Herman sudah duduk di sofa ruang tamu rumah Dedi dan Risma. Sambil menunggu Dini yang sedang membereskan pakaian dan semua barangnya agar tidak ada satu pun yang tertinggal, Herman juga sedang menunggu Benny yang sedang membuat surat perjanjian yang harus di tanda tangani kedua belah pihak.
Dini masih berada di kamar tidurnya. Kamar yang begitu kecil dan minimalis namun terlihat elegan dan bersih serta rapih. Dini adalah sosok wanita yang menyukai kebershan dan kerapihan.
Dua koper besar sudah terisi penuh dengan semua pakain dan barang-barang Dini seperti sepatu, tas dan berbagai macam aksesoris pribadinya.
Dini meletakkan dua koper besar itu di dekat pintu kamar dan siap membawanya keluar dari kamar tidur yang telah berpuluh tahun di tempatinya itu.
Kamar tidur penuh dengan kenangan. Tentu kenangan yang paling buruk dan membuat traumanyaa sedikit muncul lagi dalam bayangannya.
Tempat ini, kegadisannya terenngut secara paksa oleh saudara sepupunya sendiri. Vian, putra semata wayang Bibi Risma dan Paman Dedi. Usianya terbilang cukup jauh. Dini yang baru berusia tujuh belas tahun kala itu, dan Vian sudah berusia dua puluh empat tahun.
Semenjak kejadian itu, berkali-kali hampir setiap malam Vian datang ke kamar Dini untuk meminta jatah nafsu bejatnya untuk di salurkan. Vian selalu memberikan obat anti hamil dan obat penenang agar Dini tidak histeris mengingat kejadian buruk itu.
"Dini!!" panggil Vian yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar tidur Dini tanpa permisi. Kamar tidur itu langsung di kunci.
Vian selalu mengambil kesempatan baik untuk meminta jatahnya untuk melampiaskan nafsu hiperseksnya kepada Dini. Tubuh Dini sudah menjadi candu bagi Vian sejak lama. Sudah bertahun-tahun Vian merasakan tubuh Dini yang sexy dan sintal itu.
Wajah Dini yang penuh hasrat membuat Vian selalu ingin kembali mengulang dan mengulang merasakan kenikmatan tubuh Dini hingga benar-benar puas.
Dari situlah, Vian menjadikan Dini sebagai b***k nafsu seksnya dan sesekali di jual kepada teman-teman kerjanya untuk mendapatkan uang lebih. Tapi, apa daya Dini yang hanya bisa diam dan mengikuti semua keinginan Van. Jika tidak, maka pecutan ikat pinggang yang berakhir pada pelampiaan nafsu pun harus di terima dini selama berjam-jam.
Sampai pernah suatu malam, Vian menjual Dini kepada lima orang temannya secara bersamaan dalam satu kamar dan Dini harus bisa memuaskan hasrat kelima lelaki itu hingga benar-benar merasakan kenikmatan dan merasa puas dengan pelayanan Dini.
Tidak segan-segan Dini diberikan obat kuat untuk tetap segar bugar tanpa ada rasa lelah. Satu malam itu tubuh Dini benar-benar harus di eksploitasi oleh lima orang lelaki yang kelaparan akan seks.
Vian berjalan mendekati Dini. Dini hanya terdiam. Sudah hapal dengan kelakuan Vian yang tentu ingin menyentuhnya.
"Ada apa?" tanya Dini lirih yang duduk di tepi ranjang dan kedua matanya menatap ke arah luar jendela kamarnya yang tidak tertutup oleh hordeng.
Lampu kamar itu dimatikan dan Vian langsung mendorong tubuh Dini hingga tubuh mungil itu terlentang di atas kasur. Vian sudah kalap, terlebih mendengar percakapan Dedi, Sang Ayah yang ingin menjual Dini kepada lelaki tua bangka yang sangat kaya raya.
Perlakuan Vian pun membuat Dini bungkam tidak bersuara sedikit pun. Tatapan Vian pun terlihat sendu bukan keganasan yang terlihat setiap malam. Malam ini terlihat berbeda, seperti ada rasa sayang terhadap adik sepupunya ini.
Dengan pelan, Vian membuka pakaian Dini satu per satu tanpa ada pemberontakan dari Dini. Biasanya Vian selalu melakukannya dengan sangat kasar dan keras, tapi malam ini semuanya dilakukan dengan penuh kelembutan. Kedua mata Vian pun tidak merah seperti biasanya yang selalu dalam pengaruh alkhohol setiap menikmati tubuh Dini. Wangi aroma napasnya pun bukan seperti buah naga, tapi bau khas papermint yang menyegarkan.
Dini hanya menatap kedua mata Vian yang juga menatap mata bulat dan hitam milik Dini. Satu tangan Vian sudah berhasil membuka semluruh kancing baju Dini yang sudah terlepas dan menampilkan seluruh anggota intim tubuhnya yang terlihat indah dan mempesona. Dini benar-benar pandai merawat tubuhnya. Aroma kulit Dini yang khas membuat para lelaki hidung belang itu selalu betah menghirup dan berlama-lama mncium kulit putih mulus Dini.
"Maafkan Aku, Dini," lirih Vian mengucapkan kata maaf dengan sangat lembut dan penuh penyesalan.
Bibir Dini yang menganga seolah tidak percaya pun langsung bungkam dan terisi penuh dengan bibir tebal Vian yang sudah lebih dulu melumat lembut bibir Dini.
Tangan kanan Vian muali bergerilya menyusuri semua anggota tubuh Dini dan menyentuh serta memilin benda kenyal yang membuat tubuh Vian pun ikur bedesir dan bergetar hingga basah di bagian bawah.
Desah napas keduanya seolah terengah-engah karena pertautan kedua bibir yang terlalu lama itu. dini pun berusasha melepasan karena stok oksigen di dalam paru-parunya mulai habis tak bersisa.
"Arghhh ..." desis Dini dengan penuh kenikmatan.
Vian pun tersenyum puas. Jarang sekali melihat Dini terlihat menikmati seperti ini. Tubuhnya terasa bergetar dan berdenyut pada bagian intimnya hingga keduanya pun merasakan kenikmatan yang sesungguhnya.
"Kamu menikmatinya? Aku melakukannya dengan pelan dan lembut, tidak seperti biasanya. Mungkin aku sudah jatuh cinta kepadamu, dan aku harap ini bukan hari terakhir aku bisa menikmati tubuhmu yang sudah menjadi candu setiap malam untukku, Dini," ucap Vian pelan yang terus menggenjot tubuh Dini hingga peluh keduanya bercucuran dan membuat sekujur tubuh itu basah.
Kedua mata Dini mengerjap tak percaya. Vian yang biasanya berlaku kasar, malam ini begitu lembut hingga Dini pun hanyut dalam permainan cinta di atas ranjang itu.
Tubuh Dini sudah berkali-kali bergetar hebat dan mengeluarkan cairan hangat yang mengaliri seluruh oragan intimnya, dan berkali-kali Vian trsenyum bahagia melihat Dini yang sudah lemas hingga empat kali dalam permainan itu. Namun, masih belum juga bisa mencapai klimaknya. Vian sengaja ingin memberikan sesuatu di hari terakhir Dini berada di rumah itu. Mungkin setelah ini, Vian akan kesulitan menikmati tubuh dini bila tidak membuat janji terlebih dahulu.
Pesona Dini di atas ranjang tidak terkalahkan. Semua wanita yang pernah di tiduri oleh Van tidak ada yang membuat candu seperti Dini. Desahan Dini yang terus membuat telinga Vian geli untuk terus mendengarnya. Belum lagi, wajah puas Dini yang benar-benar polos tanpa ada rekayasa menambah nafsu dan ambisi Vian untuk terus dan tidak mau menyudahi permainan basah ini.
"Diam dan nikmati. Waktuku tidak banyak. Suadah saatnya akujuga ingin meihatmu tersenyum puas dan tidak melupakan kejadian malam ini," lIrih Viam di dekat telinga Dini.
Tubuh Dini terus di peluk dan di ciumi dengan bagian bawah yang terus bekerja maju mundur hingga mengeluarkan bunyi-bunyian yang sangat nikmat dan indah. Alunan suara gesekan dan cairan yang beradu pun makin membuat Vian dan Dini b*******h dan terus hingga desah Dini pun lolos begitu saja.
"Arghhh ......" erang Dini yang lolos begitu saja dengan suara nyaring.
Begitu juga dengan Vian yang masih terus bekerja hingga klimaknya benar-benar tercapai sempurna. tubuhnya sedikit bergetar dan pelukannya makin di eratkan hingga ....
"Uhhh ... Arghhhh .... Diniii," erangan Vian pun tak kalah terdengar sangat sexy hingga tubuh Vian terkulai lemas berada di atas tubuh mungil Dini.
Dini memejamkan kedua matanya, dan Vian melorot begitu saja dari atas tubuh itu. Senyumnya yang puas penuh dengan kelicikan. Vian merasa bahagia bila melihat wanita malam itu menderita walaupun dia adalah adik sepupunya sendiri. 'Suatu hari kamu akan tahu, kenapa aku seperti ini kepadamu,' tawa Vian di dalam hati.