PROLOG
Pasangan seperti apa sebenarnya yang kamu harapkan untuk menjadi kekasih halalmu di atas ranjang?
Apa aku tidak cukup meyakinkan karena dengan berani menghadap ke Tuhan langsung untuk menghalalkanmu menjadi teman hidupku.
Meski kita hanya saling mengenal sebatas di permukaan.
Dear Istriku,
Aku tidak bisa menjanjikan bahwa pernikahan ini akan mudah tapi kamu harus tahu kalau aku berusaha.
Aku,
Yang sekarang berstatus suamimu dan mungkin akan mencintaimu di kemudian hari.
- Your Husband -
***************************
Aku masih saja sempat memikirkan kisah cintaku di masa lalu
saat lelaki itu mendadak datang dan berikrar di hadapan Tuhan tanpa mengucapkan kalimat ‘will you marry me?’ sebelumnya.
Aku menyadari,
kalau aku menggenggam cinta yang nyatanya terlalu lama aku pertahankan tapi tidak berani aku ikat dalam satu hubungan jangka panjang karena terlalu takut mengambil keputusan.
Dear Suamiku,
Aku tidak tahu akan seperti apa pernikahan kita kedepannya. Tapi bolehkah saat ini aku menganggap kamu hanyalah lelaki pemaksa yang membuatku terlihat menyedihkan dengan pernikahan kilat ini
Aku,
Yang sekarang berstatus istrimu dan entah kapan bisa benar-benar menerima kehadiranmu.
-
Your Wife -
***************** Marriage Express ****************
“Gue pasti lagi bermimpi buruk saat ini.”
Seperti mantra, aku mengucapkannya dengan sepenuh hati seraya memejamkan mata, menautkan jemari di depan bibir dan mulai berdoa.
“Semoga besok pagi saat bangun semua bencana ini juga akan berakhir—“
“Berakhir di atas ranjang bersama suami baru setelah mimpi indah malam pertama.” Belum juga tuntas sampai baca doa selamat sudah ada yang menginterupsi. Sial!!
Aku membuka mata dan melotot sangar ke arah Devila– perias usil langganannya Mama –yang terkekeh geli dari pantulan kaca rias sibuk menarik-narik rambutku dan menyemprotkan banyak hair spray lalu mengaturnya entah akan dibentuk seperti apa. Aku sama sekali tidak berniat untuk bertanya.
“Nikah itu enak loh, Bi.” Tanpa mempedulikan tampangku yang kusut seperti baju belum disetrika si Devil – panggilan sayangku untuknya – terus aja ngoceh seperti kereta api. “Setiap hari nggak kesepian lagi. Paling terasa bedanya itu kalau malam saat musim hujan yang biasanya hanya bisa meluk guling jadi bisa meluk doi.” Entah berapa banyak itu cairan dia semprotkan ke rambut. Kalau sampai rusak, bakalan aku botakin rambutnya dia yang seperti indomie itu. “Belum dirasain aja gimana enaknya. Coba kalau sudah tahu pasti ketagihan. Percaya deh sama Devi.”
“Apa enaknya kalau gue aja sama sekali nggak punya bayangan siapa lelaki yang bakalan gue peluk malam ini Devil?!” desisku kesal setengah mati. Memang dasar ya setan. Enak banget kalau ngomong.“Seperti beli kucing dalam karung, tahu nggak?!”
Tanpa rasa kasihan sedikitpun, si Devil tertawa membahana membuatku semakin kesal melihat tingkahnya. Cobaan yang diberikan padaku saat ini benar-benar tidak adil hanya karena belum menikah di usia tiga puluh tahun. Apa yang salah sebenarnya dengan hal ini sementara di luar sana banyak wanita yang bernasib sama denganku tapi masih bisa bebas menikmati hidupnya dan keliling dunia?
Jawabannya hanya satu. Karena Ibu mereka bukanlah Nara Anjelina yang kebelet banget pengen cepat-cepat punya cucu seperti semua teman-teman arisannya hingga sanggup menciptakan drama yang benar-benar konyol bin ngeselin seperti ini. Mimpi buruk yang akan membuat hidupku ke depannya berubah total 180o sampai-sampai saat ini aku hanya bisa bengong dan tidak tahu lagi harus berbuat apa selain pasrah seperti kambing ompong dihias jadi lenong sama Devil yang terlihat lebih bahagia dari pada pengantinnya sendiri.
Ngenes? Iya banget. Bahkan mungkin aku akan menjadi satu-satunya pengantin yang berwajah kusut saat menikah. Astaga. Help me, please!!
Devil terkekeh geli. “Percaya aja deh sama pilihan Mama Nara. Nggak mungkinlah Bi, Beliau ngarungin kucing kampung pasti kucing kelas atas deh yang bulu-bulunya halus bikin kulit tangan gatal ingin menjamah. Lagian salah siapa juga yang sampai umur segini belum kawin-kawin.”
Aku jelas nggak terima. Hakku sebagai manusia merasa tersentil.
“Mbak Devil yang budiman, gue ini masih muda ya. Belum memasuki usia kritis yang harus dikhawatirkan sampai segininya.” Devil memutar bola matanya yang rasanya ingin aku semprot kispray biar kaku. “Nggak ada yang salah kok walaupun belum menikah di usia kepala tiga bagi wanita karier. Ini hanya masalah waktu sampai gue ketemu sama imam masa depan gue bukannya dikawinkan paksa dengan cara ala siti nurbaya modifikasi seperti ini. Terlalu kreatif si Mama ih!!”
“Bian kalah sama Devi,” ucapnya sombong. Aku mengeryit. Mengabaikan apapun itu kesibukan yang ada di luar kamar. “Devi aja ya nikah itu umur 18 tahun.” Aku melipat lengan di d**a malas mendengarkan dan mencoba mengabaikan rambutku yang sudah selesai dibentuk seperti sarang semut lalu ditempelin hiasan macam kulkas. “Masa Bian sampai umur segini malah belum kawin-kawin.”
”Ya bedalah!!”
Jelas dong aku langsung nyolot. Zaman sekarang itu wanita menikah di atas usia tiga puluh tahun nggak jadi masalah. Yang terpenting sih tahan malu aja sama tebalin telinga dari pertanyaan yang sama setiap tahunnya. Beda sama orang dulu yang lebih banyak menikah di usia yang bahkan tidak lebih dari dua puluh tahun. Takut nggak laku mungkin jadinya cepat-cepat dinikahkan.
“Elo kan memang sudah kebelet kawin.” Aku menunjuk Devil melalui kaca. “Kalau gue ini masih semangat bekerja dan maunya mencari calon suami sendiri.”
“Karena Bian nggak bisa nyari sendiri makanya dicarikan dan langsung dinikahkan. Gitu loh cah ayu. Pantas aja Mama Nara langsung menggelar acara pernikahan dadakan seperti ini kalau pikiran anaknya aja kusut begini. Aduh, Devi jadi pusing.”
“Gue yang dinikahkan paksa kok elo yang pusing sih!!” dengusku kesal.
“Calon manten nggak boleh merengut kayak gitu nanti riasan spektakulernya Devi jadi hancur.”
“Bodo amat!!!”
Tiga jam yang lalu,aku baru sampai di rumah setelah penerbangan Bali - Jakarta dan sumpah ya kaget banget saat melihat Mama yang seharusnya tergeletak di atas tempat tidur karena belum sadarkan diri ternyata berdiri menyambut di pagar rumah dengan ekspresi bahagia dan senyuman yang tidak pernah pudar dari wajahnya. Tanpa mempedulikan wajahku yang bengong, Mama langsung menyeretku masuk dan aku seketika merasa seperti terkena amukan badai katrina saat melihat rumah sudah disulap menjadi tempat acara nikahan lalu di paksa mandi pakai di siram air kembang segala dan duduk di kursi panas ini tanpa belas kasihan.
Aku sangat berharap kalau ini semua hanya mimpi tapi ternyata harapanku langsung runtuh dalam sekejap saat Bella yang sudah cantik dengan kebayanya masuk ke dalam kamar seraya tersenyum.
“Alhamdulillah Mbak, rombongan mempelai pengantin laki-lakinya sudah datang.”
Aku hanya bisa ternganga.
“Alhamdulillah,” koar Devil dengan bersemangat.
Ya Tuhan, maafkan hamba kalau selama ini kurang banyak bersedekah hingga diberi hidayah seperti ini.
***
“Sebentar lagi ya Mam. Tenang saja. Semuanya akan baik-baik saja.” Bella mengelus pelan punggung Mama yang matanya sudah mulai berkaca-kaca.
Seharusnya ya aku yang perlu ditenangkan dan disabarkan di sini. Aku mah apa, dianggurin dan disuruh diam saja menunggu di kamar sementara di luar sana nasibku sedang dieksekusi dengan vonis mati. Lebay memang tapi aku sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Terlalu shock bahkan untuk sekedar bernapas pun susah.
Lalu aku rasanya ingin pingsan saat suara bariton yang menurut telingaku terdengar maskulin dan seksi itu berdengung mengucapkan Ijab kabul dengan lancar dan menggemalah kalimat SAH di seluruh penjuru rumah. Selamat tinggal masa lajang yang direbut paksa. Hiks!!
"Alhamdulillah Ya Allah."
Mama dan Bella sama-sama menangis dan langsung berpelukan. Begitu bahagia sudah bisa memaksa anaknya ini menikah kilat. Demi bule-bule hot yang ada di Bali, kenapa nasib percintaanku bisa berakhir tragis seperti ini?
Semua rancang bangun segala hal tentang pernikahan hancur dalam waktu singkat. Yang seharusnya dimulai dulu dari proses perkenalan lanjut pendekatan lalu jadian setelah itu dilamar romantis dan berakhir di pelaminan. Kalau begitu alurnya kan enak, pasti aku bahagia banget. Lah ini, boro-boro dikenalin, aku aja nggak tahu lelaki bersuara seksi itu siapa. Arrghh!!!
Pertanyaan yang menggema di dalam kepalaku hanyalah SIAPA SUAMIKU YANG ADA DI BAWAH SANA ITU, YA TUHAN!!!!
Kenapa juga lelaki itu mau menikahiku?
Rada menyeramkan kalau suami baruku ternyata tipe lelaki berhati dingin dan arogan seperti penggambaran suami-suami yang sering aku baca di cerita w*****d. Oh tidak!!!!
"Bianca." Mama mendekat langsung memelukku yang bergeming dengan erat. "Makasih ya sayang. Mama bisa tenang sekarang karena kamu sudah menikah."
"Hmm," hanya itu jawabanku.
Mama sepertinya pura-pura tidak mendengar. "Kamu tenang aja, Nak Dus itu lelaki yang baik kok dan juga mapan. Dia juga menetap di Bali seperti kamu jadi nggak ada masalah."
Dus? Wedus? Kerdus?Who’s Dus?Mamaku hebat banget ya pokoknya.
“Mama benar-benar tega melakukan ini semua sama Bianca ya?” Akhirnya kukeluarkan juga pertanyaan itu. Mama menatapku sesaat lalu menghela napas.
“Mama nggak punya pilihan lain sayang.” Diusapnya pipiku dengan lembut. “Dari pada Mama kepikiran kamu terus di sana sendirian jadi Mama lakukan ini.”
“Bukan karena kebelet pengen cucu?” sindirku telak.
Mama terkekeh, “Ah kamu ini nggak bisa ya di ajak melowdramatis gitu. Mama kan tadi nggak enak kalau mau ngomong jujur.”
“Mama ih!” Aku jelas cemberut.
“Dengan doa Mama, kamu akan bahagia.” Lalu membisikkan sesuatu di telingaku. “Mama lihat di instagramnya, dia itu punya roti sobek seperti Oppa pujaanmu itu loh.”
Aku melotot. Mama tersenyum seraya menaikkan alisnya yang sudah di pangkas rapi itu. Aku hanya bisa ternganga mendengarnya. Beneran tuh?
Mama menghela napas, “Mama sudah memilihkan lelaki terbaik yang cocok buat kamu dan pastinya dari keluarga baik-baik. Mama nggak sembarangan pilih loh ya. Kalau tentang roti sobek itu, yah, anggap aja bonuslah.” Mama berbisik lagi. “Dan masih banyak bonus-bonus lainnya yang menunggu,” kekehnya kemudian.
Emakku modelannya begini nih. Aku menghela napas pasrah.
Lalu gantian Bella yang memelukku erat setelah dari tadi dia cekikikan melihat ulah Mama."Alhamdulillah ya Mbak. Bella sama Bang Jack akhirnya bisa menyusul sebentar lagi." Tuh kan pasti ada maksud terselubung. “Jadi keluarga yang bahagia ya.”
“Amin,” jawabku dengan suara sedatar mungkin.
Bella tersenyum jahil, “Ditunggu keponakannya Bella.”
Aku melotot dan bergidik.Tidak mau membayangkan harus bikin adonan sama lelaki entah siapa itu.
“Oh iya dong. Kalau yang itu ditunggu banget pokoknya,” Mama menimpali.
Aku sudah ingin mengumpat tapi berusaha aku tahan karena nanti tambah kualat dan dikasih hidayah yang lebih besar lagi daripada ini.
"Sepertinya kita sudah harus turun ke bawah Bi. Prosesi Ijab Kabulnya sudah selesai. Sekarang saatnya kamu harus bertemu dengan suamimu sayang."
JEDER!!
Aku memasang wajah horor rasanya sudah ingin lari saja kalau perlu loncat dari balkon sekalian. Bella mengelus wajahku dan mengangguk menenangkan. Aku manyun. Nasi sudah menjadi bubur biar kata aku menyangkalnya tapi statusku sudah berubah saat ini.
AKU SUDAH JADI ISTRI SEORANG LAKI-LAKI YANG TIDAK DIKENAL, SAUDARA-SAUDARA!!!
Mama membantu berdiri akibat dari baju kebaya modern warna putih yang aku pakai. Aku bahkan tidak sanggup melihat tampilan spektakulerku sendiri di cermin setelah dirias sama Devil. Jadi aku memilih menundukkan wajah meresapi kesedihan yang mendalam dan berjalan diapit sama Mama dan Bella untuk turun menemui suami baruku. Aduh, aku keselek!!!
Perlahan tapi pasti aku turun dengan perasaan berdebar tidak karuan. Gumaman tentang betapa cantiknya aku menggema saat kami sampai di lantai bawah dan di bawa kehadapan lelaki itu. OH NO!!
"Sayang, salam dulu sama suami kamu ya."
Yang bisa aku lihat hanya deretan jemari kakinya yang hmm, seksi. Kulitnya putih dan nampak berotot. Aku belum berani mengangkat wajah.Mama mundur dan aku agak gemetaran. Jadi begini rasanya jadi Aisyah yang menikah tanpa pacaran.
"Angkat kepalamu sayang."
“Takut Mam,” lirihku seraya menggeleng pelan hingga mengundang tawa.
“Nggak apa-apa sayangku. Coba intip dulu wujud kekasih halalmu ini yang akan menjadi ladang ibadahmu ke depannya. Di jamin mantap.”
“Wajar kalau masih malu.” Pak Penghulu sepertinya bisa bercanda. “Nanti lama-lama juga mau.”
Semua yang ada di sana langsung tertawa geli. Aduh, malunya!!
Lalu seseorang itu memegang daguku dan memaksaku mengangkat pandangan. Aku langsung memejamkan mata dan menahan napas. Takut melihat kenyataan.
"Buka matamu,Bianca." Suara maskulinnya terdengar.
Eh wait. Kok rasanya kenal nih suara ya. Didorong oleh rasa penasaran dan juga praduga bersamaan dengan seruan-seruan lantang di dalam kepala berupa kalimat JANGAN LELAKI ITU TUHAN yang terus diulang-ulang, aku perlahan membuka mata lalu melotot dan mundur saat bisa melihat dengan jelas wajah imam masa depanku. OH MY GOD!! COBAAN APA LAGI INI!!!!!
Jangan siksa hamba dengan cara seperti ini. Hiks. Ini bahkan lebih menyeramkan dari yang ada di cerita w*****d. Mampus!!!
Aku sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Yang sempat terlintas di dalam kepalaku saat melihat senyuman tipis yang nampak di wajah lelaki itu hanyalah, Mama memang hebat membawakanku langsung prince charming abad modern.
Sudah tidak perlu diragukan lagi semua hal yang melekat padanya. Pekerjaan mapan, rumah mewah di Bali, mobil sport keren, wajah pribumi yang tampan, badan yang atletis dan sangat jantan. Aku bahkan sudah bisa membayangkan bagaimana enaknya berada di bawah tubuh kekarnya dihentak dan digoyang –Astaga, nyebut-nyebut.
Tapi terlepas dari betapa sempurnanya dia, hanya Tuhan dan dia sendiri yang tahu apa yang ada di dalam kepala mesumnya dan sikap angkuh serta songongnya. SIAL!!!
Dan umurnya, Ya Tuhan. Dua tahun di bawahku!!!
Mimpi apa aku semalam sampai harus menikah dengan berondong legit begini.
"Cium tangan suamimu sayang."
Mama membuyarkan keterkejutanku. Terpaksa, aku maju perlahan karena tidak punya pilihan lain. Aku genggam dan cium punggung tangannya bersamaan dengan elusan lembut di kepala. Saat aku mengalihkan tatapan ke wajahnya, seringaiannya nampak di sana.
Demi Tuhan!!!!
Pernikahan kilatku dengan prince charming yang ada di depanku ini hanya membutuhkan waktu lima menit mengucap ijab kabul dan aku sudah terjebak bersamanya. Seumur hidup.
Tenggelamkan saja aku sekarang di rawa-rawa, please!!!
***