Brakk ...
Olivia dan mamanya sedang membuat kue bersama. Hari ini Olivia berangkat soft sore. Tiba-tiba ada yang membuka pintunya dengan kasar. Sampai keduanya yang ada di dapur kaget mendengar itu. Siapa yang sangat tidak sopan. Mereka keluar untuk melihat.
"Kapan mau bayar uang kontrakan. Kalian sudah menunggak lima bulan kan. Hampir sepuluh juta lebih." Kata pemilik kontrakan yang datang dengan, seperti pengawal. Mereka berbadan besar dan menakutkan.
"Ma...." Olivia melirik sang mama. Dia sudah memberikan setiap bulan untuk uang kontrakan. Tapi tidak membayar lima bulan, bagaimana bisa?
"Liv, maafin mama." Lili menyesal.
"Jika sampai besok kalian tidak membayarnya. Saya akan memenjarakan kamu." Wanita tua itu menunjuk mamanya Olivia.
Olivia tak mau mamanya di penjara. Setelah wanita pemilik kontrakan itu pergi, Olivia menatap mamanya tak percaya.
"Ma, uangnya buat apa selama ini?" Tanya Olivia pada sang mama.
"Uangnya..."
Lili tergagap. Banyak hal yang dia lakukan untuk uangnya. Dia memberikan uangnya untuk bayaran sekolah Barbara, termasuk membelikan baju dan semua hal untuk Barbara. Agar Barbara jika keluar dengan temannya tetap keren dan trendi.
"Ma, kenapa gak bilang?"
Mamanya juga suka membeli lotre. Lili masih suka berharap kalau dia memenangkan lotre seperti salah satu temannya, beruntung dan sekarang kaya raya. Punya banyak kontrakan dan usaha yang lain.
"Ma, kenapa sih mama seperti itu. Sekarang kita harus bagaimana untuk membayar uang kontrakannya. Kita bakalan diusir kalau gak bisa bayar sampai besok ma."
Olivia sakit kepala. Dia memilih ke kamar, naik ke kamarnya. Di jalan ke kamarnya Olivia ingat kartu nama itu. Olivia tak punya pilihan lain. Dia masuk ke kamarnya,mencari kartu nama yang masih dia simpan itu. Ada di sebuah laci di meja kamar Olivia. Olivia mengambil kartu nama itu dan membacanya dengan benar. Olivia mencoba menelfon ke nomer yang tertera disana. Tapi beberapa kali tak bisa dihubungi.
"Ma, Oliv mau pergi. Mau coba pinjam uang ke temen Oliv."
Olivia sudah membawa tas dan siap pergi. Dia pamit pada sang mama yang hanya bisa duduk di sofa ruang tamu. Meratapi semua kesalahannya. Olivia menyentuh pundak sang mama.
"It's ok. Semua sudah terjadi. Oliv harap mama gak pernah melakukan itu lagi. Doakan Oliv semoga dapat uangnya ya ma."
Olivia ingat roti di oven. Dia ke dapur dan mengeceknya. Untuk belum terlambat. Dia mematikan oven-nya.
"Oliv, maafin mama. Mama janji gak akan mengulanginya lagi." Lili menghampiri Olivia ke dapur dan minta maaf.
"Iya ma. Gak apa-apa. Oliv pergi ya."
"Hati-hati."
Lili mengantarkan Olivia sampai keluar rumah. Olivia memesan taxi. Dia melambaikan tangannya kepada sang mama.
*
Madam sedang ada di barnya. Dia mencari beberapa wanita yang bekerja di barnya. Melihat-lihat siapa yang belum dipakai sama sekali. Tapi hampir tak ada. Madam tau semua pekerjannya. Tak ada yang se-murni itu. Belum pernah dipakai.
"Syett ...."
Madam menggeram kesal. Tangannya greget mengepal. Seorang pengawal memberitahu kalau ada tamu.
"Gadis yang malam itu."
Madam tersenyum senang. Dari lagak Olivia, Madan sangat yakin kalau Olivia belum pernah melakukannya dengan laki-laki mana pun.
"Saya akan temui dia. Kalian semua, kembali bekerja." Kata madam pada para wanita yang bekerja disana.
"Baik madam." Dengan serempak mereka menjawab. Para wanita itu kembali ke posisinya dan pekerjaannya masing-masing.
Madam masuk ke ruang penerima tamu. Dia melihat Olivia yang sudah ada disana. Olivia terduduk, menunduk menatap lantai bar itu dan ruangan itu. Pencahayaannya remang-remang. Sedikit gelap. Persis apa yang Olivia bayangkan, bagaimana bar pada umumnya. Dia pernah masuk ke beberapa bar, dengan teman-teman satu pekerjaan dengannya. Tapi Olivia selalu menghindari minum. Agar dia tak kelepasan dan mabuk. Itu pun hanya beberapa menit untuk menenangkan pikirannya. Lalu pulang.
"Hai sayang, akhirnya datang juga. Bagaimana?" Madam masuk dan menyapa Olivia.
Mendengar suara itu, Olivia langsung berdiri. "Madam." Katanya menyambut madam.
"Duduk sayang. Bagaimana?" Suruh madam pada Olivia. Olivia pun duduk. Madam duduk disamping Sofanya.
"Saya akan melakukan pekerjaannya. Tapi saya butuh lima belas juta besok. Apa bisa?"
"Wow. Bisa. Kebetulan ada client besar. Kamu belum pernah dipakai kan?"
"Dipakai?" Olivia bingung dengan maksud itu. Madam menunjuk kebawah miliknya. Olivia mengerti maksud madam. Dia menggeleng.
"Kamu tidak bohong kan?"
"Tidak. Sungguh."
"Baik lah ikut saya. Saya ingin memeriksanya. Kamu juga harus melakukan beberapa pelatihan dari saya."
"Ahh, memeriksa dan pelatihan?" Olivia terkejut, bagaimana memeriksanya. Melihat miliknya? Latihannya? Olivia punya bayangan tentang itu. Tapi sekedar melihat Vidio mungkin.
"Iya. Saya harus memastikan kalau kamu benar-benar belum dipakai."
"Tapi saya mau uangnya dulu. Untuk menjamin semuanya."
Madam tertawa. Manusia kalau sudah urusan uang memang, cepat. Madam meminta salah satu asistennya, wanita yang sering dipanggil Tante disana utuk membawakan uangnya. Dia ada disana selama diskusi dengan Olivia. Jadi Tante tau apa maksud madam.
"Baik madam."
Dia mengangguk mengerti. Dia keluar dari ruangan itu. Pergi ke ruang pribadi madam dan mengambil beberapa gepok uang. Lalu kembali ke ruang yang sama.
"Ini madam."
Dia memberikannya kepada madam. Madam memberikannya kepada Olivia. Dua ikat tumpuk yang. Olivia menerimanya. Bingung kalau harus menghitungnya dari awal.
"Jumlahnya dua juga. Client yang ini spesial. Kalau kamu bisa memuaskannya. Kamu akan dapat lebih dari yang kamu bayangkan."
"Baik madam. Saya akan melakukan pekerjaan ini. Tapi saya mau Melakukannya dengan aman. Tidak sampai hamil."
"Tenang. Kami punya aturan tersendiri. Kalau sampai hamil, harganya beda lagi."
Madam bahkan memberikan surat perjanjian kerja. Dia memintanya pada sang sekertaris wanitanya. Lalu memberikannya pada Olivia.
"Kami bukan sembarang melakukannya. Ada janji kontrak tertulis diatas hukum. Silakan baca dengan seksama."
Olivia membaca surat kontrak kerja yang dia pegang. Olivia tak punya pilihan lain. Jadi dia menerimanya. Dia bertanda tangan diatas materai yang tertera disana.
"Bisa ikut saya langsung. Dia minta tiga hari untuk bertemu kamu."
"Baik madam."
Madam mengajak Olivia ke kamar khusus. Sepanjang jalan Madan menceritakan tentang clientnya saat ini. Sangat spesial. David Ben.
"Saya tau kamu itu belum pernah dipakai. Saya lihat kamu di restoran. Bagaimana kamu dilecehkan dan ingin sekali memarahi tamu kurang ajar itu. Tapi kamu tak bisa melakukannya."
"Pekerjaan ini mungkin kurang mulia Dimata orang. Tapi manusia juga butuh uang, pekerjaan yang lurus, terkadang tak mencukupi kebutan."
"Disini ada yang mau tidur dengan sembarang orang. Ada yang memilih harga murah ada yang mahal. Kamu termasuk yang mahal bagi saya. Karena masih baru. Urusan setelahnya, terserah kamu mau bagaimana. Mau memilih jadi yang murah atau tetap terhormat dan berharga mahal."
"Iya madam."
Olivia masih tak mengerti maksud madam. Dia juga taunya, pekerja seperti ini sama saja. Sama murah dan rendahnya. Tapi ternyata berbeda kualitas?
Mereka sampai di sebuah kamar. Madam mempersilahkan Olivia masuk. Madam meminta Olivia untuk mandi, di kamar mandi dengan air yang sudah disediakan spesial. Dengan beberapa orang pelayan wanita didalam memijat tubuhnya, melakukan perawatan, setelah itu mengenakan lengire transparan berwarna hitam. Olivia canggung keluar dari kamar mandi dan menunjukan dirinya didepan madam yang bahkan sesama perempuan.
"Jangan malu-malu sayang." Kata madam meminta oliv keluar dengan percaya diri.
"Mereka suka yang menggoda. Jangan malu-malu." Kata madam lagi. Olivia pun mencoba mendapatkan kepercayaan dirinya itu.
"Maaf madam."
Olivia mengingat mamanya yang akan di penjara. Demi sang mama. Olivia melangkah dengan berani dan percaya diri.
"Hitam, merah, itu memberikan kuat, seksi dan berani." Madam berdiri mendekati Olivia, melihat body Olivia dari balik lengire hitam transparan itu.
"Sekarang tinggal melakukan pemeriksaan." Kata madam berbisik pada Olivia. Madam meminta semua pekerja disana meniggalkan kamar mereka.
Olivia hanya diam, dia mengikuti semua arahan dari madam. Dari mulai melakukan pemeriksaan sampai madam mengajari bagaimana caranya bermain. Mereka butuh waktu sampai malam bahkan. Olivia izin kepada atasannya untuk tidak masuk malam ini. Tiga hari itu waktu yang singkat untuk mengajari Olivia yang masih polos.
"Lihat Vidio ini. Kamu akan belajar banyak. Vidio seperti itu." Kata madam untuk terakhir kalinya.
Madam sudah memeriksanya sendiri. Olivia tidak berbohong. Dia juga sudah mengajarkan Olivia banyak hal. Olivia pamit setelah semuanya selesai. Dia tak mau membuat mama dan adik-adiknya khawatir.
"Terimakasih madam."
Olivia ada diluar pintu bar milik madam. Madam mengantarnya sampai keluar. Madam menyuruh supir dan pengawal untuk mengantar Olivia sampai ke rumahnya.
"Sama-sama sayang. Jangan segan kalau butuh apa-apa katakan pada madam."
"Baik madam. Terimakasih."
Olivia masuk ke mobil mewah dengan pengawal madam yang membukakan pintu. Didepannya sudah ada supir dan sebelu supir ada pengawal madam yang lain, yang akan mengantarkannya ke rumah. Olivia gugup sepanjang jalan ke rumah. Apa yang dia lakukan sudah benar, untuk mamanya tercinta.
***
Lili diluar rumah, bolak-balik di depan halaman rumahnya. Menunggu Olivia yang juga belum pulang. Barbara dan Daniel sudah pulang. Mereka ada di kamar masing-masing. Barbara sedang mengejar tugas. Daniel pun sama. Tapi Daniel turun untuk mengambil minum dan melihat pintu rumah yang belum di kunci. Dia melihat keluar dan menemukan mamanya seperti sedang khawatir.
"Ma, kenapa? Ada apa?" Tanya Daniel pada lili.
"Mama cuma nunggu kakak kamu pulang. Kamu istirahat saja. Besok kuliah kan?"
"Iya ma. Kuliah pagi. Mama gak mau cerita sesuatu ke dan?"
"Gak ada masalah. Hanya mama menunggu kakak kamu."
"Ok."
Daniel kembali masuk ke rumah dan menuju ke kamarnya. Olivia selalu meminta pada mamanya agar kedua adiknya selalu dalam keadaannya nyaman untuk belajar. Masalah apapun kalau bisa diselesaikan berdua. Ya berdua saja.
"Oliv."
Akhirnya setelah menunggu lama, lili melihat sebuah mobil yang berhenti didepan rumahnya. Olivia turun dengan seorang yang membukakan pintu.
"Oliv." Lili menghampiri Olivia.
"Saya permisi Nona." Kata pengawal itu menunduk kepada Oliv.
"Iya silakan. Terimakasih." Oliv ikut menunduk dan berterimakasih.
"Oliv, bagaimana?" Lili tak sabar untuk mengetahui apa Olivia berhasil meminjam uang, atau bagaimana?
"Aku jelasin didalam ma."
Olivia mengajak mamanya masuk. Dia menjelaskan semuanya di ruang tamu. Olivia tak memberitahu dia bekerja kepada madam. Dia hanya memberitahu kalau dia meminjam pada salah satu temannya yang sekarang sangat sukses. Dulu ketika temannya itu terpuruk, Oliv yang selalu ada dengan dia. Jadi semuanya aman.
"Ini uangnya. Mama mau yang masih ke pemilik kontrakan atau bagaimana?" Olivia mengeluarkan setumpuk uang dari tasnya. Mata lili melotot sempurna.
"Kamu saja. Nanti mama bisa menggunakannya lagi."
"Ok."
Olivia mencium pipi mamanya dan pamit untuk tidur. Badannya pegal-pegal capek. Dia ingin segera istirahat.
*
Olivia berbaring di tempat tidurnya. Sangat berbeda ketika dia tidur di ranjang di tempatnya madam. Baru saja ingin memejamkan matanya, ponsel Olivia berbunyi, berdering. Satu pesan masuk di ponselnya. Oliv membuka dari siapa. Itu pesan dari madam.
[Liv, Davidnya mau besok bisa gak?]
Hah? Olivia kaget membacanya. Dia belum siap. Tapi madam kembali mengirim pesan kalau Oliv tidak mau, David akan membatalkan pemesannya. Oliv tak punya pilihan lain. Dia mengirim balasan kepada madam,
[Baik madam. Saya akan melakukannya besok.]. Tulis Oliv dalam pesannya.