Pekerjaan Baru

1857 Kata
Juna sudah selesai dengan urusan Erick, owner tempatnya bekerja dan dia memang diterima, mulai besok dia sudah bisa bekerja di Burgers kitchen. Walau hanya sebagai pelayan tapi Juna tetap merasa senang karena dia bisa bekerja di Melbourne ini meski pakai jalur ordal. Wajahnya berseri - seri, tapi dia bingung mau mengabari siapa untuk berbagi kebahagiaannya, Mamanya? Cari mati, Papanya? paling jawabannya 'O', sedangkan Bitha? ah sudah lah, dia tidak akan tertarik sama sekali. "Halo Mas...." Suara ceria Leah menyambut panggilan teleponnya. Juna sedang dalam perjalanan ke dorm-nya untuk mengambil barang yang tadi sudah di kemasinya, lalu setelah itu dia akan ke The Bean menghampiri Sophia. Selagi teleponnya di terima, Juna berhenti sejenak di pinggir trotoar. "Lele ... mas udah kerja sekarang, jadi dibeliin coklat nggak?" Tanpa basa basi Juna langsung mengabarkan berita yang membahagiakan ini pada adiknya, sambil menyampaikan itu, Juna tampak tidak tahan menahan senyum bahagianya. "Yeeeeyyy ... beneran mas Juna sudah kerja? Uhuuuy, keren banget ... sepatu docmart bisa nggak sekalian mas?" "Apa aja boleh, bikin aja list -nya, nanti kalo mas pulang, dibawain." "Punya kakak satu gini aja udah bikin senang, apalagi kalo sampe lima." "Ngayal!" Leah tertawa. "Mas Juna lama nggak di sana?" "Satu tahun." "Ya ampun, Mas Juna kan baru berangkat minggu lalu, masih lama dong mas." Ada nada kecewa disuara Leah. "Ya nggak apa - apa dong, nggak berasa lho setahun itu." "Kalo gitu nanti aku kirim nomor sepatunya satu minggu sebelum mas Juna pulang aja deh, pasti nomor kaki ku udah tambah gede." "Ya ...oke." "Mas juna kerja apa sih di sana? Kata mbak Bitha mau jadi asisten mang Adang, beneran ya?" "Bitha sirik tuh Le, dia nggak boleh kemana - mana jadinya menyebar gosip, jangan percaya." "Aku juga nggak percaya." "Mama ada ngomong soal mas nggak Le?" "Ada, nggak tahu tapi pagi gara - garanya ngomongin apa gitu waktu di meja makan, tiba - tiba aja kata Mama nanti Mama mau ke tempat Mas Juna." "Hah? Kapan?" "Nggak tahu, tapi Papa bilang nanti - nanti aja kalo Mas Juna sudah mau pulang aja." Hufft, Juna bernafas lega. Bisa bubar semua rencananya kalau sampai mamanya datang, baru saja diterima bekerja, masa harus di suruh pulang? Juna yakin sekali kalau mamanya sudah melihat tempat tinggal dan tempat dia bekerja, fix, disuruh pulang tidak pakai tawar menawar lagi. "Le, jangan bilang Mama kalau Mas telepon atau bilang Mas udah kerja ya. Kalo mama ngomong mau nyusul Mas, jangan bolehin ya Le ...nanti Mas beliin apa yang Lele mau." "Amaann, emangnya mas Juna kerjanya apa sih di sana? Gajinya gede ya, Mas?" "Gede..." Juna tidak menjawab pertanyaan Leah bagian dia kerja apa. "Bisa beliin tiket Taylor Swift di Singapore nggak?" "Bisa banget." "Aku mau dong." "Paling juga nggak boleh pergi sama Mama." Leah tertawa," Tahu aja. Boleh pergi asal sama Mama ... kan aneh, sementara temen - temenku aja dibolehin pergi sendiri." "Terima aja, itu lah mama kita, Le." "Kalo sama Mama, nggak usah mas Juna yang bayar." "Memangnya kalo mas Juna yang bayar, kamu mau kabur?" "Kabur? Ya nggak lah. Eh Mas ... mbak Tata beberapa hari yang lalu nganterin Tiramisu ke sini, dia nanya mas Juna udah ganti nomor ya, soalnya sekarang udah nggak bisa dihubungi." "Ckk ... siapa yang ketemu sama dia?" "Mbak Bitha." "Terus Bitha ngasih nomor telepon mas nggak?" "Aku nggak tahu, mas Juna tanya aja sama mbak Bitha, mbak Tata kan temennya." "Nggak ketemu Mama kan?" "Nggak, kemarin itu pas Mama lagi ke Bandung sama Papa." Juna lega. "Kapan Mama ke Bandung?" Juna tidak tahu mamanya ke bandung, apakah saat mengomelinya mamanya sedang di Bandung? "Sehari abis mas Juna berangkat, tapi pulang hari kok." "Ooh." "Kamu jangan kasih nomor Mas ke Tata ya Le." "Aku? Ya nggak lah, dia aja nggak nanya sama aku, kan dia nganggap aku anak kecil yang nggak tahu apa - apa." "Padahal adik mas ini udah smp ya, udah gede." "Iya .."jawab Leah senang dianggap sudah besar sama mas nya. "Mbak Bitha lagi ngapain, Le?" "Aku nggak tahu, aku belum ketemu mbak Bitha hari ini." "Emang kamu ngelayap kemana aja hari ini sampe nggak ketemu mbak Bitha?" "ke sekolahan." "O belum libur ya?" Juna sampai lupa jadwal anak sekolahan. "Aku sekarang lagi libur lima hari, kelas sembilan lagi ujian sekolah, tapi tadi aku ada janjian sama temenku sebentar. Tiga bulan lagi Aku baru libur kenaikan kelas. Apa aku liburan ke tempat mas Juna aja ya?" "Jangan!" "Yaa ... kenapa?" suara Leah terdengar kecewa. "Nanti - nanti aja, Mas kan baru disini, Le. Mas nggak mungkin bisa minta izin. Kalo kamu ke sini kan Mas jadi nggak bisa nemenin jalan - jalan," jawab Juna mencari alasan supaya adiknya tidak terlalu kecewa. "Aku bisa jalan - jalan sendiri." "Eh mana boleh." "Mas juna jadi kayak Mama deh." Juna meringis. "Lihat nanti aja ya, belum tentu Mas akan selalu disini, Mas kan nanti harus pindah kerja yang lain juga, dan itu bisa aja di kota yang lain, kayak di Sidney, Perth, Brisbane atau di tempat lainnya, kalau kamu kesini terus mas keburu pindah gimana? Bukannya kamu mau ke Amerika lagi, katanya NewYork tempat mama tinggal Mama dulu lebih menarik ya?" "Iya sih, tapi Australia pas libur kenaikan kelas ini lagi musim dingin kan? Jadi libur Desember nanti aku minta ke Amerika lagi sama Papa." Juna pusing. "Pokoknya jangan dulu Le, nanti zonk lho kalo ternyata Mas udah pindah." "Iya juga sih, ya udah deh, aku minta wisata kulineran aja ke Jepang." "Kalo mau kulineran ke mal aja Le, banyak tuh makanan Jepang. Jauh amat pake ke Jepang segala," sahut Juna sambil tersenyum walau Leah tidak bisa melihatnya. Leah jadi terkikik, betul juga kata mas nya itu. Alasannya mau ke Jepang memang benar - benar lemah. "Siapa tahu Mama mau." "Atur aja deh, Le." Obrolan yang tidak singkat dengan adik bungsunya itu cukup menambah kebahagiaan Juna walau sempat deg - deg an ketika Leah tiba - tiba ingin liburan ke Melbourne juga, untung saja atensi remaja yang tingkat gabut dan galaunya masih sangat tinggi itu, bisa dialihkan Juna. "Le ... udah dulu ya, Mas ada janji sama orang nih." "Oke Mas .." "Ingat yang Mas pesan tadi ya." "Siappp Mas ku sayang." *** Juna tiba di tempat Sophia agak sedikit terlambat, coffee shop itu sudah tutup, Jack saja sudah pulang, tapi Sophia tidak sendiri, ada seorang pria yang duduk dengannya di bagian luar coffee shop. "Maaf aku terlambat," ucap Juna ketika sudah mendekat dengan membawa koper ukuran 22 inch miliknya dan satu tas ransel. Ya memang Juna hanya membawa koper kabin dan ransel saja. Tadinya malah cuma mau bawa satu ransel kesayangannya, tapi tidak jadi karena mamanya sempat bertanya,"Cuma tiga hari di melbourne?" Jadi Juna menambahkan koper kabin supaya kelihatan pantas saja, walau tetap tidak pantas karena yang lain membawa koper bagasi yang lebih besar, karena memang kan mereka akan tinggal satu tahun dan bisa saja diperpanjang kalau sudah melewati masa wajib kerjanya. "Tidak apa - apa, o ya kenalkan ini David, pacarku." "Dave, ini Arjuna yang aku ceritakan tadi." Mereka bersalaman, gaya David tentu saja terlihat sedikit songong karena rasa percayanya yang tinggi. Bukan tanpa alasan, tentu saja karena Sophi menceritakan banyak hal tentang Juna walau ada juga beberapa hal yang di skip-nya. Mungkin Sophia bilang kalau Juna ini susah hidupnya, dia baru saja dapat pekerjaan dan harus dibantu. Bisa saja David jadi merasa orang lebih hebat kan? "Senang bertemu denganmu," ucap Juna. "Aku juga." "Maaf kalau aku merepotkan kalian, kalau memang ada acara berdua, aku akan naik taksi saja," ucap Juna. "Jangan, nanti kamu malah nyasar ke mana - mana, David bersedia mengantarkan kamu dulu, kami bisa pergi setelahnya," sahut Sophia cepat. "Iya tidak apa - apa, itu tidak terlalu jauh dari sini, bisa sekalian lewat," jawab David yang terlihat sebaya dengan Juna. "Kita jalan sekarang?" "Ya." Mereka harus berjalan sekitar seratus meter tempat ke tempat parkir, memang tidak ada tempat parkir mobil di depan The Bean. "Koper mu bisa diletakkan di sini," ucap David sambil membuka bagasi mobilnya dan membiarkan Juna mengangkat koper dan ranselnya. "Terimakasih," jawab Juna lalu menutup bagasi tersebut setelah memuat barang - barangnya di sana. Sophia duduk di sebelah David, sedangkan Juna di kursi belakang. David sepertinya sudah diberitahu Sophia tujuan mereka, karena saat menjalankan mobilnya dia tidak bertanya lagi. "So ...jadi kamu sudah bertemu Erick ya tadi, bagaimana hasilnya?" tanya Sophia. "Bagus, aku sudah mulai bekerja besok." "Wah bagus sekali. Ervin ada?" "Ya, dia ikut ngobrol sama aku dan Erick, kebetulan dia yang bertugas closing tadi." "Hmm ... waktu yang tepat ya. O ya Dave, Ervin tadi titip salam buat kamu." "Owh." Juna hanya diam ketika Sophia dan David sedang berinteraksi. Dia bingung juga mau ikut campur, agak canggung rasanya. "O ya Jun ... disekitar penginapan itu ada beberapa resto kecil, tapi kamu harus berjalan kaki sekitar seratus atau dua ratus meter, mereka buka sampai malam, kamu bisa mencari makan malam di sekitar sana, pastikan dulu tidak ada pork dan harganya murah." Sophia memberikan informasi yang mungkin diperlukan Juna, terdengar seperti sedang memberi perhatian. "Mungkin kamu perlu membeli sepeda untuk menunjang transportasi, mungkin nanti setelah mendapat gaji kamu bisa membeli yang bekas saja, tidak mahal, cuma lima puluh dollar, itu bisa kamu pakai untuk mengambil pekerjaan di Uber eats," sela David ikut memberikan masukan ke Juna. "Dia mau menabung untuk membeli mobil di Negaranya," sahut Sophia. "O ya? Berapa lama kamu bekerja supaya bisa membeli mobil?" tanya David, kalau diperhatikan, nada bicaranya itu sedikit meremehkan. "Aku tidak tahu, apakah mobil seperti ini mahal?" tanya Juna ke david. Mobil david ini bukanlah mobil baru, mungkin sudah berumur lima tahun ke atas, dan Juna belum pernah punya mobil seperti ini, sepertinya tidak pernah masuk list jenis mobil yang akan dibeli papanya. "Dia mau membeli mobil Jepang atau Korea." David menoleh ke pacarnya,"Kamu tahu dia mau beli mobil apa?" "Ya, tadi dia bilang ... cita - citanya mau membeli mobil jepang atau Korea yang bekas pakai, katanya murah." Cakep banget nih orang bilang cita - citaku mau beli mobil bekas di depan pacar songongnya ini, oceh juna dalam hati. "Murah? Mana ada mobil yang murah, kalau sepeda bisa kamu bilang murah. Aku saja harus kerja di kantoran dulu baru bisa membeli mobil ini, untuk seorang pelayan akan sulit membeli mobil walaupun bekas." "O gitu?" Juna diam saja walau dalam hatinya mulai panas juga sama si David sialan ini. "Sepertinya kamu harus bekerja lebih keras lagi," ucap Sophia sambil menoleh ke belakang, tentu saja ucapannya itu di tujukan ke Juna. "Ya ... sepertinya aku harus mengikuti saran David untuk membeli sepeda dulu, dari roda dua siapa tahu nanti bisa berkembang jadi roda empat." Sophia tertawa mendengar ucapan Juna, tapi David tidak, wajahnya tetap serius. "Aku serius Soph, kalau aku beli sepeda, berarti aku bisa mengurangi biaya transportasi ke tempat kerja, dan saat weekend aku bisa isi sebagai pengantar makan di Uber eats, David memberi ide yang bagus, thanks bro." "Ya ... ya ... David memang selalu banyak ide, dia hebat," puji Sophia. Di puji begitu barulah David sedikit tersenyum, sedangkan Juna? Ya mendengus lah! Apa hebatnya ngide jadi kurir makanan gitu, biasa aja kali! Entah mengapa Juna tidak 'sreg' dengan David, itu lah first impression-nya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN