Agata POV.
"Saya tidak suka dengan maid itu! dia mengambil minuman saya yang ada di kulkas! Dia juga memakai sikat gigi saya untuk menyikat toilet! dia bodoh dan tidak bisa bekerja! Pokoknya saya akan tuntut artika! kalian menyediakan maid dengan tanpa pelajaran yang benar. Atitude yang tidak baik. Dia juga tidak bisa berbahasa inggris! Saya ngomong apa dia ngomong apa. Pokoknya saya rugi sudah bayar dia!"
Aku hanya bisa terdiam, ketika seorang majikan datang dengan membawa maidnya. Padahal ia baru tiga bulan berada di rumah majikannya. Ku lihat maid yang menunduk dengan wajah pias itu. Dia terlihat kurus, kucel, dan juga bau sekali. Apakah dia tidak pernah mandi?
"Lina! kamu pergi ke ruang maid, mandi dan ganti baju!" suruhku dengan menggunakan bahasa mereka. Biar ku kasih tahu, bahwa negara kami menerima calon asisten rumah tangga dari empat negara. Indonesia, Mianmar, Philipina, dan India.
"Ya, mis." dia pun pergi ke ruang maid.
"Tuan Helmi, silakan duduk dan diminum tehnya." ku berikan teh hijau hangat berserta dua potong red velvet.
Dan laki laki itu menghela napas dalam. Dia pun duduk dengan tenang. Tangannya terulur meraih cangkir berisi teh hijau itu, menyesapnya perlahan dengan kedua matanya yang terpejam selama beberapa saat.
"Apakah sudah tenang?" tanyaku dengan senyuman tulus yang aku buat semanis mungkin.
Dia terlihat terdiam selama beberapa saat. Dia tersenyum padaku. "Saya tidak apa yang barusan saya katakan. Tapi bertemu mis agata, semuanya menjadi lebih baik."
"Artika sedang meminta maaf, pada Tuan. Kami agak ceroboh, kami sungguh menyesal. Kami akan berikan beberapa maid yang sangat berpengalaman. Ada Ex sini, jadi dia pernah bekerja di sini selama dua tahun. Dia baru saja datang ke negara kita. " ku print tiga poto maid yang memang baru saja datang ke negara ku. Dia bersala dari India.
"Dia mera, berumur tiga puluh tahun. Dia pernah kerja di Arab Saudi, selama lima tahun. Dia pintar berbahasa inggris. Saya yakin dia akan nyambung dengan Tuan." kuperlihatkan potonya.
Laki laki itu sedang mengunyah red velvet, tangannya terulur pada poto itu. "Dia ngurus apa di arab saudi?" tanya nya.
"Dia mengurus rumah, memasak, dan menjaga seekor singa."
Laki laki itu tersedak red velvetnya. "Dia memelihara singa?" beonya.
Aku terkekeh. "Anak singa." ralatku.
Dia manggut manggut. "Baiklah. Dia sepertinya sangat cekatan."
"Ex arab saudi memang sangat cekatan. Mereka kerja dengan sangat keras. Tuan pernah melihat, kalau rumah di sana sudah seperti istana? Nah, kadang mereka membersihkannya sendirian. Tuan pasti akan sangat puas dengan kinerja nya." Sebagai Agent kita memang dituntut untuk bisa selalu tersenyum dan menangani para majikan yang sedang marah marah itu, dengan kepala dingin. Harus bisa mempromsikan para maidnya dengan sebaik baiknya. Meskipun kadang berbeda dengan kenyataannya. Tapi bukankah ketika kita berdagang, kita akan menutup kekurang para calon pembelikan? itu pula yang sedang dilakukan kami. Betapa pun saat ini aku sedang bad mood gara gara Ranvier. Aku harus tetap tersenyum dan melupakan laki laki itu selama aku berada di sini.
"Mis agata sangat baik. Saya mungkin tidak akan setenang ini sekarang. Kalau bukan karena mis agata." setiap majikan laki laki yang datang ke sini, pasti akan mengatakan itu. Bukan nya melebih lebihkan. Tapi mereka selalu berkata 'Saya bisa tenang hanya dengan menatap wajah mis agata. Saya sangat suka berada di artika,' dan mungkin karena itu pula, kenapa Ranvier menginginkan aku berada di sini. Aku bisa membuat amarah para majikan itu menguap hanya karena senyuman yang aku sunggingkan.
"Terima kasih, Artika akan melayani anda dengan sangat baik."
"Baiklah, kalau begitu. Ijinkan saya melihat maid itu. Saya ingin berkomunikasi dengannya lebih baik. Sehingga dia bisa bekerja di rumah saya dengan baik."
"Baiklah." aku pun segera memanggil perempuan yang bernama Mera yang berasal dari India itu.
"Mera, kemari. Ada calon majikan yang ingin berbincang dengan kamu." panggilku pada nya.
Dan perempuan yang sedang duduk bersama teman temannya itu pun menghampiri dengan tangan yang ia letakan di belakang punggung.
Lalu Tuan Helmi pun mulai berbicara dengannya. Saat pertemuan pertama ini, para majikan biasanya akan bertanya apa saja yang disukai oleh maid, apa saja yang pernah dikerjakan maid di tempat yang lama. Juga bertanya mengenai kesanggupan maid pada pekerjaan yang akan dia berikan.
"Mis, agata. Saya rasa, saya memilih dia saja. Mungkin besok saya akan menjemputnya ke sini!" laki laki itu mendekat kembali ke meja ku.
"Baiklah, Tuan. Kalau begitu, silakan isi form nya." kuberikan form yang pertama dulu, mengenai pemulangan Lina. Jadi Tuan Helmi harus membayar sebesar 3000 dolar untuk Lina. Sedangkan untuk p********n maid baru, atau Mera. Maka Tuan Helmi harus menambahkan 2000 dollar. Biasanya mereka para majikan tidak akan pelit jika sudah bertemu dengan maid yang cocok dengan dirinya.
"Saya sudah menyelesaikan semuanya, Mis." Dia memberikan form nya, beserta jumlah uang yang sudah di tulis di sana. Aku pun menandatangani form perjanjian itu. Lalu kemudian Tuan Helmi, sebagai persetujuan akhir.
"Terima kasih sekali, mis agata. Saya akan berkunjung ke sini untuk bertemu dengan anda." Untuk apa? perjanjian kami sudah selesai. Dan aku lagi lagi hanya bisa mengatakan itu di dalam hati saja.
***
"Ayah!"
Langkah ku terhenti. Aku berada di sebuah taman. Maksudku, aku bukan lah sedang bermain di sini. Melainkan karena aku pulang paling belakangan. Jadi dari kantor Artika Home, ke LRT itu melewati sebuah taman.
"Apa kabar?" ku lihat Ranvier memeluk seorang lelaki yang terlihat kumuh dan kurus. Aku bersembunyi karena sangat penasaran padanya.
"Ayah baik sekali. Kenapa kamu di sini?" laki laki itu perlahan melepaskan pelukannya dan menatap wajahnya Ranvier.
"Ayo kita ke apartemen ku, Ayah. " ajak Ranvier dengan penuh cemas.
Namun laki laki itu menggeleng pelan. "Itu bukan rumah Ayah. Ayah tidak pantas tinggal di rumah bagus itu. Kalau kamu rindu sama ayah. Kamu datang lah ke rumah kita." entah kenapa, hatiku merasa terusik ketika melihat wajah seduhnya Ranvier.
"Di sana Ayah sendirian. Ayo ke apartemen ku, yah. Aku akan senang sekali bertemu ayah sepulang kerja."
"Tidak bisa, Nak. Ayah malu bertemu dengan ibumu. Ayah bukan laki laki yang bisa memberikan kemewahan seperti Ayah tirimu."
Lalu laki laki tua kurus dan kumuh itu pun pergi. Aku masih berada di tempatku. Aku sangat berharap kalau dia tidak akan mengetahuiku. Namun ...
"Keluar Kamu!"
Ah, bagaimana caranya dia tahu, kalau aku berada di sini. Dan karena itu lah aku pun keluar dengan menundukan wajah. Ranvier mendekat dengan senyuman yang selalu membuatku kehilangan napas. Aku sungguh tidak menyukainya. Tapi caranya berinteraksi denganku membuatku mati kutu dan lebur ke dalam pesonanya. Aku benci itu!
"Maaf, Vier. Aku hanya--"
"Apa jaminannya kalau kamu enggak akan bocorin ini!" Dia berada tepat di keningku. Dengan tatapan lekat yang begitu mengimintimidasi.
"Dengan seluruh jiwa dan raga ku, Vier."
Dia tersenyum miring. Tangannya mengangkat daguku, sehingga aku menengadah padanya, dan bertemu dengan kedua mata gelapnya. "Bagaimana kalau aku menginginkah lebih?"
"Ma-maksud nya?"
"Dengan tub--"
Dia mendengus kesal, karena ponsel yang menghentikan percakapan dengan ku. Mengangkat telpon itu, lalu.
"Apa!" dia terlihat panik.
"Ada apa Ranvier?"
Dia menatapku dengan helaan napas letih. "Yuni bunuh diri di penampungan!"