Ikut ke Rumah Sophi

1700 Kata
Sophia mengajak Juna untuk makan siang di Nelayan Restaurant Indonesia yang terletak di Swanston Street. Mereka memulai perjalanan mereka dari Carlton Gardens menuju stasiun Tram, sekitar empat ratus lima puluh meter menuju stasiun La Trobe St. "Harus naik Tram ya?" "Hmm, tidak juga, sebenarnya naik tram hanya dua menit." "Owh dekat, kalau jalan kaki?" "Lumayan, sekitar satu kilometer dari sini, mungkin perlu lima belas menit." "Kita jalan aja kalau gitu." "Yakin?" tanya Sophia melihat ke arah Juna yang sedang memproduksi banyak keringat di dahinya. "Owh abaikan saja ini, nanti kering sendiri," jawab Juna sambil memberi cengirannya. Sophia mengeluarkan tisu dari dalam tasnya dan memberikannya ke Juna. "Thanks," jawab Juna menerima tisu itu lalu menyeka dahi dan lehernya. Mereka berjalan sekitar ke arah selatan di sepanjang Lonsdale Street, melewati berbagai toko dan kafe yang menarik perhatian. Sepanjang perjalanan tentu saja mereka mencium aroma makanan dari berbagai restoran yang menggoda selera. "Di sini pusat bisnisnya." "Burgers Kitchen berarti di sisi yang berbeda ya?" tanya Juna yang mencoba mengenali area yang mereka lewati sekarang. "Yup, dan disini banyak sekali resto Indonesia, mungkin lain kali kamu bisa mencobanya sendiri." "Kamu sering ke resto Indonesia?" "Nope, baru dua kali di Nelayan dan satu lagi tidak jauh dari pusat kota juga." "Dan kamu hanya makan nasi goreng?" Sophi tertawa,"Ya ...waktu itu aku melihat banyak sekali pilihan makanannya, tapi aku tertarik dengan foto nasi goreng yang ada kerupuk udang, aku mau mencobanya dan ternyata suka." "Dan sekarang kamu mau mencoba makanan yang sama?" "Hmm ... lihat nanti, mungkin kamu bisa kasih rekomendasi dan menjelaskan rasa yang akan aku dapat kalau memakannya." "Baik lah." Setelah beberapa menit berjalan kaki hanya lurus - lurus saja menyusuri Lonsdale Street, kini mereka berbelok ke Swanston street dimana restoran Nelayan berada di sisi kanan jalan. Mereka perlu menyeberang, walau tidak ada kendaraan lain lewat di jalan ini karena hanya ada jalur Tram dan juga jalur sepeda yang satu arah, tapi tetap saja Juna pindah ke sisi kiri Sophi dan melingkarkan tangannya ke bahu Sophi walau tidak menyentuhnya, terlihat seperti ingin melindunginya saja, dan itu membuat Sophi sedikit merasa aneh, tapi dia abaikan. Restoran Nelayan ini terkenal dengan hidangan autentik Indonesia yang lezat, jadi tidak salah kalau Sophia mengajak Juna ke sini. Baru saja masuk mereka sudah melihat ramainya resto ini saat jam makan siang, deretan bangku dan meja bisa dikatakan penuh, dan hampir semua pelanggannya orang Indonesia. Juna mengikuti Sophi jalan lurus ke belakang menuju counter makanan. Ada banyak makanan yang dipajang disana, kalau mau nasi rames tinggal pilih lauk, Juna sampai bingung melihatnya, dia bahkan lupa kalau ini di Australia, yang mengingatkannya adalah ketika pelayan resto menanyakan keinginan Sophi dalam bahasa inggris. Selain makanan yang siap saji, ada juga makanan yang ditampilkan berupa foto seperti nasi goreng, sate, bakso, mie ayam, soto ... Juna ingin makan semuanya! "Kamu mau apa?" tanya Sophi. "Aku malah bingung Soph, rasanya mau aku makan semua." Sophi terkekeh,"Itu akan membuatmu kekenyangan dan bangkrut!" "Ya aku tahu, cukup mahal juga ya." Harga nasi goreng kisaran sembilan belas dollar, kalau ikan bakarnya dua puluh delapan dollar. Juna versi Indonesia tentu saja tidak akan berhitung makan dengan harga segitu, tapi Juna versi perantau, jadi berhitung juga. "Kalau kamu mau mencoba, nasi dengan lauk dan sayur itu juga enak, kalau di Indonesia namanya nasi rames, itu campuran sayur dan protein hewani." "Itu apa?" "Owh itu perkedel kentang." "Jadi itu kentang?" "Iya." "Kalau itu?" "Kayaknya itu rendang deh." Juna bertanya pada pelayan yang sedang menunggu pesanan mereka, dan membenarkan bahwa itu rendang, tapi tingkat kepedasannya minim. "Ya itu beef rendang, di Indonesia biasanya pedas, tapi disini katanya tidak terlalu pedas, kamu harus coba itu." "Makannya pakai apa?" "Oke, mau aku pilihkan?" "Ya boleh." Juna memilih kan nasi rames untuk Sophi, rendang, tumis pok coy dan perkedel dan tidak lupa kerupuk, sedangkan untuknya nasi, sate ayam, tahu isi dan tumisan mirip cap cay tapi berwarna merah, mungkin pakai saus tomat. "Saya minta air mineral dan jus alpukat," ucap Juna. "Dingin?" "Ya." "Kamu mau minum apa Soph?" "Air mineral." "Mau jus?" "Setelah makan itu minum Jus?" "Kamu coba jus alpukat dengan s**u coklat, enak sekali." "Aku tidak yakin." "Nanti kamu coba jus punyaku dulu." "Baik lah." Karena makanan mereka hasil pilihan makanan yang sudah siap makan, maka mereka membawa makanan langsung ke meja, kecuali jus yang harus dibuat dulu dan Juna diberi nomor untuk pengantaran nanti. "Totalnya lima puluh dua." Sophia belum sempat mengambil dompetnya, tapi Juna sudah mengeluarkan uang cash seratus dollar. "Kenapa tidak dipisah?" tanya Sophi. "Owh maaf, ini pisah tagihan?" tanya si mbak kasir merasa bersalah. "Tidak usah, bayar semua," jawab Juna menggunakan bahasa Indonesia kepada kasir yang sangat terlihat wajah Indonesianya. Petugas kasir tadi menerima uang Juna dan memberikan kembaliannya. "Nanti jus nya akan diantar." "Oke, terimakasih." "Sama - sama." Mereka langsung mencari tempat duduk sambil membawa makanan mereka. "Kalian bicara apa tadi, kenapa tidak jadi split bill?" "Karena aku yang memilihkan makanan kamu, jadi aku yang bayar, jadi kalau kamu tidak suka makanannya, kamu tidak menyalahkanku, simple kan?" "Bagaimana kalo ternyata aku suka?" "Ya sudah, bagus." Sophia hanya melihat ke arah Juna sambil menggelengkan kepala. Dia belum pernah ketemu orang yang ngotot mau traktir. Bahkan David yang pacarnya saja kalau memang mereka sepakat bayar sendiri - sendiri ya bayar sendiri, tidak seperti Juna ini yang ngotot sekali tidak boleh Sophi untuk membayar makanannya dengan banyak sekali alasan. Mereka duduk berhadapan di depan makanan masing - masing. Mungkin karena memendam rasa penasaran, yang pertama dicoba Sophi adalah perkedel kentang. Ketika suapan pertama masuk kedalam mulutnya, tampak dia mengangguk - angguk. "Suka?" "Ya suka ... rasanya asin gurih ...ini apa?" "Sepertinya daging." "Daging apa?" tanya Sophi lalu menghentikan kunyahannya. "Daging sapi." "Are you sure?" "Ya, aku belum pernah dengar perkedel mengandung Pork. Dan disini halal food, aku sudah tanya sama pelayan tadi, jadi tidak ada pork." "Kalau halal berarti no pork?" "Yes." "Owh oke." "Memangnya waktu kamu makan disini dulu tidak tahu kalau di sini no Pork?" "Aku tidak bertanya, uhmm tapi aku memilih nasi goreng seafood dan kerupuk udang, jadi aman." Kini giliran Juna yang megangguk. Juna melihat ke arah Sophia yang hendak mencoba nasi dengan rendangnya. Dia menunggu reaksi Sophi yang masih mengunyah dan sedang merasakan sensasi rasa bumbu - bumbu rendang yang tentu saja banyak macamnya. Wajahnya tidak terlihat menyeringai atau menunjukkan tanda - tanda tidak suka. "Bagaimana," tanya Juna tidak sabar. Sophia menyelesaikan dulu kunyahannya sebelum menjawab. "Kaya rasa, ada rasa sedikit manis, sedikit pedas, tapi ada rasa yang lain tapi aku bingung menjelaskannya." "Kamu suka?" "Iya, suka karena ini enak, tapi aku belum pernah makan dengan banyak bumbu dalam satu makanan seperti ini." "Iya ini salah satu makanan yang terkenal dari Indonesia selain nasi goreng, bakso dan juga sate ini," Juna menunjuk sate ayamnya yang cuman 5 tusuk itu. "Oh sate ini famous?" "Ya, sama seperti nasi goreng, kamu mau coba, ambil aja." "Uhm nggak usah, buat kamu saja mungkin nanti tidak cukup." Juna mengambil satu sate yang berbalut kuah kacang untuk diberikan kepada Sophi.. Sedikit terpaksa akhirnya Sophia mau juga mengambil dan mencoba sate yang disodorkan Juna. Sophi menyantap sate ayam itu. "Dalam pikiranku peanut butter itu manis, tapi rasa kacang ini agak gurih ya?" "Iya, kalau mau lebih manis harus ditambah kecap manis." "Hmm ... agak aneh rasanya, mungkin karena dalam pikiranku ini peanut butter." "Oke, berarti kamu tidak suka yang berkuah kacang, masakan Indonesia ada lagi memakai kuah kacang seperti ini, ada gado - gado, pecel dan siomay, itu sayuran dan ada makanan yang berbahan dasar ikan." "Aku tidak bisa membayangkan rasanya," jawab Sophi sambil tertawa. "Tapi semua enak menurutku." "Makanan Indonesia kaya rasa ya." "Iya, selama aku makan di sini, lidahku perlu penyesuaian karena aku biasa makan yang kaya rasa seperti ini sementara disini bumbunya agak minimalis, walaupun burger, steak atau sandwich ada di indonesia dan aku lumayan sering memakannya, tapi kalau setiap hari makan - makanan seperti itu rasanya tidak enak juga, tapi ntahlah mungkin lidahku yang belum terbiasa" jelas Juna. "Oh jadi satu minggu ini berat ya?" Juna mengangguk. "Tapi kamu beberapa hari sarapan di The Bean, tidak masalah?" "Untuk sarapan itu bisa aku terima, yang agak berat kalau makan siang dan malam, tiga hari pertama masih aman, empat hari kesini mulai bosan." "Apakah selama di Indonesia setiap hari kamu makan seperti ini?" "Oh ya nggak, tiap hari ganti - ganti. Makanan Indonesia itu banyak sekali ragamnya, tadi kamu lihat sendiri di tempat makanan tadi, banyak sekali kan?" "Iya." "Kamu harus mencoba satu hari satu jenis." "Yang benar saja, gaji ku tidak akan cukup kalau tiap hari makan disini," ucap Sophi lantang. "Nanti kalau gajian aku traktir lagi." "Noo ... kamu sebaiknya menyimpan uangmu, cita - cita mu membeli mobil itu tidak akan tercapai kalau kamu terus mentraktirku." "Kan gajiku banyak." Sophi tertawa. "Biaya hidup dan sewa tempat saja bisa menghabiskan setengahnya, itu yang kamu bilang banyak?" "Kan masih ada setengah lagi." Sophia memang tidak mengenal Juna, dia ini paling pintar beralasan, persis saudara - saudaranya sesama keturunan dan ketularan Pratomo. Satu jam mereka menghabiskan waktu di Nelayan restaurant, kini saatnya pulang. "Kamu mau ke rumah teman ya, jam berapa?" tanya Sophi. Mereka sedang berjalan di koridor pertokoan menuju tempat pemberhentian Tram. "Sebenarnya masih nanti jam empat." "Owh, sekarang kamu mau pulang?" "O nggak, mungkin keliling disini saja, kamu mau kemana?" "Aku mau pulang, soalnya aku sudah pergi dari pagi, takutnya bibi Lyn tidak suka aku main terlalu lama." "Boleh aku ikut ke rumah kamu?" "Hah, mau ngapain?" "Yaa ...iseng saja, lumayan menghabiskan waktu dari pada keliling disini dan itu akan menghabiskan sisa uangku saja." Nah kan bisa dilihat betapa randomnya Juna, tadi dia bilang mau keliling, sekarang dia takut uangnya habis. Untung Sophi tidak menangkap keanehan itu. "Sekalian aku bisa kenalan dengan keluarga kamu." "Keluargaku cuma bibi Lyn." "Ya lebih bagus, aku hanya perlu bersalaman dengan satu orang saja." Sophi memutar bola matanya. "Kamu takut David marah?" "Tentu saja tidak, kenapa dia harus marah?" sahut Sophi cepat. Tapi dalam hatinya Sophi malah memikirkan hal lain, apa perlunya Juna ikut ke rumahnya dan berkenalan dengan bibi Lyn, bibinya tidak seramah itu dengan orang baru, apalagi teman laki - laki Sophi. "Kalau begitu boleh kan? Aku cuma mau punya banyak relasi disini." "Baik lah."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN