“Kamu deg-degan atau enggak, Shen?” tanyaku ketika malam itu aku menemani Shenna tidur di kamarnya. Semula aku tidur di kamar tamu karena aku tidak enak kalau harus tidur di kamar pengantin, tetapi Shenna memintaku menginap di kamarnya seperti biasa. Kemungkinan besar, ini akan menjadi kali terakhir aku dan Shenna tidur bersama. Setelah dia punya suami, maka kami tidak akan pernah bisa lagi. Jujur, belum-belum saja aku sudah melow. Aku pasti akan merindukan masa-masa kami kemana-mana berdua. “Bohong kalau aku bilang enggak, Da. Jelas deg-degan banget. Cuma lebih banyak senengnya. Excited aja, gitu. Kaya ngimpi, tapi juga nyata. Pokoknya gitu, deh!” “Bahagia banget pasti, nikah sama cowok yang kita cintai dan mencintai kita.” “Banget, Da. Ini salah satu yang harus kusyukuri banyak-banya