Pada hari Sabtu, Leonard kembali dengan aktivitas mengurung diri di rumah sewa kecilnya. Dia menatap layar ponsel dengan tatapan hampa.
Berharap kalau wanita dingin itu menghubunginya secara ajaib. Sepertinya, masih ada bagian di dalam dirinya yang masih tidak percaya kalau Alexy sudah menjadi orang asing di antara mereka berdua.
Apakah menitipkan nomor ponselnya ke bagian resepsionis dianggap bodoh oleh wanita itu?
“Tidak. Tidak bisa. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku tidak seharusnya tenggelam dalam kesedihan. Sejak kapan aku seperti ini?” gumamnya kepada diri sendiri, berdiri dan berjalan menuju jendela.
Ponsel di tangan segera menghubungi nomor yang sudah lama ingin dihubunginya. Dia tidak bisa melakukannya sebelumnya karena takut mendapat penolakan begitu Alexy tahu siapa yang mencoba mengontaknya.
Sayangnya, ketika dia sudah menekan tombol keluar, nomor yang dihubunginya sudah tidak aktif.
“Alexy... kamu bahkan sudah mengganti nomormu?” ujarnya dengan tertawa kering. Tidak menduga kalau jejak dirinya dalam kehidupan wanita itu hampir hilang sepenuhnya.
Kalau dia tidak melihat anak laki-laki yang mirip dengannya, mungkin sudah tidak ada yang bisa menghubungkannya dengan wanita itu.
Dia sudah melakukan tes paternitas dan hanya tinggal menunggu hasilnya dalam waktu kurang dari 2 minggu. Walaupun Alexy tidak percaya dengan hasilnya dan mengira dia berbohong, setidaknya dia bisa meyakinkan dirinya sendiri dan memiliki sedikit harapan agar tetap bisa memperjuangan hubungan mereka.
Senin berikutnya, Leo mencoba hal gila dan nekat. Dia menunggu pagi-pagi sekali di sudut bangunan yang sudah dijaga sangat ketat, dan baru muncul dengan masker di wajahnya begitu melihat sebuah mobil incarannya muncul di depan pintu.
Ketika Alexy sudah mau turun, tiba-tiba saja dari belakang, dia segera mendapat dorongan dari seseorang yang membuatnya masuk kembali ke dalam mobil.
“Apa yang kamu lakukan? Siapa kamu?!”
Sopir yang mendengar teriakan bos wanita di belakangnya segera berbalik dan mendapati seorang pria membuka penutup wajahnya sambil tersenyum lebar.
“Halo, Nona Archer? Kita bertemu lagi. Apa kamu tidak merindukanku?”
“Kamu?! Apa yang kamu lakukan sekarang? Keluar dari mobilku!”
Leo tidak menggubrisnya. Dia malah berkata kepada pria di depan kursi pengemudi. “Tolong jalan, Pak! Bawa kami ke taman di dekat sini!”
Alexy menatapnya tak percaya. Hatinya panas luar biasa!
“Kamu tidak tahu malu! Siapa kamu yang berani memberikan perintah seperti itu?!”
Leo meliriknya dengan senyuman jahil, berkata percaya diri. “Aku adalah pria yang sangat kamu cintai 4 tahun lalu, dan meskipun kamu tidak mengingatku sekarang karena amnesia, aku yakin masih ada setitik cinta di dalam hatimu.”
“Kamu bicara omong kosong!” pekiknya hampir gila.
Leo tersenyum manis yang membuat sang wanita kaget hingga jantungnya seperti akan melompat keluar.
“Omong kosong? Bagaimana kalau kita buktikan sebentar? Mau bertaruh? Kenapa? Kamu takut? Aku pikir pemimpin Aleria Corp tidak takut apa pun?” sinisnya dengan sorot mata jenaka.
Alexy geram!
Dia merapatkan bibirnya dengan mata setengah melotot.
Sopir yang kebingungan di depannya segera melerai mereka dengan suara takut-takut, “Maaf, Bu CEO. Apakah kita akan berangkat atau tidak?”
Alexy diam saja melirik sekilas kaca spion di depannya, lalu melirik ke arah pria yang menahan sebelah tangannya.
“Kenapa? Kamu sungguh takut? Aku hanya ingin mengajakmu jalan-jalan. Tidak akan melukaimu sama sekali. Jangan membuatku kecewa. Aku sudah susah payah datang ke sini. Keamanan kalian semakin gila setiap harinya. Beri aku sedikit penghargaan. Oke?”
Alexy ingin menjerit marah!
Untungnya dia segera menguasi diri sebaik mungkin, menyentak tangannya lepas dan berkata cepat. “Apa yang sebenarnya kamu inginkan dengan berbuat begini?”
Leo mengedikkan bahunya santai, wajah acuh tak acuh.
“Aku juga tidak berharap banyak. Tapi, aku dengar kalau seseorang amnesia, ada yang masih bisa disembuhkan dengan pendekatan alami. Mungkin aku bisa mencobanya sekarang. Kamu bilang kalau ayah dari putramu sudah meninggal dunia, bukan? Aku bertanya-tanya, apakah kamu amnesia karena terlalu cinta kepadaku, ataukah kamu hanya ingin menghindariku karena dendam. Aku ingin mencari tahu saja. Tidakkah kamu ingin tahu apakah aku ayah dari putramu atau bukan?
Kamu percaya begitu saja kalau ayah dari putramu sudah meninggal? Siapa yang mengatakannya? Kamu melihatnya sendiri? Kamu amnesia, bukan? Aku yakin ada yang tidak beres dengan ingatanmu karena aku masihlah sehat luar biasa. Sayang, cinta kita penuh dengan perjuangan. Aku akan memaklumi kalau kamu akan menjadi depresi dan mengalami gangguan ingatan setelah berpisah. Itu artinya cintamu sungguh dalam kepadaku. Aku sangat terharu kalau itu benar.”
Wajah dan sikap Leo yang bersikap seolah-olah terluka dan main-main membuat wajah Alexy memerah luar biasa dengan gigi digertakkan kuat-kuat. Entah dia malu atau marah, tidak ada yang tahu.
“Kamu sungguh seperti hama! Apa kamu tahu itu?!”
Leo terkekeh kecil. “Aku adalah hama yang keras kepala. Kamu tidak akan mudah menyingkirkanku, Sayang.”
“Aku bisa memanggil keamanan saat ini juga!”
Leo langsung mengeluarkan sebuah belati kecil dan mengarahkannya ke sopir di depannya, mata menatap Alexy dalam-dalam. “Coba saja. Apa kamu suka melihat orang lain terluka karena perlawanan kecilmu ini?”
“Apa kamu gila! Jangan sakiti dia!” bentaknya marah, menatapnya tak percaya.
Leo segera menarik tanganya dan menyimpan belati kecil itu di sakunya.
“Ok. Aku tidak akan macam-macam. Sekarang, apa kita sudah bisa jalan?”
Alexy sangat geram! Dia berharap bisa membakar pria di sebelahnya dengan hanya pandangan matanya saja!
Apakah dia tidak bisa segera menendangnya keluar dari mobil, lalu ditabrak truk sampai mati?
Alexy sangat kesal!
“Tolong jalan, Pak!” kata Alexy dengan suara marah tertahan, melotot ke arah Leo yang kini tersenyum-senyum bodoh, tapi sepertinya sangat senang karena rencananya berhasil.
Selama perjalanan, tidak ada yang berbicara, dan ketegangan semakin naik seperti mencekik leher siapa pun.
‘Aduh! Bagaimana ini? Kenapa aku harus terjebak dengan masalah rumit mereka berdua? Aku hanyalah seorang sopir! Demi Tuhan!’ batin pria di kursi pengemudi.
Setibanya di sebuah taman kota, Alexy hanya diam saja di dalam mobil sambil mendapat pelototan tajam dari Leonard.
“Kamu mau aku menggendongmu? Sungguh?!” godanya dengan senyuman main-main, sebelah alis dinaikkan jenaka.
Alexy yang sedang bersedekap arogan dan dingin seketika mengerang kesal mendengar ancamannya.
Sopir di depan tanpa sadar tertawa kecil.
“Kenapa Bapak tertawa?” tegur Alexy kesal.
“Jangan marah-marah, Sayang. Tidak baik melampiaskannya kepada orang lain. Kamu semakin kejam saja. Ayo, aku bantu turun, ya?” potong Leo ketika sopir hendak membalas ucapan bosnya.
“Jangan sentuh aku! Singkirkan tanganmu dari hadapanku!”
“Baik. Baik. Wanita yang sungguh galak!” balasnya dengan kekehan menarik, kedua tangan diperlihatkan setinggi bahu. Senyumannya semakin nakal daripada sebelumnya.
Alexy memutar bola mata malas dan segera keluar dari mobil.
Apa mau pria aneh itu sebenarnya?
Dia sama sekali tidak bisa menebaknya!