Setelah satu malam menjadi milik David, david yang sangat puas dan suka sekali dengan pelayanan Olivia meminta olivia menjadi miliknya pribadi. Bahkan david meminta madam, atasan olivia, untuk tidak mempekerjakan olivia pada pria lain.
*
"Ini, uang buat bayar kuliah dan sekolah kalian."
Olivia baru saja sampai di rumah, dengan setelan gaun bunga sedikit panjang dibawah lutut berwarna coklat pastel dan sebuah jaket kulit berwarna merah tua tapi berkilau. Kedua adik olivia yang sedang nonton film terbelalak dengan setumpuk uang yang dilempar oleh kakaknya dan mendarat keras di meja hingga membuat bunyi.
Brukkk...
"Wowwww..." mata barbara melotot. Begitu juga dengan daniel. Tangan keduanya menelusuri setiap sudut tumpukan uang itu. Uangnya sangat banyak dan tebal, entah berapa.
"Bagi dua. Itu juga harus kalian irit buat uang jajan atau simpan untuk keperluan mendadak sekolah kalian nantinya." olivia berjalan memasuki kamarnya.
Dia menaruh tas dan melepas jaketnya. Di kamar dengan ukuran yang tak terlalu luas, dengan cat dinding serba coklat muda. Olivia berjalan ke kamar mandi, dia memutar keran air dan menanggkup kedua tangan, menadah air itu dan membasuhkannya beberapa kali ke paras cantiknya.
Rasanya segar.
Setelah selesai mencuci tangan dan mencuci mukanya, olivia mengambil handuk untuk mengelap parasnya. Olivia kembali ke luar. Dia melihat kearah ruang tengah dimana kedua adiknya sedang membagi uangnya.
"Sama rata ya!" tegas olivia lagi pada mereka.
"Iya kak." saut keduanya.
Daniel membagikan beberapa lembar untuk barbara, lalu untuknya sendiri. Sampai sisa yang terakhir. Awalnya barbara membujuk kakak laki-lakinya itu untuk memberikan dolar terakhir itu untuknya. Tapi daniel tak mau.
"Kan kata kak oliv harus adil, bar. Seadil-adilnya, sama rata." kata daniel.
"Pelit banget sama adiknya sendiri." barbara cemberut menatap daniel.
"kakak tukarkan dulu, habis itu kita bagi dua." kata daniel yang disetujui oleh barbara.
Daniel keluar untuk membeli sesuatu. Sementara barbara melanjutkan menonton filmnya. Barbara sangat fokus dengan filmnya. Sebuah film penderita psycopat, laki-laki tampan gila yang kadang juga bisa manis, dengan si wanitanya yang sangat tulus dan polos.
"Gilak sih, kalau gak ganteng. Udah aku bunuh tuh." kata barbara kesal sendiri melihat filmnya.
Olivia senang melihat kedua adiknya itu akur. Dia juga lega berkat david dia bisa melunasi semua uang tunggakan sekolah kedua adiknya. Olivia beralih ke dapur. Biasanya jam sebelas siang mamanya sedang masak untuk makan siang nanti dan ternyata ketika olivia masuk ke dapur, dia menemukan mamanya sedang sibuk masak sendiri.
"Emmm.." olivia menghirup bau masakan mamanya yang sangat wangi.
"Masak apa ma?" tanya olivia yang memeluk mamanya dari belakang, lalu meninggalkan sebuah kecupan dipipi sang mama.
"Hai sayang, sudah pulang?" tanya sang mama mengusap pipi anak sulungnya yang pekerja keras itu dengan lembut.
"Iya ma. Hari ini kebagian berangkat sorean ma." kata olivia yang melepas pelukan sang mama dan beralih berdiri disamping sang mama.
"Biar oliv bantu ma." olivia menawarkan diri. Dia mengambil alih spatula yang sedang dipegang sang mama.
"Gak usah, duduk yang manis. Sana ikut nonton sama adek-adek kamu." kata mama olivia yang tak ingin anaknya makin capek, harus kerja banting tulang menghidupi mereka sekarang mau bantu masak. Mama olivia tak tega.
"Gak apa-apa ma." tapi olivia bersikeras. Mama olivia pun menyerah dan membiarkan anak sulungnya itu untuk menggantikannya memasak. Sementara mama olivia menyiapkan yang lain.
Mama olivia mengambil beberapa piring untuk dia tata di meja makan. Olivia sendiri menyelesaikan masakannya. Olivia pintar masak karena banyak belajar dari mamanya.
"Ra, bantuin mama dongg." teriak olivia dari dalam dapur.
"Iya kak, maaf." barbara langsung meninggalkan remote tv yang sejak tadi dia pegang. Barbara langsung menurut dan berlari ke dapur.
Barbara membantu mamanya untuk menata beberapa piring dan gelas. Lalu membuat minuman. Lalu menata masakan yang lain.
"Emm.. Enak. Kak oliv jago juga kayaknya.." kata barbara yang membawakan masakan olivia ke meja makan.
Pintu rumah mereka terbuka. Terdengar suara kaki yang berlarian. Setelah olivia lihat, ternyata itu Daniel yang masuk dan sedikit berlari.
"Makan siang dulu, niel." kata olivia pada daniel.
"Jangan lupa cuci tangan dulu." olivia lagi, mengingatkan daniel untuk mencuci tangannya.
"Siap kak."
Kedua adiknya ini sangat penurut pada olivia. Daniel menemui barbara dulu dan memberikan uangnya.
"Bagian kamu nih, ra." kata daniel menyodorkan beberapa lembar dolarnya.
"Thanks kak daniel pelit dan perhitungan." kata Barbara mengambil uang dari daniel sambil mengejeknya.
"Bodo. Ini namanya adil kayak kata kak oliv tau." jawab Daniel. Daniel langsung pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Barbara juga, setelah dia menyimpan uangnya dia ke kamar mandi untuk mencuci tangan sebelum makan.
Mama olivia melihatnya, dia tau benar kalau sedang bagi-bagi uang dari siapa uangnya? Mama olivia mendekati olivia yang baru selesai mencuci tangan.
"Dari kamu?" tanya mam olivia. Olivia mengangguk.
"Ada buat mama juga, buat uang bulanan. Nanti habis makan ta ma oliv kasih, oliv udah laper." kata olivia berjalan ke ruang makan dan menarik kursi untuk dia duduki.
Olivia ingin mengambil makanannya sendiri. Dia sudah mengambil piring dan akan mengisinya dengan nasi merah lalu lauknya. Tapi sang mama mengambilnya.
"Biar mama, buat anak mama yang sudah bekerja keras." kata mama olivia tanpa menatap olivia karena mata sang mama sudah berkaca-kaca. Setiap kali ingat kalau oliv adalah tulang punggung keluarga. Ya walau sesekali kedua adiknya mengambil beberapa pekerjaan sampingan.
"Ini makan yang banyak. Kamu butuh makan yang banyak setelah kerja keras kan, liv."
Olivia sedang memainkan ponselnya. Tapi kemudian dia menaruhnya, mendengar suara sang mama yang sedikit bergetar ketika memberikan piringnya. Olivia sedang mengecek pesan dari david.
"Ma, jangan nangis. Mama tega sama oliv, oliv udah kerja tulus buat mama sama adek-adek. Mamanya nangis, man bikib oliv sedih."
Olivia menarik kursi untuk mamanya duduk. Setelah mamanya duduk dia mengusap air mata sang mama yang keluar disudut matanya. Barbara dan daniel yang baru keluar dari kamar mandi langsung mendekat dan melihat apa yang terjadi.
"Tenang ma, nanti kak daniel bakalan bikinin mama rumah yang gede dan mewah, spesial dengan rancangan kak daniel sendiri." barbara memeluk mamanya dari belakang dan mencoba menghiburnya.
Daniel mengambil jurusan desain gedung atau arsitektur. Sementara barbara mengambil jurusan fashion dan mode, dia ingin menjadi desainer terkenal, handal, dan sukses dengan gaun-gaunnya.
"Kalau barbara, nanti bakalan bikinin kakak gaun pengantin paling indah sebagai rasa terimakasih ara ke kakak." barbara melirik kakaknya.
Kekasih saja tak punya bagaimana menikah? Entah kapan. Bahkan olivia sendiri tak terpikir untuk itu. Siapa yang mau dengannya.
"Iya. Awas kalau gak bagus, kakak tuntut kamu pokoknya." saut olivia untuk menghibur semuanya.
"Jahat, sama adek sendiri kok main tuntut." barbara duduk disamping mamanya. Dia meminta sang mama untuk mengambilkan makanan bahkan menyuapinya.
Daniel meminta untuk diambilkan makanan malah dicuekin karena barbara melarang mamanya mengurus daniel. Jadilah olivia yang mengambilkan makanan dan menuangkan minuman untuk daniel.
"Emang udah ada calonnya kak?" tanya daniel tiba-tiba ketika Olivia memberikan piring berisi nasi dan lauk.
"Belum sih." olivia kembali duduk ditempatnya untuk menikmati makan siangnya. Tapi dia melihat ponselnya menyala. Olivia mengambil ponselnya dan melihat kembali beberapa pesan. Dari tuan david.
Liv, ke hotel saya ya? Sekarang! Saya lagi badmood sama stres parah nih. Masalah numpuk.
Aku kirim alamatnya.