Hidup lah dengan baik, sayang Semakin dipikirkan semakin sakit, Agam mengurut d**a. Sebagai lelaki, ia paling tidak suka menangis. Namun akhir – akhir ini, keadaan terlalu menuntut agar terlihat lemah. Entah sebab menyakiti, atau memang rancangan Tuhan. Jam masuk masih ada sekitaran tiga puluh menit, semua mahasiswa bimbingannya tidak diizinkan bertemu. Ia butuh waktu, menenangkan diri. Setidaknya untuk hari ini saja, sampai besok siap menghadapi kenyataan yang jauh lebih parah. Terdengar ketukan pintu, ia melirik jam dipergelangan tangan. Benar – benar tidak tahu waktu, namun ia justru menyahut dari dalam. " Masuk." Perintahnya, dingin. Pintu terbuka lebar, menampilkan wajah Kinan, si mahasiswi bimbingan sekaligus calon istri dari Hamdan. " Maaf Pak, saya ganggu." Ucapnya sopan. Aga