Sierra bergoyang diatas kakak iparnya sambil menahan desahannya. Dia terpaksa melakukan semua ini karena ancaman Gerald. Sampai akhirnya mereka mendapatkan pelepasan bersama-sama. Air mata Sierra mengalir deras membasahi pipinya.
Gerald tersenyum miring lalu menggendong Sierra ala bridal sampai membuat wanita itu tersentak kaget.
"Kak apa yang ingin kamu lakukan?! " tanyanya takut.
"Kita harus mandi baru setelah itu tidur, " jawab Gerald sambil berjalan menuju kamar mandi. Di dalam sana Gerald dan Sierra kembali mengulangi percintaan mereka.
***
Thalisa membuka matanya dan melihat suaminya Gerald sudah tertidur di sampingnya. Kapan Gerald pulang? kenapa dia tidak menyadarinya.
Dia mencium bibir suaminya itu seperti yang biasa dia lakukan setiap paginya "Sayang ayo bangun kamu kan mau berangkat kerja. "
Gerald menggeliat dalam tidurnya. Matanya terbuka dan samar-samar melihat wajah Sierra di depannya.
"Sierra.. " gumam Gerald sampai membuat kening Thalisa berkerut bingung.
"Aku Thalisa sayang kok kamu manggil Sierra sih, " ucap Thalisa curiga.
Mata Gerlad langsung terbuka sepenuhnya. Kenapa dia bisa sampai salah bicara di depan Thalisa.
"Maafkan aku sayang, wajah kalian sepintas mirip," Gerald langsung mencium istrinya itu agar tidak lagi membahasnya. Lama-kelamaan Thalia hanyut dalam ciumannya dan akhirnya mereka berdua pun bercinta.
Sementara itu Sierra pergi duluan ke kampus dan melewatkan sarapan paginya karena tidak ingin bertemu dengan Gerald dulu. Bayangan malam tadi terus menghatuinya. Dia tidak berdaya dan merasa bersalah pada kakaknya.
"Kak maafkan aku, aku terpaksa harus menjadi pemuas nafsu suamimu, " batinnya.
Tring tring tring
Ponselnya berdering, terlihat nama kontak Andrew di layar ponselnya. Sebenarnya Sierra malas mengangkatnya karena dia masih marah pada kekasihnya itu. Tapi pria itu terus saja meneleponnya jadi mau tak mau dia mengangkat panggilan telepon darinya.
"Halo, " jawabnya malas.
"Halo Sierra, maafkan aku sayang ayo kita bertemu hari ini. Nanti siang aku akan menjemputmu di depan kampus ya, " ucap Andrew memelas di ujung telepon.
"Terserah, " Sierra segera mematikan teleponnya begitu saja lalu masuk ke dalam kampusnya sambil menyapa beberapa teman-temannya yang lewat di dekatnya.
Sepulang kuliah Andrew sudah menunggu Sierra di depan kampusnya. Sierra terpaksa masuk ke dalam mobilnya dan duduk di sampingnya. Andrew memegang tangan Sierra dengan memasang wajah bersalah.
"Sayang tolong maafkan aku. Aku janji tidak akan melewati hari jadi kita lagi. Kemarin waktunya sangat mendesak. Aku tidak bisa mangkir dari pekerjaanku. Ini juga demi masa depan kita sayang. Kamu mau kan menikah denganku secepatnya? " tanya Andrew merayunya.
Sierra menghela nafas kasar. Tidak seharusnya dia marah seperti ini. Benar kata Andrew, ini juga semua demi masa depan mereka. Tapi di sisi lain dia merasa bersalah pada Andrew karena sudah tidur dengan Gerald kakak iparnya sendiri. Tubuhnya sudah kotor, dia takut Andrew tau lalu setelah itu meninggalkan dirinya.
"Maafkan aku Andrew aku terlalu kekanak-kanakan. Seharusnya aku lebih pengertian kepadamu, " sesal Sierra sambil menundukkan kepalanya. Bayangan semalam tiba-tiba saja muncul lagi dalam ingatannya. Dia sangat mencintai Andrew dan tidak mau kehilangannya.
"Ini bukan salah kamu sayang, ini salahku. Sebagai permintaan maaf ku, aku sudah menyiapkan kado untukmu. Sekarang kamu tutup mata dulu, " suruh Andrew.
Sierra menutup matanya sesuai intruksi yang diberikan oleh Andrew. Setelah itu Andrew menyuruhnya untuk membuka matanya.
"Sekarang bukalah. "
Perlahan mata Sierra terbuka. Dia melihat boneka teddy bear dan sebuket bunga mawar di depannya. Matanya berkaca-kaca saat mendapatkan kejutan dari Andrew kekasihnya. Meski hanya sebuah boneka dan bunga tapi cukup membuatnya bahagia.
"Maaf aku hanya memberikan hadiah ini untukmu, kondisi keuanganku tidak cukup baik bulan ini. Tapi aku berjanji akan memberikan yang lebih dari ini, " ucap Andrew merasa malu.
GREP
Sierra tidak peduli dan langsung memeluknya begitu erat.
"Terima kasih sayang, maafkan aku ya, " lagi-lagi Sierra menangis menyesali perbuatannya di belakang kekasihnya. Kalau saja Gerald tidak mengancamnya mungkin dia tidak akan merasa bersalah seperti ini.
"Hei kenapa menangis sayang? sudahlah jangan menangis lagi. Hari ini aku libur jadi kita pergi kemanapun. Apapun keinginanmu akan aku turuti, " ucap Andrew sambil menghapus air mata yang membasahi pipi Sierra.
Sierra berusaha untuk tersenyum meski hatinya tidak demikian. "Baiklah ayo kita pergi, " ajak Sierra.
***
Gerald menunggu Sierra di depan balkon sambil mondar-mandir gelisah. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam tapi gadis itu belum juga menunjukkan batang hidungnya.
"Sayang kamu kenapa disani? udara malam tidak baik loh untuk kesehatan, " tanya Thalisa sambil memeluk Gerald dari belakang.
"Kenapa Sierra belum pulang? apa kamu sudah menelponnya? " tanya Gerald cemas.
"Sudah, dia lagi jalan sama Andrew. Kamu jangan khawatir sayang, Andrew orangnya baik kok, "jawab Thalisa.
Tin tin tin
Sebuah mobil masuk ke dalam mansion. Ternyata itu adalah mobilnya Andrew. Terlihat Sierra dan Andrew turun bersama dari mobil butut itu. Wajah Gerald mengeras. Dia tidak suka jika Sierra berdekatan pria lain meski itu hanyalah kekasihnya.
Sedangkan dibawah sana Sierra mengucapkan terima kasih pada Andrew karena sudah membawanya jalan-jalan dan makan malam hari ini.
"Sayang terimakasih untuk hari ini ya, " ucap Sierra sambil memeluk boneka teddy bear miliknya.
"Sama-sama sayang, " balas Andrew sambil menyentuh pipi lembut Sierra.
"Ehem ehemm, " Gerald tiba-tiba muncul di depan mereka sambil berdehem. Di belakangnya juga ada Thalisa kakaknya Sierra. Sontak Andrew langsung melepas tangannya dari pipi Sierra.
"Kak Gerald kak Thalisa selamat malam, " sapa Andrew dengan ramah.
Gerald hanya diam tanpa menjawab sapaannya. Wajah Sierra langsung pucat saat melihat kakak iparnya itu.
"Malam juga Andrew, terima kasih sudah membawa Sierra pulang. Apa sekarang kalian sudah baikan? " tanya Thalisa pada menggoda mereka berdua.
"Iya dong kak, kami baru saja baikan. Iya kan sayang? " tanya Andrew pada Sierra.
"I.. Iya, " jawab Sierra gugup.
"Yasudah kalau begitu aku pamit dulu kak Thalisa dan kak Gerald. Sayang aku pulang dulu ya, " Andrew pamit untuk pulang karena takut Gerald terus menatapnya dengan tajam. Padahal ini adalah kali kedua dia bertemu langsung dengannya. Gerald lebih terlibat ramah saat di hari pernikahannya dengan Thalisa.
"Iya hati-hati ya di jalan Andrew, " ucap Thalisa.
Setelah Andrew pulang, mereka bertiga masuk ke dalam mansion. Sierra berjalan lebih dulu masuk ke dalam kamarnya. Dia merasa berdebar-debar takut sesuatu akan terjadi padanya nanti.
TING
Suara notifikasi ponselnya berbunyi. Dia melihat Gerald mengirimkannya sebuah pesan.
"Datanglah ke ruang kerjaku nanti jam 12 malam. Jika kamu tidak datang maka rasakan akibatnya nanti," ancamnya.
Sierra tidak bisa menolaknya. Dia mengambil sesuatu dalam tasnya. Itu adalah pil pencegah kontrasepsi agar dia tidak hamil. Dia langsung meminumnya satu tablet dan berdoa semoga perbuatannya dan Gerald tidak menghasilkan anak.
Malam harinya Sierra pergi mengendap-endap ke ruang kerja Gerald. Dia mengetuk pintunya beberapa kali lalu masuk ke dalamnya. Tampak Gerald sedang duduk di meja kerjanya sambil berkutat dengan pekerjaannya. Gerald menoleh pada Sierra lalu dia membuka kacamatanya dan menaruhnya di atas meja.
"Kemarilah, " perintahnya.
Sierra tidak bergeming dan masih berdiri di tempatnya. Tubuhnya gematar ketakutan saat ini. Dia tidak mau kembali mengulangi perbuatan terlarang mereka.
"Aku tidak akan mengulanginya perkataanku Sierra. Jangan buat batas kesabaranku habis, " peringatnya. Perlahan-lahan Sierra melangkah mendekati Gerald. Saat sudah berada di dekatnya tiba-tiba Gerald langsung menarik Sierra sampai terjatuh ke dalam pangkuannya. Hati Sierra semakin takut tapi dia tidak bisa mundur lagi.
"Malam ini aku ingin kamu melayani aku, sekarang buka mulutmu Sierra! " perintahnya.