Seandainya Allah memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk memilih siapa jodohnya mungkin semua orang akan dengan antusias meminta dengan siapa dia ingin dijodohkan. Namun, siapa jodoh kita dengan siapa kita berjodoh semua itu sudah diatur sejak kita berada didalam kandungan, setiap orang sudah mempunyai perjanjian dengan tuhannya.
Allah selalu mempunyai berbagai cara paling indah, dan paling unik untuk mempersatukan setiap orang yang semula tidak saling mencintai menjadi saling mencintai, atau mempersatukan setiap orang berjauhan menjadi dekat dan saling mencintai karena itulah kuasanya yang mempunyai cinta begitu luas. Namun, jangan lupakan jika Allah juga mempunyai berbagai cara untuk memisahkan sebuah hubungan, menghapuskan sebuah perasaan dari hati seseorang.
Setelah menghabiskan waktu hampir seharian penuh dan pulang dengan sebuah senyuman yang mengembang diwajah dua keponakannya, Alaric lebih memilih untuk langsung masuk kedalam kamarnya. Rasa lelah yang dirasakan tubuhnya seakan terbayar dengan senyum bahagia yang tercetak dibibir Kean dan juga Kian, Alaric menjatuhkan setengah tubuhnya diatas ranjang dengan kakinya yang dia biarkan menjuntai kelantai.
Matanya menatap langit – langit kamar, mengingat kegiatannya hari ini, Alaric tiba - tiba teringat pada sosok perempuan yang dia temui di museum tadi. Perempuan itu benar – benar berhasil membuat Alaric merasa terpikat.
Senyumnya yang terlihat sangat tulus, matanya yang memancarkan aura kelembutan, sikapnya yang lembut dan juga penyayang, penampilannya yang sederhana dan juga tertutup berhasil membuat Alaric merasa terpikat sekaligus bernostalgia kembali kepada sosok perempuan yang masih sangat dia cintai.
Alaric yakin, jika mereka pasti menganut keyakinan yang sama dan hal itu membuat Alaric merasa aneh kepada dirinya sendiri kenapa dia selalu terpikat dengan perempuan yang jelas memiliki pegangan dan pandangan hidup berbeda dengannya. Karena jika mereka berhasil saling mendekat hanya ada perpisahan yang akan menyakiti hati keduanya atau bahkan salah satu dari keduanya, sama persis seperti yang sudah dialami Alaric sebelumnya.
Alaric tersenyum, saat mengingat dirinya sangat begitu mencintai perempuan yang sekarang sudah pergi kenegara asalnya dan mungkin sudah hidup bahagia bersama anak – anak dan juga suaminya. Sekarang setelah kepergian perempuan itu takdir kembali mempertemukannya dengan perempuan yang memiliki banyak kemiripan dengannya, dan lagi – lagi Alaric kembali merasa terpikat oleh perempuan itu.
“Kamu sehatkan malam – malam begini senyum – senyum sendiri Al”
Alaric melirik kearah pintu kamarnya yang ternyata sudah terbuka dan memperlihatkan sosok perempuan yang sudah mengandung dan melahirkannya, perempuan itu berjalan mendekat kearah Alaric kemudian mendudukan tubuhnya disamping tubuh putranya, Alaric tersenyum kemudian bangkit dari posisi berbaringnya.
“Kapan kamu akan menikah jika setiap hari kamu bekerja, sekalinya kamu punya waktu luang kamu habiskan untuk bermain bersama anak – anak, sekarang sudah saatnya kamu mengurus dirimu sendiri, biarlah anak – anak ada kita semua yang mengurusnya, kadang – kadang melihat kamu yang masih betah sendiri diusiamu yang sekarang mommy meragukan jika kau pria normal”
Mendengar pernyataan sang ibu sontak membuat mata Alaric membulat, bagaimana bisa perempuan yang sudah merawatnya sejak masih dalam kandungan meragukannya sebagai laki – laki, biar bagaimanapun Alaric normal dia pria penyuka lawan jenis bukan sesama jenis. Alaric memajukan bibirnya seabagai bukti jika dia merajuk atas perkataan mamanya yang meragukan jiwa kelaki – lakiannya.
“Jenny sudah lama mencintaimu, Mommy dan orang tuanya berniat untuk menjodohkan kalian, sebelum Mommy benar – benar melakukannya Mommy tanya kamu mau tidak dijodohkan dengan Jenny”
Alaric nampak berpikir setelah dia mendengar perkataan ibu kandungnya itu. Namun, bukannya memikirkan pertanyaan yang dilontarkan nyonya Friedrick Alaric malah berpikir kenapa dia tidak menjatuhkan perasaannya kepada Jenny saja, perempuan yang Alaric tahu sangat mencintainya.
Perempuan yang mempunyai keyakinan sama dengannya dan perempuan yang jelas akan diterima dengan baik oleh kedua orang tuanya. Selesai dengan pemikirannya Alaric melirik kearah perempuan yang masih duduk disampinya dengan tatapan matanya yang masih menatap Alaric.
“Mom sebelum Alaric jawab bolehkah Alaric tanyakan sesuatu ?”
“Tentu apa itu Al ?”
“Apa yang akan Mommy dan Daddy lakukan jika aku memilih seorang perempuan berbeda keyakinan denganku dan aku lebih memilih untuk ikut keyakinannya dan meninggalkan keyakinanku ?”
Mendengar pertanyaan Alaric yang terasa sangat aneh ditelinganya, nyonya Friedrick menatap Alaric dengan tatapan yang sulit diartikan, hal itu berhasil membuat Alaric bergerak tidak nyaman atas tatapan yang dilakukan Ibunya sendiri, kemudian perempuan itu membawa tangan Alaric kedalam genggamannya.
“Mommy dan Dad pasti akan kecewa kepadamu, apalagi Daddy dia pasti akan merasakan sebuah kekecewaan paling besar jika kamu sampai melakukan apa yang kamu katakan tadi, kamu adalah putra kebanggan Mommy dan Daddy, apalagi Daddy mu meskipun terkadang sikapnya terlihat acuh tidak acuh tapi percayalah jika dia merupakan orang yang paling sayang dan paling perhatian terhadapmu, jadi Mommy minta jangan pernah membuatnya kecewa, Mommy tanya apakah kamu berniat melakukan apa yang kamu tanyakan ?”
Alaric menggelengkan kepalanya kemudian dia berusaha memaksakan sebuah senyuman terbit dibibirnya, Alaric pikir mungkin kepergian perempuan dimasa lalunya adalah salah satu cara yang sudah tuhan lakukan agar tidak membuat Alaric bertindak mengecewakan kedua orang tuanya. Sekarang tugasnya hanya menyembuhkan luka didalam hati yang tidak kasat mata.
“Sebelum Al bertunangan bisakah Alaric dan Jenny melakukan pendekatan, meskipun Al dan Jenny sudah terhitung dekat tapi Al ingin bisa lebih mengenal Jenny sebelum dia menjadi tunangan Al”
Mendengar jawaban dari putra bungsunya senyuman nyonya Friedrick merekah, dia menangkup kedua pipi Alaric kemudian mencium dahi putranya. Setelah itu dia beralu pergi meninggalkan Alaric sendirian dikamarnya.
Alaric tidak tahu apakah keputusannya benar atau tidak, karena yang ada dalam pikiran Alaric sekarang adalah bangkit dari jatuhnya berusaha sembuh dengan menghadirkan sosok yang bisa dijadikan obat untuk hatinya yang sedang terluka.
***
Hari ini setelah berbicara serius mengenai kelangsungan hubungannya dengan Jenny bersama dengan ibu kandungnya, Alaric sengaja mengundang Jenny untuk makan siang diruangannya, hanya diruangannya karena hari ini dia sedang sangat – sangat sibuk, tapi dia juga perlu cepat bertemu dengan Jenny, akhirnya Alaric memutuskan untuk mengajak perempuan itu untuk makan siang diruangannya saja.
Setelah 10 menit berlalu, orang yang Alaric panggil melalui telepon sekarang sudah masuk kedalam ruangannya. Mendengar suara pintu yang terbuka dan derap langkah yang perlahan mendekat kearahnya berhasil membuat kepala Alaric yang semula hanya fokus manatap layar computer, menatap kearah perempuan yang sekarang sedang berjalan dengan anggun kearahnya.
Dia terlihat anggun dengan gaun berwarna merah muda yang membungkus tubuh rampingnya, rambutnya yang berwarna sedikit keemasan degan panjang yang hampir mencapai pinggang terayun seiring kakinya melangakah. Senyuman manis yang tercetak indah diwajahnya tidak bisa dipungkiri jika hal itu menambah kadar kecantikanya.
“Haaai”
Hanya kata itu yang mampu Alaric ucapkan untuk menyambut kehadiran perempuan yang sudah lama tidak ditemuinya, Jenny merupakan teman masa kuliah Alaric, yang Alaric ketahui tentang Jenny perempuan itu adalah adalah perempuan yang cerdas, baik, dan juga cantik.
Mereka tidak pernah dekat tapi Jenny pernah Alaric ajak kerumah karena memang kebetulan mereka sering kebagian tugas satu kelompok. Tapi ternyata diluar itu, Jenny dengan ibunya kerap kali bertemu tanpa sepengetahuannya Alaric hal itu membuat Jenny dan Ibu Alaric menjadi dekat.
“Maaf Jen, sekarang aku hanya bisa mengajak mu makan siang diruanganku saja karena sekarang pekerjaanku sedang banyak sekali, sedangkan aku benar – benar butuh bicara bersamamu secepatnya”
“Tidak masalah, bagiku dimanapun kita makan yang penting perutku kenyang, aku duduk disini ya biar enakan ngobrolnya”
Satu lagi yang Alaric lupakan tetang Jenny dia merupakan sosok perempuan yang sangat pintar mencairkan suasana, padahal saat masuk ruangannya tadi Alaric bisa melihat ada gurat kecanggungan yang tercipta dari pergerakan Jenny namun sekarang perempuan itu sudah berhasil menghapus kecanggungan yang terpcipta pada dirinya bahkan juga pada diri Alaric. Dia duduk dikursi yang berhadapan dengan meja Alaric, meskipun diruangan Alaric tersedia sebuah sofa.
“Aku sudah memesan makan siang untuk kita, kita hanya perlu menunggu beberapa menit”
Perempuan itu hanya menganggukan kepalanya, dia menatap sekelilingnya seakan sedang menelisik keadaan ruangan Alaric, sesekali Alaric melirik perempuan yang sekarang sedang berada dihadapanya. Hingga suara ketukan pintu berhasil membuat perempuan itu menoleh dan bangkit dari posisi duduknya, ternyata itu adalah seketaris Alaric yang mengantarkan makanan pesanan Alaric.
Alaric pikir Jenny akan meminta sekertarisnya menyimpan diatas meja, tapi ternyata perempuan itu lebih memilih mengambil alih makanan yang dibawa sekertarisnya diambang pintu, seakan tidak memberikan celah sedikitpun kepada orang lain untuk masuk kedalam ruangan Alaric saat mereka sedang bersama.
“Aku dengar kata Mommy kamu sangat suka Pizza baik itu pagi, siang ataupun malam, benarkah ?”
Dia menganggukkan kepalanya dengan semangat, tangannya mulai mengabil sepotong pizza dan siap memasukkan kedalam mulutnya, siang ini Alaric hanya memesan spageti dan pizza untuknya dan juga untuk Jenny.
Sebelum memesan Alaric memang bertanya kepada Mommynnya tentang makanan apa yang harus dia pesan untuk makan siang Jenny dan pizza adalah makanan yang paling mamanya rekomendasikan.
Dengan matanya yang masih fokus melihat layar monitor Alaric bisa melihat jika sekarang tangan perempuan itu sudah bergerak hendak mengabil potogan kedua pizza untuk dimasukan kedalam mulutnya, Alaric tersenyum kecil saat melihat betapa Jenny menikmati pizza yang sudah dipesannya, setidaknya langkah awal yang sudah Alaric lakukan tidak salah untuk membuka hatinya dengan perempuan lain.
“Al kenapa kau tidak segera makan”
“Ah ya sebentar lagi aku makan, sedikit lagi ini selesai”
Mendengar hal itu Jenny baru mengingat perkataan ibu dari laki – laki yang sekarang berada satu ruangan dengannya, yang mengatakan jika putranya ini sangat suka bekerja, ketika dia bekerja dia akan melupakan segalanya, dan ucapan itu terbukti dia lebih mengutamakan untuk menyelesaikan pekerjaannya yang katanya sedikit lagi dari pada memakan makan siangnya terlebih dahulu.
Jenny melangkan kakinya mendekat kearah Alaric dengan sepotong pizza yang dia bawa ditangannya, dia memutar kursi yang sedang diduduki Alaric menjadi manghadap kearahnya yang sedang berdiri disamping sebelah kiri Alaric, melihat perlakuan Jenny Alaric hanya mampu menatap Jenny bingung hingga sepotong pizza berhasil masuk kedalam mulutnya dan dia gigir sebagian.
Alaric mengunyahnya dan setelah tertelan seperti layaknya seorang yang terhipnotis mulut Alaric kembali terbuka saat Jenny menyodorkan kembali sisa pizza yang sempat Alaric gigit tadi. Hingga tubuh Alaric terlihat terpaku saat dia merasakan ada sebuah kecupan yang baru saja mendarat diujung bibirnya.
“Ada saus yang mengotori bibirmu Al jadi aku membersihkannya”
Alaric hanya mampu menggelengkan kepalanya saat dia mendengar kekehan kecil saat perempuan itu selesai mengucapkan kalimatnya, Alaric berniat kembali memutar kursinya dan melanjutkan perkerjaannya yang tinggal sedikit.
Namun, tangan Jenny menahan kursinya hingga membuat Alaric tetap berada diposisi yang sama, tiba – tiba perempuan itu mendudukan tubuhnya diatas pangkuan Alaric, dia menyandarkan kepalanya pada d**a bidang Alaric, tangannya melingkar memeluk tubuh Alaric yang sedang terduduk.
“Kamu boleh mengatakan jika aku perempuan murahan Al, tapi aku hanya ingin berkata jujur kepadamu jika aku mencintaimu sejak kita masih duduk dibaangku kuliah, aku sering menatapmu yang lebih sering dekat dengan perempuan berjilbab itu, karena aku hanya bisa berdekatan denganmu saat kita kebetulan mendapat tugas satu kelompok saja, dan saat beberapa bulan lalu Mommy kamu dan Mommy aku yang ternayata bersahabat dan berniat menjodohkan kita aku benar – benar sangat bahagia , dan ajakan makan siang kamu semalam berhasil membuat aku hampir tidak bisa tidur karena tidak kuat menunggu hari ini”
Jenny menegakan tubuhnya yang masih terduduk diatas pangkuan Alaric, dia mendekatkan wajahnya dengan wajah Alaric dan mendaratkan sebuah kecupan bibir laki – laki yang sudah lama dia cintai itu, kemudian dia kembali menyandarkan tubuhnya dibahu Alaric, tidak ada yang Alaric lakukan, dia hanya diam mendengarkan kalimat yang akan Jenny kembali katakan kepadanya.
“Bisakah kita memulai sebuah hubungan baru lebih dari sekedar teman mulai sekarang Al”
Jenny kembali mendongakkan wajahnya menatap wajah Alaric yang ternyata sedang menatapnya juga, laki – laki itu bergerak menyatukan dahinya dengan dahi Jenny hingga membuat hidung mancung keduanya saling bersentuhan, dan tangan Jenny sejak tadi melingkar memeluk tubuh Alaric.
“Aku hanya memintamu satu hal Jen, bersediakan kamu menjadi obat untuk sebuah luka yang ada dihatiku, bersediakan kamu menungguku hingga luka ini benar – benar sembuh dan bersediakan kamu membantuku belajar untuk mencintaimu ?”
Jenny menganggukkan kepalanya dengan sebuah senyuman yang mengembang diwajahnya saat dia mendengar penuturan Alaric, dan tanpa Alaric sadari perempuan itu lagi – lagi mencium bibirnya, bukan sebuah kecupan singkat tapi sebuah ciuman yang mempunyai sebuah durasi seakan dengan cara itu dia sedang mengutarakan betapa besarnya rasa cinta yang dia miliki untuk Alaric, semantara tangan Alaric yang semula diam perlahan mulai bergerak memeluk tubuh wanita yang berada dalam dekapannya.
“Jadi sekarang kita pacaran ?”
Tanya Jenny yang dibalas sebuah senyuman diiringi anggukan kepala dari Alaric, melihat hal itu Jenny semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Alaric, hari ini dia benar – benar bahagia, karena hati perempuan mana yang tidak akan merasa bahagia saat dia sudah mendapatkan sebuah titik terang untuk kelangsungan hubungannya bersama laki - laki yang dicintainya.