Bab 4 - Bapa Michael

1406 Kata
Sepertinya aku pernah bertemu Bapa Michael saat dia masih muda. Ya, benar! Aku mengingat betul saat kejadian itu. Kembali aku memutar rekaman memori yang tersimpan dalam benak. Saat itu, aku masih kecil. #FLASHBACK “Michael! Besok kamu akan pentabisan. Bagaimana sudah mantap, kan?” tanya seseorang yang berdiri di sampingku dengan wajah berseri-seri menatap lelaki yang diajak berbicara. Aku menatap lelaki di depan yang memiliki aura menarik. Sedari tadi lelaki itu menarik perhatianku. Lelaki tersebut adalah Michael yang hendak pentabisan menjadi pastor. “Ya, Kak. Aku titip Papa Mama. Karena setelah pentabisan, aku akan dipindah ke Vatikan,” jawabnya dengan mantap. Saat lelaki itu melihat ke arahku, dia langsung mendekatiku. “Adik kecil, siapa namamu?” tanyanya waktu itu, seakan aku masih sangat kecil. Padahal aku sudah beranjak remaja. Aku menahan kesal karena selalu diperlakukan seperti anak kecil. “Namaku Lauren. Kakak akan menjadi pastor?” ujarku memastikan kembali apa yang aku dengar. “Ya, Dik. Ini adalah Kakakku, sering bertugas di gereja ini. Kamu ke sini dengan siapa?” Lelaki dengan senyum hangat itu menatapku. Kemudian Michael menengok ke kanan dan ke kiri karena tidak melihat adanya Papa atau Mamaku. Saat itu, aku diantar beberapa bodyguard, termasuk Daniel saat itu menemaniku. Mereka mengawasi dari kejauhan. Daniel juga berusia remaja sepertiku. “Aku sudah besar. Panggil Lauren saja. Aku ke sini dengan beberapa Paman dan Kakak di sana yang mengenakan setelan jas hitam,” kataku sambil menunjuk ke arah para bodyguard. Aku tahu mereka pasti merasa kalau sedang dibicarakan. “Wah, menarik. Lauren, apakah ada yang ingin ditanyakan?” tanya Michael yang sepertinya merasakan aku menatapnya dengan penuh tanda tanya. Walau aku buta, aku tahu dia merasakan hal apa yang aku rasakan. “Ya ... Kak Michael akan menjadi pastor di Vatikan? Kakak tahu jika selama ini ada yang mengikuti Kakak?” Pertanyaan dariku membuat Michael dan Kakaknya terkejut. Mereka langsung mengajak aku ke tempat yang lebih sepi. Ayah Daniel yang khawatir langsung menghampiri ke arahku. “Ada apa, ya? Maaf Nona Lauren apakah ada masalah?” tanya Ayah Daniel yang khawatir kepada Michael, aku, dan Kakak dari Michael. “Tidak, Paman. Aku hanya ingin berbincang dengan Kakak-kakak ini,” jawabku segera sambil tersenyum manis agar meyakinkan semua baik-baik saja. “Oh, baik Nona Lauren. Saya akan ke sana. Maaf mengganggu,” kata Ayah Daniel membungkukkan tubuh sebelum berlalu pergi agak menjauh. Memberi peluang untuk kami berbincang. Aku tahu jika Michael dan Kakaknya pasti penasaran dengan apa yang aku katakan. Aku pun melanjutkan pembicaraan. “Kak, maaf sebelumnya. Lauren hanya menyatakan apa yang dilihat. Ada intensitas negatif yang mengikuti dan menunggu saat yang tepat untuk mengganggu Kak Michael. Apalagi Kakak hendak menjadi pastor dan pindah ke Vatikan. Lauren lihat kalau Kakak akan menjadi Bapa Pastor ternama,” jelasku waktu itu yang mungkin tidak dipahami oleh mereka. Aku tak menyangka kalau hal seperti itu sebenarnya tidak boleh diucapkan. Harusnya aku diam dan menyimpan dalam hati saja. Waktu itu aku belum banyak tahu tentang pembelajaran spiritual dan yang boleh diucapkan atau tidak. Ada perihal di masa depan yang sebenarnya tidak boleh sembarang diucapkan. “Lauren, kamu gadis spesial yang memiliki anugerah dari Tuhan. Kak Michael berterima kasih sudah diingatkan untuk hal itu. Namun, Kakak akan tetap menjalani semuanya sesuai perintah-Nya. Lauren tak perlu cemas. Berdoa saja, semoga Tuhan selalu melindungi kita semua,” ujar Kak Michael menenangkan aku waktu itu. Perkataan lembutnya menenangkan hati. Kakak dari Michael pun tersenyum dan memberi nasehat padaku. “Lauren, Tuhan memberi kelebihan padamu dengan arti ada tugas lain yang Tuhan sediakan untuk kamu jalani kelak. Lauren tumbuhlah jadi gadis yang kuat dan bisa berguna bagi sesama, ya.” Perempuan itu memelukku erat. Dia seakan memberikan kekuatan dan motivasi bagiku untuk hidup dan membantu sesama. Saat itu, entah kenapa aku langsung meneteskan air mata karena tak kuat menahan sedih. Aku tahu jika Kakak cantik ini akan meninggal beberapa hari lagi. Tepatnya saat pentabisan Kak Michael. Penglihatan seperti ini yang selalu menyiksaku. Aku tahu kapan orang akan berpulang pada Sang Pencipta, tetapi tidak bisa berbuat banyak hal untuk mencegahnya. Itulah pertemuanku dengan Michael yang sekarang sudah menjadi Bapa Michael. Pastor yang menjadi andalan di Vatikan dan akhirnya ditugaskan ke Rumania karena suatu hal. Aku tahu, Bapa Michael pasti mengingat dan mengenalku karena pertemuan itu. Aku sudah memperingatkan jika Kakak Michael akan meninggal. Ya, kesalahan fatal bagiku saat itu. Hal yang membuatku merasa bersalah karena mengungkapkan masa depan yang seharusnya tidak boleh diucapkan. “Kak, benarkah Kak Michael akan pentabisan dan langsung ke Vatikan?” tanyaku lirih waktu hendak berpisah dengan mereka. Michael pun menatapku dan tersenyum. “Iya, benar, Lauren. Kenapa masih khawatir? Semua akan baik-baik saja,” jawab Michael dengan lembut sambil mengusap kepalaku. “Kakak cantik itu akan meninggal. Tepat saat Kak Michael pentabisan. Kakak tidak akan bisa melihat dan mengantarkan ke pemakaman karena harus ke Vatikan,” ucapku setengah berbisik kepada Michael. Terlihat raut wajah Michael berubah drastis. Namun dia masih berusaha tersenyum ramah menutupi keterkejutannya. “Lauren, jangan berkata seperti itu, ya. Jangan mendahului ketetapan Tuhan. Jaga diri baik-baik, ya.” Aku tahu jika Bapa Michael sepertinya kesal dengan perkataan diriku waktu itu. Namun, yang membuat lebih menyesal adalah ucapan yang aku katakan semuanya benar terjadi. Penyesalan Bapa Michael juga menjadi penyesalanku. Tak seharusnya aku mengatakan hal itu. Saat ini .... “Apa kabar, Lauren? Bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Bapa Michael menanyakan kondisiku. Aku sedikit terkejut mendengar suaranya. Suara yang tidak jauh berbeda dengan awal pertemuan silam. Namun tetap membuat hatiku bergetar merasa tak enak karena kejadian dahulu. “Baik, Bapa Michael. Lauren meminta maaf soal tempo dulu ....” Belum selesai aku berbicara, Bapa Michael sudah memotong dengan kalimatnya. “Sudah tak apa. Tak usah dibahas. Tuhan memberkati kamu dengan luar biasa. Sebenarnya aku tidak ingin membantu karena suatu hal, tetapi saat mendengar namamu disebut Tuan Lou, aku tergerak untuk membantu. Terima kasih Lauren,” ucap Bapa Michael sambil menepuk-nepuk pundakku. Aku tersenyum. Saat ini Tuan dan Nyonya Cloude sudah jauh lebih baik. Aku minta Paman Lou menyiapkan tempat ruang tamu ini untuk berdoa bersama Daniel dan orang tua Jane. Karena aku dan Bapa Michael akan naik ke kamar Jane untuk memeriksa kondisinya saat ini. “Daniel, Paman Lou, Tuan dan Nyonya Cloude ... pastikan apa pun yang terjadi, apa pun yang kalian dengar, jangan terpancing untuk naik dan ke kamar Jane. Karena kita tak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sesungguhnya, Iblis itu pintar dengan tipu daya,” tegasku memperingatkan mereka. Aku selalu menekankan hal ini karena dalam EXORCISM (Pengusiran Iblis) ada banyak hal di luar logika yang akan terjadi. Terkadang orang awam tidak akan memahami hal itu. “Baik,” jawab mereka bersamaan. Bapa Michael menatapku dan mengulurkan tangan untuk menggandengku dan berjalan menuju tangga. Menaiki tangga satu per satu hingga sampai ke depan kamar Jane Cloude. Terdengar suara tangisan dari dalam kamar itu. Aku merasakan itu bukan Jane yang asli. Sesuatu sudah mengambil alih tubuhnya. “Tolong ... tolong aku ... aku kesakitan ... kenapa kalian mengikatku seperti ini .... hiks hiks hiks ....” tangis Jane dari dalam kamar terdengar menyayat hati. Aku dan Bapa Michael membuat tanda salib dan berdoa sebelum membuka pintu itu. Tak lupa, aku mengoleskan minyak suci di pintu tersebut. Seketika suara tangisan Jane berubah menjadi teriakan dan seakan mengaum. Mungkin reaksi dari doa dan olesan minyak suci ini. “Aaaa! Aaaa! Dasar kalian! Hauurrgggg!” Suara itu dengan nada besar dan berbeda jauh dengan suara tangis tadi. Bapa Michael menatapku dan meyakinkan aku untuk waspada. “Lauren, kita tak tahu apa yang ada di sana. Waspada selalu,” bisik Bapa Michael kepadaku. Aku pun mengangguk tanda paham. Kami segera masuk ke kamar Jane saat pintu sudah dibuka. Kami melihat Jane Cloude menyeringai dengan mata terbelalak dan putih semua. Terasa jelas aura negatif dalam kamar itu, terlebih terpancar dari tubuh Jane. “Homines qui fiduciam acceperit eliminare filiis nostris. Venite videte, quis est fortior!” Jane mengatakan dengan bahasa Latin yang berarti, “Selamat datang anak manusia yang terlalu percaya diri bisa melenyapkan kami. Mari lihatlah, siapa yang lebih kuat!” “In the name of The Father ... of The Son ... and The Holy Spirit ....” Bapa Michael memulai dengan doa dan memercikkan air suci ke arah Jane. Tubuh Jane Cloude langsung menggelepar. Suara teriakan memekakkan telinga kami. Aku tahu jika ini baru sebuah awal yang panjang dari sebuah EXORCISM (Pengusiran Iblis). Semoga Tuhan selalu menyertai kami dari awal hingga akhir penyelamatan Jane Cloude di Rumania.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN