Bab 4

1451 Kata
HAPPY READING *** Emi memasukan mie ramen itu ke dalam mulutnya dan menyumprut kuah yang super lezat. Ia menatap Viola shabatnya. “Lo masih main Tinder?” “Masih lah.” “Kenapa sih, nggak nyari yang ada di dunia nyata aja,” ucap Emi menyarankan sahabatnya itu. Ia tahu sejak dua tahun sudah silih berganti sahabatnya itu mencari pria di dating apps, namun hasilnya nihil. Yang ada hanya di ajak staycation yang berujung having s*x, atau one night stand. “Lo tau lah, gue tuh punya keterbatasan inter-personal skill kalau sama sama cowok di dunia nyata. Enaknya tuh kenalan dari dunia maya dulu, baru deh ke dunia nyata.” “Kan, bisa nyari cowok di kantor banyak, yang suka sama lo juga rame.” “Males, bapak-bapak.” “Di club deh, siapa tau dapat yang bener.” “Itu apa lagi Emi, lo tau lah kalau di club cuma ngajak one night stand, habis itu lupa. Tambah enggakk bener sih di sana,” Viola terkekeh. “Lah, apa bedanya sama dating apps, ngajak staycation, ujung-ujungnya juga having s*x, bosen, ghostingin lo, langsung kelar.” Viola lalu tertawa, “Tapi setidaknya, gue bisa milih mana yang oke. Kalau di dunia nyata susah, agak ribet gitu mulainya.” “Yah, kenalan seperti biasa. Terus si Jeff itu?” “Nah itu. Tapi gue masih bingung deh, emang dia tuh si Jeff yang punya Tokopedio?” “Mana sih, fotonya?” Tanya Emi penasaran. Viola meraih ponselnya di meja, ia memperlihatkan foto pria bernama Jeff kepada Emi. Emi menatap pria mengenakan kaca mata hitam yang sedang memegang setir. Foto itu di ambil secara selfie di dalam mobil. Ia akui bahwa pria di foto itu sangat tampan. “Ganteng nggak?” Tanya Viola. “Iya, ganteng banget sih, itu.” “Kalau gue lihat, foto itu sama di google Jeff Sebastian si CEO Tokopedio sama orangnya. Enggak tau deh nanti kalau ketemu.” Emi memicingkan matanya, “Mereka orang yang sama?” “Iya sama. Coba lo bandingin sama foto profilnya di sana.” Emi meraih ponselnya, dan mengetik nama Jeff Sebastian di sana. Ternyata mereka orang yang sama. “Kalau real life nggak tau deh bener apa nggak. Kan gue belum ketemu, atau nih orang cuma ngaku-ngaku aja? Biasa suka ngaku-ngaku dan fake akun.” Emi lalu berpikir, “Lo ketemu pakek baju apa?” Tanya Emi lagi. “Pakek baju ini aja deh, pantes nggak sih?” Tanya Vio. “Pantes sih, tapi mending lo, pakek yang lebih oke, takutnya tuh cowok beneran Jeff yang punya Tokopedio.” “Kalau dia gadungan, bagaimana?” Timpal Vio, ia menyelesaikan makan ramennya. “Kan antisipasi aja Vi. First impression harus oke, kalau itu beneran dia. Kalau bukanpun, lo nggak rugi juga kan?” “Hemm, terus?” “Beli dress aja deh di Zara atau H&M, habis kita makan.” Vio menepuk jidunya, “Haduh, duit lagi. Gue harus hemat Mi.” “Enggak apa-apa, lagian cuma dress, dari pada pakek baju kerja gitu. Lo mau balik ke kost juga nanggungkan macet banget kalau jam pulang kantor,” ucap Emi. Emily mempunyai firasat bahwa yang menemui Vio itu adalah si Jeff asli, karena ia melihat foto yang di profil pria itu dan di beranda google sama. Hanya saja yang di foto profil itu di ambil secara pribadi melalui camera ponselnya. “Kalau lo kenalan sama tuh cowok beneran Jeff, gue ketiban hoki juga. Kalau gue mau resign tinggal minta bantuan Jeff, masuk ke perusahaanya,” ucap Emi terkekeh, ia mengambil gelas berisi teh ocha yoshinoya, ia teguk sambil memandang Viola. “Masa sih, beneran?” “Anti sipasi aja, Vi.” “Terus, gue harus gimana?” “Tampil all out. Nanggung kalau cuma segini aja, lo mau dapat cowok tajir nggak?” Emi beranjak dari kursinya. “Lo mau ke mana?” Tanya Viola . Emi melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 12.30 menit, “Cabut yuk, mau cari dress buat lo.” “HAH!” “Iya, kita ke lantai tiga. Kita ke Zara sebentar, cari dress buat lo.” “Pakek baju ini aja lah,” sungut Vio, masalahnya dress di Zara nggak lebih dari 500 ribu pasti keluar, ia juga beranjak dari duduknya. “No, jangan. Pakek itu terlalu biasa, pakek yang oke.” “Tapi, Mi…” “Udah, lo ikut gue aja,” ucap Emily. Vio sudah melihat Emi yang sudah meninggalkan table. Viola terpaksa menyeimbangi langkah Emi yang sudah keluar dari outlet Sushi Tei. Vio melihat area mall yang tampak ramai, mungkin ini jam makan siang, jadi karyawan yang berada di dekat sini memilih makan di mall ini. Ia masih tidak yakin bahwa si Jeff CEO yang akan menemuinya. Vio dan Emi turun melalui eskalator. Emi melirik Vio yang berada di sampingnya. “Di Tinder, nama lo asli?” “Enggak lah, gue fake name gitu.” “Siapa?” “Sarah.” “Terus.” “Yaudah gue bilang aja kalau gue itu owner restoran.” “Dia percaya?” Vio mengedikan bahu, “Enggak tau, tapi kayaknya sih percaya gitu.” “Good. Kalau beneran dia, yaudah oke aja kalau doi ngajak chek in.” “Ah lo, ngajakin nggak beneran deh.” Emi seketika tertawa, “Kan siapa tau aja, dia pengen nyari one night stand, di luar pertemenan dia. Wajar sih, kalau orang punya lust dan pengen untuk berhubungan seks dengan orang di luar circle nya.” “Kapan lagi kan tidur sama CEO keren kayak Jeff.” “Tapi ada loh, orang yang nggak bisa monogami, open relationship. Yang bisa misahin antara love dan lust,” ucap Emily. “Boro-boro gue mau open relationship. Gue aja masih jomblo. Kalau udah punya pasangan, ngapain juga gue main dating apps. Lo aneh deh.” “Misalnya si Jeff. Bukan lo.” “Kirain gue.” “Emang ada orang kayak gitu? Open realationship?” “Ada dong, banyak malah. Katanya mereka seneng gitu kalau pasangannya senang sama orang lain alias poliamori.” “Cheating gitu?” “Iya. Kesepakatan dengan pasangan.” “Kalau gue mah ogah, gue tetep monogami. Gila aja mau open relationship.” “Itu kan denger orang, mereka punya prinsip kayak gitu.” “Bukannya kalau cheating, kontak fisik sama emosional itu ada?” “Exactly. Tapi itu pilihan mereka. Katanya kalau monogami merasa segala yang punya terserah hanya satu orang dan itu buat sakit. Kalau lebih dari satu, ya hubungannya dengan pasangan lebih intim, katanya.” “Terlalu open minded sih menurut gue kayak gitu. Bullshit banget!” “Setuju sama lo, gue juga nggak mau. Lagian mau aja berbagi, kalau gue juga ogah!” “Sama!” Vio dan Emi lalu masuk ke dalam gerai Zara. Emi melangkahkan kakinya menuju rak bagian bodycon dress. Emi mengambil bodycon berwarna putih tanpa lengan, lalu menyerahkan kepada Vio. “Kok putih?” “Biar elegan dan mahal.” “Item loh bagus,” tunjuk Vio, karena ia merupakan salah satu wanita yang suka mengenakan pakaian berwarna hitam, karena terlihat lebih sexy dan misterius menurutnya. “Item lo udah banyak.” “Mau di coba nggak?” “Coba gih bentar.” “Mepet nih waktunya, soalnya bentar lagi harus balik kantor.” “Nyobain juga nggak nyampe lima menit,” timpat Emi. Vio dan Emi lalu melangkahkan kakinya menuju kamar pas. Vio mencoba dress itu dan Emi memperhatikannya. Ia menatap penampilannya di cermin. “Oke sih itu, cocok sama lo.” “Jadi gue pakek ini?” “Iya.” “Kayaknya item deh Mi, bagus,” Viola masih keukeh dengan pilihan dress hitam yang dipilihnya. “Udahlah jangan item, emang mau dugem.” “Ah, lo.” Beberapa saat kemudian, Emi dan Vio melangkah menuju kasir. Vio membayar dress itu dengan kartu debitnya. Setelah itu mereka keluar dari mall Pasific Place. Taxi online mereka sudah menunggu di depan lobby. Lalu mereka masuk ke dalam, mobilpun meninggalkan area mall. “Kalau nanti doi ngajak having s*x, lo mau nggak?” Tanya Emi. “Ah, lo ngomong apaan?” “Kan biasa gitu kalau di dating apps.” “Tergantung sih, kalau jelek dan missqueen sih, ogah.” “Kalau itu beneran si Jeff, ngajakin gimana?” “Tergantung juga, gue tertarik apa nggak sama dia. Liat entar deh, nggak pengen aneh-aneh, apalagi ngarepin bobo bareng.” Emi tertawa, “Lagian juga doi nggak tau lo, taunya lo Sarah.” “Iya, bener.” Emi mencodongkan wajahnya ke telinga, “Kalau mau nganu, jangan lupa pakek kondom.” “Ih, Emi!” Emi lalu tertawa geli, ia sengaja menggoda sahabatanya itu. Akhirnya mobil sudah tiba di depan tower, mereka pun keluar dari taxi dan membayar sesuai argo di aplikasi. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN