus saja mengelitikinya, sedangkan yang bisa Alaric lakukan hanya tertawa kencang dengan tubuh yang bergerak seperti cacing kepanasan. Ditengah rasa geli yang membuat dia tidak bisa berhenti tertawa, Alaric merasakan sebuah kebahagiaan yang menyusup kedalam hatinya, dia bahagia, bersama mereka Alaric bisa merasakan sebuah kebahagiaan yang tercipta dari sebuah kesederhanaan, kehadiran Kean dan Kian adalah obat untuk sakitnya, mereka bagaikan sebuah harta berharga yang tidak ternilai harganya didalam hidup Alaric.
Alaric langsung bangun, mengubah posisinya menjadi duduk saat tanpa sengaja Kean dan Kian terjatuh keatas ranjang disebelahnya, karena ulah Alaric yang bergerak tidak mau diam, Alaric menatap dua keponakannya dalam diam, secara bergantian.
Tepat saat keduanya berniat kabur, Alaric langsung menangkap tubuh mereka dan membawanya masuk kedalam selimut, lalu dengan cepat Alaric langsung menghujani mereka dengan kecupan diarea wajah, leher dan perut mereka sehingga gantian mereka yang tertawa kegelian dan Alaric tertawa puas. Kean dan Kian berusaha memberontak lepas dari dekapan pamannya, namun tenaga Alaric yang jauh lebih besar dari tenaga mereka sudah jelas tidak akan membuat mereka bisa terlepas begitu saja.
“Ampun Uncle ampun !!”
Keduanya kompak mejerit histeris dengan tawa mereka yang tidak bisa berhenti, karena Alaric juga tidak berhenti menegelitiki perut mereka. Sedangkan Alaric hanya bisa tertawa lepas saat mendengar jeritan penderitaan dua keponakannya, saat Alaric menghentikan kelitikkannya dua bocah berwajah serupa itu langsung terkulai lemas di atas ranjang sambil mengatur nafas karena lelah tertawa.
Tidak ada kata apapun yang keluar dari mulut Alaric, yang dia lakukan hanya diam sambil melukiskan senyuman kecil saat melihat dua keponakannya terlihat pasrah berbaring terlentang diatas ranjangnya. Alaric selalu merasa bahagia saat dia bersama dengan mereka, semua momen yang dia lewati bersama dengan keponakan kembarnya seakan tidak ada yang pernah terlewati dengan kata tidak menyenangkan. Alaric mengecup dahi Kean dan juga Kian secara bergantian, kemudian dia mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil Kean dan Kian yang berbaring di dua sisi berbeda.
“Kean sayang Uncle Al” ujar si kecil Kean yang berbaring disamping kiri Alaric sambil memelukkan tubuh kecilnya ketubuh sang paman, lalu mendaratkan kecupan manis di pipi kiri Alaric.
“Kian juga sayang, Uncle Al” ujar si kecil Kian yang berbaring disamping kanan Alaric sambil memelukkan tubuh kecilnya ketubuh sang paman, lalu mendaratkan kecupan manis di pipi kanan Alaric.
Kemudian, mereka mengecup pipi Alaric secara bersamaan dari sisi yang berbeda, sambil mengeratkan pelukan tangan kecil mereka ke tubuh Alaric. Mendengar hal itu Alaric tersenyum, setelah kepergian cinta pertamanya hanya mereka yang Alaric punya sebagai sumber kebahagiaan, hanya mereka yang Alaric percaya sebagai teman untuk saling menguatkan.
Begitu juga sebaliknya, bagi Kean dan Kian Alaric adalah obat dari duka yang mereka rasakan, meskipun mereka masih kecil tapi mereka sudah paham jika sekarang orang tuanya sudah tidak ada, meskipun mereka mempunyai anggota keluarga lain di Jerman tapi Alaric yang mereka percaya, bagi mereka Alaric adalah penawar setiap kerinduan mereka kepada ayahnya, jadi kehilangan Alaric sama dengan kehilangan ayah untuk yang kedua kalinya bagi mereka.
“Uncle, juga sayang kalian” ujar Alaric, sambil mendaratkan kecupan di dahi keduanya, dan ikut mengeratkan pelukan pada dua tubuh mungil yang sudah memeluknya sejak tadi.
“Janji Uncle, jangan pernah meninggalkan kami sama seperti Mom dan Dad meninggalkan kami” ujar Kean dengan matanya yang sudah terlihat berkaca – kaca.
“Tentu, Uncle tidak akan mungkin meninggalkan kalian, Uncle janji akan selalu bersama kalian, oke” ujar Alaric, sambil menengadahkan kepala setelah mengecup dahi Kean sebelumnya, untuk menghalau air mata yang selalu ingin tiba – tiba keluar, saat melihat Kean dan Kian tiba – tiba sedih membahas kedua orang tuanya yang sudah tiada.
Keduanya langsung mengangguk, melihat hal itu Alaric tersenyum kemudian mereka mengeratkan pelukannya, dalam momen seperti ini Alaric selalu berusaha mengingatkan dirinya sendiri jika Kean dan Kian memiliki luka yang jauh lebih besar darinya. Dia hanya kehilangan seseorang yang dia cintai dalam rentang waktu yang masih singkat sedangkan mereka kehilangan orang tua diusia mereka yang masih sangat belia.
“Uncle Kean ingin melihat Denosaurus !”
“Kian ingin melihat Jerafah Uncle !” ujar keduanya secara bergantian, mata mereka menatap Alaric penuh harap, namun dengan sengaja Alaric menggelengkan kepala lalu menutup matanya lagi, hal itu tentu membuat keduanya berteriak tidak rela jika Alaric yang sudah mereka bangunkan dengan susah payah harus tidur lagi, dengan kekuatan terbesar yang mereka miliki, mereka langsung mengguncang tubuh Alaric lagi.
Namun, ternyata hal itu tidak berpengaruh apapun pada pamannya, sampai akhirnya mereka lebih memilih menghentikan guncangan tangan mereka pada tubuh Alaric, mereka saling menatap lalu tiba – tiba tedengar suara tangis Kian dan teriakan Kean memanggil neneknya, untuk mengadukan jika Kian menangis karena ulah pamannya.
Lalu setelah nenek mereka yang tidak lain ibu kandung Alaric sendiri, akan menjewer telinga Alaric. Coba katakan seberapa jahil dan cerdasnya otak dua keponakannya, hingga dia usia mereka yang baru genap lima tahun, bisa menyusun rencana seunik itu.
“Oke, oke Uncle bangun tapi, berikan Uncle satu kecupan dulu sayang”
Tanpa banyak menolak, mereka langsung mendaratkan sebuah kecupan dipipi Alaric dari dua sisi berbeda, mendapatkan kecupan itu hati Alaric menghangat. Berada didekat dua keponakaannya, Alaric selalu mempunyai alasan untuk tersenyum, selalu ada tingah mereka yang membuat Alaric ingin tertawa dan melupakan bebannya.
Alaric berjanji kepada diriya sendiri jika dia tidak akan melepaskan Kean dan Kian karena bagi Alaric mereka berdua adalah sumber kakuatan sekaligus sumber kebahagiaanya, mereka adalah harta yang tidak ternilai harganya, begitu pula sebaliknya.
“Ayo kids sebelum kita berjelajah, ayo kita mandi agar Kean dan Uncle ganteng dan Kian prinncessnya Uncle cantik, oke”
Mendengar kata mandi Kean dan Kian langsung berlari menuju kamar mandi, Alaric hanya mampu menggelengkan kepala saat melihat tingkah dua keponakannya yang sangat senang, karena bagi mereka mandi bersama Alaric sama halnya dengan bermain air.
Alaric menyusul mereka menuju kamar mandi, disanalah Alaric bisa melihat Kean dan Kian yang sedang saling balas mengguyur air dengan piyama tidur yang masih mereka gunakan, keduanya menoleh saat menyadari kehadiraan Alaric sudah masuk kedalam kamar mandi.
“Serang uncle Al !!!”
“Seraaaaang !!!”
Alaric ikut berteriak dan segera melangkah kakinya mendekati tubuh Kean dan Kian, kemudian dia mengangkat tubuh Kian dan Kean kedalam gendongannya, untuk sesaat kedua anak kecil itu tertawa kemudian mereka berusaha memberontak agar bisa turun dari gendongan pamannya.
Namun, sepertinya Alaric tidak berniat melakukan hal itu, Alaric langsung memasukan tubuh keponakannya kedalam beth up lengkap dengan piama yang masih mereka gunakan, keduanya lagi – lagi tertawa.
“Angkat tangan !!”
Suasana langsung berubah hening, dua bocah itu langsung mengangkat kedua tangan mereka saat Alaric menodong mereka menggunakan tangan yang dibentuk pistol, rasanya Alaric ingin sekali tertawa, dia tidak menyangka pada dirinya sendiri diusianya yang sudah menginjak 37 tahun, bisa – bisanya dia bertingkah konyol layaknya bocah seumuran dengan keponakannya.
“Buka pakaian kalian !!!”
Keduanya langsung menurut, mereka langsung membuka pakaian mereka dengan kompak, mereka sangat mirip seperti penjahat yang berhasil diringkus oleh polisi, melihat dua keponakannya Alaric mengulas sebuah senyum tipis.
Bersama dua keponakannya Alaric selalu bisa menemukan dunia baru, mereka seakan membawa Alaric pergi meninggalkan segala permasalahan hati dan juga kehidupan yang kadang membebani pikirannya, mereka seakan memberikan harapan dan celah untuk bisa menikmati kehidupan menggunakan cara mereka yang sederhana.
Lamunan Alaric seketika buyar saat dia merasakan cipratan – cipratan air mengenai tubuhnya, Alaric menoleh kearah Kean dan Kian yang sedang cekikikan, karena mereka sudah berhasil menganggu pamannya yang sedang melamun. Alaric tersenyum penuh arti, kemudian dia ikut membalas, mencipratkan air pada keponakan – keponakannya, hingga akhirnya mereka bermain ciprat – cipratan air.
“Ayo Kian kita harus bisa melumpuhkan musuh, jangan biarkan dia menang jika kau tidak ingin dihukum kelitikan nanti”
Kean memberikan intruksi kepada adiknya dengan kedua tangan yang masih sibuk menyipratkan air kearah Alaric, mendengar perkaataan Kean rasanya Alaric ingin sekali tertawa kencang saat menyadari jika mereka berjuang keras menyerang Alaric karena mereka tidak ingin dikelitiki.
Karena memang itulah janji yang sudah mereka sepakati, jika Alaric berhasil meringkus tubuh Kean dan Kian kedalam dekapannya, maka Alaric yang akan mengelitiki mereka, hingga akhirnya mereka akan benar – benar menyerah dan begitu juga sebaliknya.
“Serang Uncle Al, serang Uncle Al, SERAAAAAAAANG !!!”
Kian ikut berteriak dengan suaranya yang terdengar cempreng, tangannya masih sibuk menyipratkan air kearah Alaraic, sedangkan Alaric hanya tertawa sambil berusaha menangkis setiap cipratan air yang dicipratkan Kean dan Kian kepadanya. Hingga tanpa Alaric sadari, Kean sudah berdiri dibelakang tubuhnya sambil memegang tangan Alaric seperti polisi yang berhasil meringkus penjahat dan itu tandanya Alariclah yang kalah.
Bocah laki – laki itu memerintahkan Alaric untuk duduk diatas closet, tangannya masih tetap berada dalam ringkusan Kean. Padahal, jika Alaric mau dia bisa melepaskam diri dengan mudah, hanya saja dia tidak ingin membuat dua keponakannya bersedih, maka dari itu Alaric lebih memilih untuk pasrah, dari dalam bath up Kian terlihat sangat antusias untuk turun dan menghampiri Alaric yang sudah diringkus oleh kakaknya.
Untuk sesaat gadis kecil itu hanya memandang Alaric dengan senyuman yang mengembang diwajahnya, kemudian dia mulai melangkan kaki kecilnya mendekat kearah Alaric dan saat itulah penderitaan Alaric dimulai.
Alaric bisa merasakan kelitikan kecil dari tangan Kian mulai mengerayami tubuhnya, Alaric tidak bisa menahan tawanya. Mereka tertawa bertiga, Alaric tertawa karena merasa kegelian sedangkan Kean dan Kian tertawa karena tertular tawa Alaric.
Kegiatan mereka yang sedang tertawa seketika terhenti saat melihat sosok perempuan yang sedang menatap mereka dengan tidak percaya dari ambang pintu kamar mandi yang sengaja tidak Alaric tutup. Melihat tatapan perempuan itu Kean dan Kian langsung duduk diatas pangkuan Alaric seakan mereka sedang meminta perlindungan.
“Yaampun Al, Kean, Kian apa yang kalian lakukan, cepat mandi ! jangan main air terus dan kamu Al kenapa tingkah kamu jadi mirip tingkah Kean dan Kian saat sedang bersama mereka”
“Karena kita adalah tim iyakan kids”
“TIIIM !!!”
Mereka berseru dengan kompak sambil mengangkat tangannya yang terkepal ke udara. Mendengar teriakan kompak mereka, senyuman Alaric mengembang dan dibalas sebuah gelengan kepala oleh sosok perempuan yang masih memperhatikan mereka didepan pintu kamar mandi.
“Selesaikan mandi kalian, setengah jam lagi kalian belum turun untuk sarapan aunty pastikan tidak ada jalan – jalan untuk hari ini”
Kedua mata Kean dan Kian membulat saat mendengar perkataan Naomi, sosok perempuan yang baru saja menegur mereka, kedua bocah itu langsung sibuk menggosok gigi, dan melakukan serangkaian kegiatan mandi lainnya. Alaric melirik kearah kakaknya, kemudian mereka mengulas sebuah senyum tipis melihat tingkah Kean dan Kian.
Setelah kepergian kedua orang tua mereka, baik Alaric, Naomi ataupun nenek dan kakek mereka selalu berusaha memperhatikan Kean dan Kian, mereka berusaha membuat keduanya lupa sejenak perihal kepergian kedua orang tua mereka.
Naomi berlalu meninggalkan kamar Alaric setelah melihat dua keponakannya yang sudah benar – benar mandi, tidak lama setelah itu Kean dan Kian sudah menyelesaikan acara mandi mereka, mereka langsung berlarian keluar kamar mandi kemudian kembali masuk kedalam selimut dan membungkus tubuh mereka dengan selimut, karena mereka merasa kedinginan mandi menggunakan air dingin. Memang jika mereka mandi bersama Alaric, tidak ada alasan lain selain sakit mereka akan mandi menggunakan air dingin.
Tidak lama setelah mereka keluar, Alaric menyusul dengan handuk yang melilit pinggangnya, dia langsung menggunakan pakaiannya dan bersiap secepat yang dia bisa, hari ini dengan setelan celana Jeans berwarna belel yang dipadukan dengan kaos polos berwarna hitam, dan dilapisi dengan kemeja kotak – kotak berwarna hitam kombinasi abu – abu yang digulung hingga siku, serta topi berwarna hitam yang dikenakannya ditambah sepatu kets berwarna abu – abu.
Membuat tampilan Alaric terlihat tampan dan tidak akan ada yang menyangka jika dia berusia 37 tahun. Setelah merasa jika dia sudah siap, Alaric langsung menarik selimut membuat mata dua keponakannya yang sudah terkantuk – kantuk seketika terbuka, mereka langsung turun dari atas ranjang kemudian berjalan menuju kamar mereka diikuti Alaric dibelakangnya.
Keduanya berusaha menyamakan penampilannya dengan Alaric, Kean yang berusaha menyamakan persis penampilannya dengan Alaric sedangkan Kian hanya memakai gaun berwarna hitam dengan kombilnasi abu – abu yang kebetulan dia punya.
Alaric hanya memperhatikan mereka dalam diam, dia sengaja membiarkan Kean dan Kian belajar berpakaian dan bersiap – siap sendiri agar mereka bisa mandiri, baru jika ada yang terlihat tidak rapi dia yang akan membertulkannya.
Setelah merasa sudah siap mereka langsung menuruni anak tangga. Kean dan Kian, Alaric gandeng dari sisi berbeda, ketiganya berjalan beriringan menuju meja makan yang ternyata sudah dihuni oleh kedua orang tuanya, kakak dan kaka iparanya.
Melihat Alaric bersama Kean dan Kian mereka yang berada dimeja makan hanya mampu mengulas sebuah senyum tipis, ketiganya dengan kompak langsung duduk berjajar dengan Alaric yang berada ditengah – tengah mereka, dengan telaten Alaric mengambilkan makanan keatas piring mereka dan setelah itu mereka yang akan makan sendirian.
“Istrinya kemana, Mas ?”
“Kamu sudah pantas menjadi seorang ayah Al, kapan kamu akan memberikan Mommy menantu”
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Alaric, dia hanya terkekeh mendengar godaan kakaknya dan pertanyaan ibunya. Inilah yang paling Alaric hindari, todongan pertanyaan kapan menikah, dia belum siap mendapat pertanyaan itu karena Alaric merasa hatinya masih perlu disembuhkan, dia tidak ingin menyakiti hati istrinya nanti saat menngetahui jika Alaric menikah dengannya saat dalam keadaan hatinya yang masih mencintai orang lain.
***
Setelah mereka berkunjung ke kebun binatang Zoologiseher Garten, salah satu kebun binatang terbesar dan memiliki spesies hewan terbanyak yang ada di Berlin. Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke Museum Fur Naturkunde, museum yang memiliki kerangka denosaurus terlengkap dan terbanyak di Jerman, dengan kedua tangan mereka yang masih digandeng Alaric, mereka berjalan mengelilingi museum yang sangat luas.
Sesekali keduanya akan berceloteh ria menceritakan jenis – jenis kerangka denosaurus yang mereka ketahui namanya, sampai saat mereka menemukan kerangka denosaurus tirex, tiba – tiba Kean melepaskan tangannya yang berada dalam gandengan Alaric. Kean mencondingkan tubuhnya, menyamakan posisi dengan kerangka Denosaurus yang ada dihadapannya. Kemudian, dia mengeluarkan suara yang tentu akan terdengar mengerikan jika keluar dari mulut denosaurusnya langsung.
Namun, jika Kean yang memperagakan bukannya takut tapi malah membuat Kian, Alaric dan beberapa orang yang ada disana terkekeh kecil melihat tingkah Kean.
Kean, Kian dan juga Alaric tertawa kecil bersama saat Kean sudah selesai memperagakan Denosaurus tirex yang ada dibelakangnya. Namun, tidak tahu apa yang dilakukan Kean hingga dia tertawa sambil berjalan mundur hingga dia menubruk tubuh seseorang dibalakangnya.
Alaric bisa melihat Kean yang seketika berhenti tertawa, matanya menatap seseorang yang berdiri dihadapannya. Sekilas yang Alaric dengar, hanya sebuah permintaan maaf yang mampu Kean katakan dengan kepala tertunduk, mungkin karena dia takut akan dimarahi.
Namun, ternyata bukannya marah orang ditabrak Kean itu tiba – tiba berjongkok, tangannya membelai kepala Kean dengan penuh kasih sayang, dari bibirnya terbit sebuah senyuman.
“Kenapa kamu yang meminta maaf seharusnya aku yang minta maaf, apakah kamu tidak apa – apa ?”
Kean melirik Alaric yang masih berdiri tidak jauh dari posisinya, kemudian dia kembali menatap sosok perempuan yang sedang berjonngkok dihadapannya. Kean menggelengkan kepala, membuat senyuman mengembang diwajah perempuan itu, dia kembali bangkit dan menggandeng tangan Kean, membawa anak itu mendekat kearah Alaric yang masih terpaku ditempanya, menatap setiap pergerakan yang dilakukan perempuan yang sekarang sudah berada dihadapannya.
“Ah saya minta maaf karena keponakan saya sudah menabrak anda tadi”
“Ya saya juga salah tadi”
Lagi – lagi Alaric kembali terpaku ditempatnya saat matanya menatap mata perempuan yang berada dihadapannya, tatapan mata yang memancarkan aura ketenangan yang berhasil membuat Alaric merasa nyaman.
Setelah sekian lama Alaric bisa kembali melihat tatapan mata itu, tapi dari orang yang berbeda. Alaric hanya mampu menatap kepergian perepuan itu dengan tatapan yang tidak dapat dialihkan, dari tubuh wanita yang beberapa menit lalu berdiri dihadapanya.
Perempuan itu benar – benar berhasil membawa Alaric kembali terbang kamasa lalunya yang sedang berusaha dia lupakan, tatapan matanya yang menenangkan, senyumannya yang terlihat tulus, penampilannya yang tertutup dengan kerudung yang membungkus kepalanya.
Sungguh, baik dia yang berada dimasa lalunnya atau dia yang baru saja pergi dari hadapannya, berhasil membuat Alaric merasakan sebuah kenyamanan.
Namun, tanpa Alaric tanya sekalipun, Alaric tahu jika perempuan itu mempunyai perbedaan yang sama seperti perbedaan yang dulu tercipta antara dirinya dan juga perempuan dimasa lalunya. Karena mereka dengan segala kelembutan dan kesederhanaannya, selalu berhasil membuat Alaric merasa terpikat, sekaligus sadar jika dia tidak dapat memilikinya.
Alaric mengalihkan tatapannya kearah Kean dan Kian yang masih berdiri disampingnya, mereka terlihat kebingungan menatap Alaric yang masih berdiri terpaku manatap arah kepergian perempuan yang bahkan tidak dia ketahui namanya.