BAB 5

1204 Kata
"Aku cium ya," IYA BOLLEEHHH !!! Teriak Dara dalam hati. Tapi tubuh Dara tidak mengikuti pkirannya. Karena ia sudah menggeleng dengan cepat. Ia menelan ludah menatap Rama yang jaraknya sudah sangat dekat. "Kamu takut sama aku?," Bisik Rama, menatap wajah cantik Dara dengan intens. Jarak sepuluh senti seperti ini membuat jantung Dara maraton. Ia mencengkaram sofa, ia dapat merasakan aroma kayu manis dari tubuh Rama. Ini adalah pertemuan pertama mereka justru dengan gairah seperti ini, apalagi nanti. Justru dengan dekat seperti ini ada perasaan ingin tahu bagaimana Rama menyentuhnya. Tubuh Dara menjadi kaku dan nafas seperti tersumbat. Dara tidak bisa menyadari, bahwa Rama kini telah mengurungnya. "Aku nggak takut sama kamu," ucap Dara dengan berani. Tubuh Dara semakin mundur dan bersandar di sofa. "Oh ya," Rama menatapnya sinis, tersenyum sinis. "Ya," Dara menggeleng, bahu Dara bertabrakan dengan sofa. Dara mengalihkan pandangannya bibir Rama. "Aku nggak keberatan lihat kamu naked," Rama menatap belahan d**a Dara. Baju tipis itu sangat mudah sekali ia lepas. Dara masih belum bisa berpikir jernih, apa yang diucapkan Rama. "Yakin," Rama meyakinkan diri. "Hah !," Kepala Rama semakin dekat, hingga ia merasakan aroma cengkeh dari pernafasan Rama. Pertahananya hilang ketika bibir Rama sudah melumat bibir ya secara perlahan. Ummmpphh, bibirnya dihisap secara lembut. Beberpa detik berlalu ia Rama menyerang bibirnya secara intens. Tangan kanannya menompang leher Dara, agar dengan mudah mengakses bibir itu. Pandangan Dara kabur, ia mencengkaram hoodie Rama. Dara membuka bibir dan membalasnya. Rama dengan kesempatan melumatnya semakin lebih. "Ram ...," Ucap Dara beberapa detik mengambil nafas. Dara berusaha tenang menyeimbangi Rama yang sudah mengobrak-abrik bibirnya. Dara tidak menyangka ia melakukan ini terhadap Rama diawal pertemuannya. Ini juga merupakan pertama kalinya ia mengucapkan nama Rama. Dara menyelusuri d**a Rama, ia tidak menyangka bahwa tubuh Rama setegap ini. Dara justru menarik hoodie Rama semakin mendekat. "Emmm," ia mendengar jawaban Rama disela-sela kecupannya. Oh Tuhan, seharusnya ia menendang Rama kebelakang atas aksinya yang tidak punya sopan santun ini. Dara berusaha melepaskan diri agar menjauh, namun reaksi Rama semakin gila. Karena kaki Dara malah terbuka lebar dan terbaring di sofa. Rama menyerang Dara semakin antusias. Detik ini Dara menyadari betapa lamanya Mili memilih singel hingga dua tahun lamanya. Apakah dia tidak mendambakan tubuh seorang laki-laki seperti Rama ? Apakah dia tidak memiliki gairah. Ah ya mungkin Mili tidak pernah merasakan sentuhan laki-laki. "Mmm," jari-jari Dara menyisir rambut Rama. Rambut itu ternyata memiliki tekstur yang halus. Bukan seperti Dion yang selalu memakai gel agar terlihat rapi dan rambutnya sekeras batu. Rama sepertinya memiliki style tersendiri untuk gaya rambutnya. Ia dapat mencium aroma segar pada rambut itu. Rama telah merawat rambutnya dengan baik. Dara menghembuskan nafasnya dalam dalam, dan menghirup aroma kulit, hembusan nafas dan parfum Rama. Dara melepaskan diri dari bibir Rama, ia menelan ludah karena pikiranya sulit fokus. Ia melihat tangan Rama sudah masuk ke dalam dressnya, berusaha menarik celana dalamnya. Ia tidak tahu berbuat apa, malah berpikir. Apakah ia akan melakukan disini bersama Rama? Dalam ruangan private room, dengan lampu remang-remang seperti ini. Dara akui bahwa tempat ini adalah tempat paling privacy, tidak ada cctv didalamnya apalagi mengetahui apa yang telah mereka lakukan. Ruangan ini memang tidak seenak kamar hotel, tapi ruangan ini mampu membuat suasana lebih b*******h. Akal sehat Dara semakin gila, ia membiarkan Rama menjelajahinya. Jamari Rama sudah masuk ke dalam dan ia semakin bergetar, mulai meraba dan menyentuh. Ia malah mengeluarkan desahan yang tidak seharusnya. Ia memejamkan mata menikmati sensasi yang sudah lama tidak ia rasakan. "Sweet," bisik Rama. "Are we going to do this here. I can't stop," ucap Rama lagi sambil mengecup lehernya. Suara bell seketika berbuny, Dara dan Rama otomatis mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Rama hampir saja melupakan bahwa Ares dan Bimo mau datang. Padahal mereka akan melakukan broject bisnis bersama. Rama memandang Dara, yang membenarkan tubuh dan lalu duduk seperti sedia kala. Rambu panjangnya sedikit berantakan. Ia menyungging senyum mencari celana dalam Dara yang ia lempar entah kemana. Ia mendapati apa yang ia cari, menyerahkan kepada Dara. Wajah wanita itu bersemu merah, antara malu dan pasrah. "Nanti kita lanjutin lagi dirumah," gumam Rama. "Ih apaan sih," Dara malu atas prilakunya sendiri. Ia hampir gila, sudah melalukan sejauh ini. "Jangan cemberut dong. Mau dirumah kamu apa aku?," "Ihh," "Jangan pakek k****m ya, nggak enak," Rama berdiri dan mengecup bibir tipis Dara sekilas. Ia melirik Dara sekilas yang merapikan rambut dengan jari-jari tangannya. "Ares sama Bimo datang, kita ada project bareng, gpp kok kalau kamu mau kasih pendapat atas bisnis kita," "Oke," Rama membuka hendel pintu, ia memandang Ares dan Bimo disana. Ia tidak menyangka bahwa kedua sahabatnya ini datang sedemikian cepat, andai saja dijalan macet ia dan Dara sudah melakukannya di sini. Ia menatap Bimo mengenakan kaos hitam dan Ares kemeja hitamnya. Ares adalah paling senior diantara ia dan Bimo. Ia lah mengikuti jejak Ares membangun Bar dan restoran. Sedangkan Bimo memiliki usaha clothing dan liquid yang digemari anak muda, masanya begitu banyak. Penjualannya sangat laris dipasaran, hanya dalam hitungan menit sudah habis tak tersisa. "Hai men !," Rama memperlebar daun pintu, ia membiarkan kedua temanya masuk. Ares manatap Rama, laki-laki itu menyungging senyum, "Lo kenapa men?," "Ada temen gue, nggak apa-apa kan," "Siapa?," Ares mulai penasaran. "Dara," "Gebetan lo ?," tanya Bimo. "Baru ketemu sih tadi dibawah, calon gebetan," "Yang kemarin aja belum kelar," Ares tertawa, ia dan Bimo masuk ke dalam. Ares dan Bimo melangkah masuk, menatap wanita duduk disana sambil menatap layar ponsel. Wanita itu mengenakan dress berwarna hitam satin dengan bahu terbuka. Rambut panjang berwarna coklat terang, serta soflens hazel membuatnya semakin sexy. Inilah Dara yang dimaksud Rama, selera wanita Rama memang tidak bisa diragukan lagi. Dia selalu tahu mana wanita yang berkualitas. Dara memandang dua pria berpakaian hitam sama tidak jauh darinya. Pria kemeja hitam memakai tas selempang Fila, menatapnya intens. Entahlah ia merasa tidak suka diperhatikan seperti ini. Ia tidak tahu arti tatapan itu. Dara mengalihkan pandangannya ke arah Rama yang mendekatinya. "Dar, ini temen gue. Ini Ares dan ini Bimo," Bimo memperkenalan kedua sahabatnya kepada Dara. Ares menyungging senyum menatap Dara, ia mengulurkan tangan, "Hai saya Ares," "Dara," Dara mengulurkan tangan menjabat tangan itu, ia lalu segera melepaskan tangannya segera. "Bimo," "Dara," Dara menarik nafas ia melirik Rama duduk disampingnya, sejujurnya ia merasa canggung berkumpul dengan pria-pria berpakaian hitam ini. Semoga saja ia tidak mengganggu ketengan meeting mereka di sini. *** Dara menatap pantulannya di cermin, ia sengaja keluar ruangan agar Rama dan kedua temannya bisa leluasa berdiskusi. Sengaja berlama-lama di toilet, ia mentap ke arah layar pada jam pada ponsel pintarnya, menunjukkan pukul 23.56 menit. Ia melihat pesan masuk dari Mili, "Gue cabut duluannya, lo pulang sama Rama ya," Dara membalas dan lalu mengetik, "Oke," Semakin dewasa tingkat frekuensi pertemanannya semakin sedikit, hanya Mili lah pertemanannya tersisa. Ia menatap beberapa wanita masuk memandanya, ia lalu tersenyum simpul dan keluar dari ruangan. Dara menghentikan langkahnya, menatap Rama di dekat meja receptionis. Saling berpandangan satu sama lain dan mendekat. "Temen kamu mana?," "Udah cabut," "Jadi udah selesai?," "Iya udah," Rama tersenyum dan lalu melangkah diikuti Dara disampingnya. "Jadi kita mau kemana habis ini?," Tanya Rama melirik Dara, lalu merangkul bahu itu. "Atau kamu masih mau duduk di Bar lagi?," Rama dan Dara kali ini lebih baik menunggu lift. Rama melirik jam melingkar ditangannya menunjukkan pukul 24.00. "Terserah sih," "Ke rumah aku ya" "Ngapain?," "Lanjutin yang tertunda tadi, sambil cerita-cerita lah," "Ih jangan," "Jangan kenapa, kamu udah punya pacar?," "Enggak ada," "Terus," "Pokoknya nggak mau," Dara merasakan tubuh Rama sudah merangkulnya. "Mau ya, sekalian kamu tahu rumah aku kayak apa," "Ih pamer," "Nggak apa-apa kalau pamernya sama kamu,' "Ih," "Mau ya, besok pagi aku antar kamu ke butik, nggak dicariin kan?," "Ya nggaklah, udah tua juga," dengus Dara. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN