Jakarta, dua tahun kemudian.
"Oke! Semua udah ready! Silahkan kembali ke pos masing-masing. Satu hal yang gue tekenin, gue ga mau ada keluhan kekerasan dan pelecehan baik verbal ataupun fisik. Tegas boleh, tapi kekerasan dan pelecehan, NO! Sampe ada yang kesandung masalah itu, gue sendiri yang bakalan urus lo orang, gue ga peduli lo cowo atau cewe! Paham?"
"Paham, Bang!"
"Siap, Yan!"
"Oke! Balik ke pos masing-masing!"
Ian memakai masker hitamnya, memasukkan name tag ke dalam saku di balik jas almamater berwarna kuningnya. Satu-satunya detail yang menandakan bahwa Ian adalah salah satu Ketua Sie - Tata Tertib - Masa Pengenalan Fakultas untuk Mahasiswa Baru tahun itu, hanyalah tali penggantung name tag berwarna biru tua yang menjuntai di lehernya.
Pagi itu cuaca cukup cerah. Matahari tak malu-malu memberikan sinarnya, bahkan cahayanya terasa begitu menghangat di punggung Ian. Ingatan tentang seseorang yang dikasihinya berkelebat tanpa henti. Dulu, jika cuaca secerah ini, perempuan itu akan berdiri di bawah terik cahaya matahari pagi seraya menutup kedua netranya, tersenyum dan berdendang. Cantik. Sungguh cantik sekali.
'Meta suka cahaya pagi begini. Hangat!'
Ian menghembuskan nafasnya, betapa ia merindukan gadisnya itu. Jika saja dulu Ian mampu menjaganya, mungkin detik ini mereka masih berdiri bersisian. Ian tak perduli jika ia hanya akan menjadi sebatas teman bagi Meta, asalkan Meta tak pergi begitu saja dari hidupnya, meninggalkan kesendirian seperti dua tahun ke belakang.
Ian melangkah ke halaman muka fakultasnya, melipat kedua tangan di depan d**a, dan bersandar di dinding yang tak jauh dari gerbang masuk. Ia menguap, hingga seorang gadis - Tara - di sampingnya menggeleng-geleng tak habis pikir.
"Ngapain lo semalem?"
"Menurut lo ngapain, Tar?"
"Paling nonton bokep! Apa praktek lepas segel?"
"Untung cakep lo! Otak kotor lo termaafkan!"
"Kok lo ga mau sama gue? Kan kata lo gue cakep."
Ian menggelengkan kepalanya, terkekeh sesaat lalu memutuskan untuk mengikuti permainan Tara.
"Satu kampus ini juga tau lo cakep, Tar. Ga jadi point plus lah!"
"b******k!"
"Tuh kan! Untung cakep! Gue maafin mulut mercon lo!"
Tara terkekeh, memang tak akan ada habisnya bicara dengan Ian.
"Lo ngapain pake masker gitu?" tanya Tara lagi.
"Biar ga dikenalin sebagai kakak tingkat yang ngeselin! Cukuplah gue dikenal sebagai Ian sang Casanova!" sesumbarnya.
"Cassava! Eh Singkong, masih kurang banyak mantan lo? Jadi orang tuh bener dikit, koleksi yang bermanfaat. Ini malah ngoleksi mantan, unfaedah!"
"Yailah Tar, kan gue ga pernah nembak duluan. Mereka yang pengen jadi cewe gue."
"Tapi lo yang mutusin mereka gitu aja. Lo ada dendam kesumat sama cewe apa gimana sih?"
"Iye! Makanya gue gak mau jadiin lo cewe gue. Bisa sengsara hidup gue tanpa lo!"
"Badboy!"
"At least gue bukan fuckboy. Dari awal gue bilang, kalo sampe sebulan gue ga bisa jatuh cinta ya that's over! No offense!"
"Who knows? Sekarang lo badboy, besok lo fuckboy?"
"Ya Allah, untung gue ga napsu sama lo! Bisa stroke gue punya cewe congornya modelan lo!"
"Pempek?"
"Serah lo Tar! Seraaaaahhh!"
"Jadi beneran, once upon a time, seorang Ian sakit hati sama seorang cewe. Yang akhirnya ngebuat dia gonta ganti pacar karena berharap bisa ngelupain itu cewe?"
"BINGO!"
"Gue penasaran sama cewe yang bikin lo kaya gini, Yan."
Ian mengedipkan sebelah matanya pada Tara, mengusaikan debat kusir paginya. Ian lalu melangkahkan kakinya menuju barisan mahasiswa baru yang belum jua terlihat rapih.
Matahari semakin meninggi, bias-bias cahayanya pun terasa semakin terik. Para mahasiswa baru yang baru saja menyelesaikan jogging perkenalan fakultas mulai berbaris lagi dengan nafas terengah-engah. Ian menyapukan pandangannya ke setiap paras adik kelasnya, menelisik gurat emosi dari setiap pemiliknya, hingga matanya terbelalak kaget menatap salah seorang di barisan itu.
"Meta..." gumamnya pelan.
Perempuan itu sedang fokus meneguk air putih sambil mengatur nafasnya hingga tak menyadari sepasang netra terpaku memandangnya sedari tadi. Saat netra mereka bersirobok, Ian segera memalingkan wajahnya. Kalut, bingung, dan mati gaya berpadu menjadi satu.
Ian memutar tubuhnya, berjalan panik terburu-buru. Khawatir Meta menyadari kehadirannya. Karena tergesanya, Ian tak memperhatikan langkahnya.
'BRUGH!'
Ian tersandung kakinya sendiri. Di depan ratusan mahasiswa hukum. Ia terjerembab, tersungkur lurus layaknya singkong, untung saja wajah tampannya tak mencium conblock. Ian tak mampu mengangkat tubuhnya, netranya ia pejamkan, terdiam membatu begitu saja. Teman-temannya sesama panitia Masa Pengenalan Fakultas berlari ke arahnya, didahului Tara yang tadi memang sedang berdiri di dekat titik Ian terjatuh.
"Yan, lo kenapa?" tanya Tara panik.
"Tar, bawa gue ke tenda darurat. Please..." lirih Ian pelan.
"Ada yang sakit?" tanya Tara lagi.
"Sakitnya ga seberapa, Tar... Malunya itu, ga bakal ilang..."
Tara mengatup mulutnya, menahan tawa yang begitu ingin menerobos. Teman-temannya yang melihat mimik Tara mengerti, ada yang kadung malu karena keteledorannya sendiri.
"Buruan, Tar..." Ian memelas lagi.
Dua orang teman dekatnya - Riki dan Fandi - mengangkatnya, berpura-pura memapah Ian.
"Lo mau ngincer siapa Yan sampe salah tingkah begini?" tanya Riki.
"Main sirkus jangan dimari, nyet!" lanjut Fandi.
"Eh kadal b***k, diem lo berdua. Bawa aja gue ke tenda." gerutu Ian pelan.
Riki dan Fandi hanya menggeleng sambil menahan tawa mereka. Hingga akhirnya mereka selesai bersandiwara begitu masuk ke tenda darurat yang memang disediakan untuk peserta MPF. Ian berbaring di space yang khusus disediakan untuk panitia, menutup tirai pembatas di dekatnya.
"Ya Allah, sakit t***t gue!" rintih Ian.
"Acting aja lo, nyet! Kelakuan lo persis lutung sih, petakilan!" ujar Fandi lagi.
"Bener-bener b*****t! Temen sakit malah dicaci." omel Ian.
"Ehem!" Tara menyempilkan wajahnya di antara tirai di hadapan Ian.
"Bengek lo? Minum obat sana!" kesal Ian.
"Cieeeeee..." ledek Tara lagi.
"Eh Tararejing! Kagak ada bener-benernya lo jadi temen. Seneng liat temen susah, susah liat temen seneng!"
Mereka yang di sana terkekeh mendengar omelan Ian.
"Lo bakalan jadi bahan ledekan selama setidaknya satu semester! Congrats mai luv!" Lagi-lagi Tara meledeknya.
Ian mendengus kesal.
"Mai luv ndasmu!"
"Iaaan... Mind your words! Banyak ade-ade lucu lho di sini." goda Tara sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Gue kira bengek, ternyata mata lo cacingan!" omel Ian lagi.
"Percayalah, ga akan ada yang percaya seorang Ian yang terkenal gagah dan jago karate kehilangan keseimbangan!"
"Ngomong lagi gue kuncir mulut lo, Tar!"
"Cieee... Jadi itu cewe yang bikin lo nyungsep? Gila Yan, pose lo persis singkong! Dia sampai cengo lho! Hahahaha" ujar Tara seraya tertawa geli.
"Gue mau kenalan aaaah... Target identified! Bye, Ian... See you when I see you, mai luv..." ledek Tara lagi sambil berlalu, memancing kekesalan Ian.
"Tar... Woy, Tar! TARA!!! TARA TARI TARO! TARAREJIIIIING! BALIK LO SINI!"