Ola yang menyadari sikap Akhyar yang kurang nyaman dengan obrolannya, akhirnya memilih menghabiskan koktailnya dan tidak melanjutkan pembicaraan. Dia ikut merasa bersalah karena merasa ucapannya menyinggung perasaan pria matang itu.
Apalagi setelahnya Akhyar dipanggil oleh salah satu ajudannya untuk menemui seorang tamu istimewa di acara pernikahan tersebut. Akhyar tanpa basa basi langsung berdiri dari duduknya dan berlalu dari Ola dan Hanin.
"Ola. Aku kan udah jelasin kalo dia itu nggak menikah. Itu urusan pribadi. Nggak perlu ditanya-tanya lagi," ujar Hanin yang menyesalkan sikap Ola.
"Oh gitu ya, Mbak. Saya kan cuma kepingin tau. Punya cucu tapi nggak punya bojo. Tinggal ngomong cerai atau ditinggal mati bojo kok, apa susahnya. Kayak waktu malam dia datang ke rumah Mbak kan dia nanya suami-suami kita. Kita kompak jawab sudah meninggal. Beres. Dia nggak nanya-nanya lagi sesudahnya,"
Hanin tersenyum membenarkan kata-kata besannya.
"Iya juga ya, La. Punya cucu nggak menikah. Gimana caranya, ya, La?" gumamnya ikut heran.
"Atau cucu-cucuan," sela Ola sambil mengerdipkan matanya.
Hanin sekilas melirik tubuh jangkung Akhyar yang dikelilingi tamu-tamu penting yang berpakaian ala Timur Tengah. Baginya sosok itu penuh misteri. Bagaimana mungkin dia bisa mendekati besannya jika dia tidak berterus terang.
"Rasanya nggak adil kalo dia nggak nyaman jika ditanya tentang privasi. Wong dia nanya ke kita bebas kok." gerutu Ola kemudian.
***
Setelah memastikan Hera sudah benar-benar tidur di gendongannya, Tata lalu menurunkan tubuh kecil Hera ke atas tempat tidur. Lalu dia tepuk-tepuk p****t Hera pelan-pelan. Hera sebelumnya memang sedikit rewel karena lelah bermain dengan Bagas setelah pulang dari acara pernikahan Ayu.
"Ah ... Hera sudah tidur, Re?" tanya Farid yang baru saja ke luar dari kamar mandi. Farid kemudian duduk di sisi Tata, ikut melihat wajah Hera yang kelelahan.
"Udah. Capek dia."
"Kamu capek juga?"
Tata tersenyum senang, karena dua tangan suaminya mendarat ke dua bahunya. Farid sudah siap-siap memijatnya.
"Duh. Senengnyaaa," ucap Tata bahagia.
Seperti halnya Farid, Tata juga sibuk melayani dan menyambut tamu-tamu di acara pernikahan Ayu dan Said sedari pagi hingga sore menjelang malam. Ditambah dia yang sedang datang bulan. Tata berusaha melupakan rasa pusing dan sakit yang melanda di seputar pinggulnya. Usahanya pun berhasil, Tata tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Dan sekarang, dia nikmati pijatan Farid yang sudah lebih baik dan lebih terasa daripada sebelumnya.
"Emang Ibu ditaksir Akhyar?" tanya Farid sambil mengoles punggung Tata dengan minyak zaitun. Di saat perjalanan pulang dari gedung resepsi pernikahan, Tata bercerita sekilas ke Farid tentang Akhyar yang sepertinya punya hati terhadap mertuanya.
"Iya. Udah nanya nomor hape Ibu segala. Trus nggak lama dia nelpon aku lagi. Nanya-nanya Ibu. Menikah kapan, mastiin punya berapa anak, cerai berapa lama, sukanya apa. Yang lucu dia nanya kenapa nggak nikah-nikah padahal masih muda. Trus dia bilang kulit Ibu juga masih kencang."
Farid menggelengkan kepalanya. Ibunya memang memiliki kulit tubuh yang bersih lagi kencang. Mungkin karena pengaruh jamu yang dia konsumsi secara rutin serta makanan yang Bu Ola konsumsi juga tidak macam-macam selama hidupnya. Pikiran ibunya juga hanya dipengaruhi hal-hal positif. Meski wajah Bu Ola tidak terlalu cantik, tapi siapa saja yang mengenalnya pasti akan berpikiran bahwa Bu Ola adalah sosok yang sangat cantik luar dalam.
"Detail gitu meratiin perempuan," gumam Farid.
"Gimana, Mas?"
"Apanya yang gimana?"
"Kira-kira Ibu mau nggak?"
Farid tertawa.
"Ck. Re, Re. Ibu itu emang dulunya pas baru-baru jadi janda sudah banyak yang mau. Dari Kepala Desa yang ngurus pemakaman Almarhum Bapak, ada juga tetangga yang sampai mau bercerai dari istrinya waktu kami masih tinggal di Bogor, demi mendapatkan Ibu. Itu juga salah satu alasan kenapa Ibu pindah ke sini. Sampai-sampai ada pengusaha batubara dari Kalimantan yang naksir Ibu."
***
Farid tersenyum mengenang jalan hidup ibunya yang penuh liku. Karena merasa banyak yang mau berdekatan dengannya, terutama kalangan pria, Bu Ola memutuskan untuk tidak mau berdandan secara berlebihan. Dia tetap berpakaian apa adanya, dasteran, berselendang pendek jika menghadiri pengajian. Dan selalu berkumpul dengan para ibu-ibu. Bu Ola tidak pernah mau berurusan dengan pria-pria. Bu Ola sangat teguh pendirian.
"Sampe Pakde Satya juga pernah dulunya naksir Ibu."
"Ha?" Tata menganga mendengarnya.
"Iya. Dulu waktu aku SD, di awal-awal Pakde naksir Ibu, hampir tiap malam kita makan enak. Disodorin pecel ayam ama ikan lele goreng dari beliau. Tapi cuma satu minggu, karena ibu ngelarang Pakde untuk kasih-kasih ke kita lagi. Nggak enak sama istrinya Pakde. Ibu juga agak gimana-gimana dengan sikap Pakde yang semakin hari semakin baik, juga semakin genit."
Tangan Farid berpindah ke lengan kanan Tata. Dipijatnya dengan lembut.
"Yang anehnya, pernah Wak Tima nanya ke Ibu. Kok bisa nggak naksir Pakde. Katanya Pakde Satya tuh ngasih makanan ke kita sambil kasih pelet. Wak Tima cerita kalo Pakde Satya sampai pergi ke pelosok Banten cari dukun buat melet Ibu."
Tata tak sanggup menahan tawanya.
"Jangan keras-keras ketawanya, Re. Ntar Hera bangun lo."
Tata memegang perutnya yang geli mendengar cerita Farid mengenai ibunya.
"Trus trus?" Tata semakin suka dengan cerita Farid.
"Wak Tima sewot, dia kira Ibu nggak makan makanan yang diberi Pakde. Sampai berantem mereka berdua. Ibu yang kekeh bilang kalo dia tetap makan makanan yang dikasih Pakde dan Wak Tima yang tetap mengira kalo makanan itu tidak dimakan ibu. Akhirnya dia bilang begini ke Ibu Lu sakti ya, La? Jangan-jangan lu punya ilmu nih. Ibu panas karena dikira punya dukun juga. Trus mereka diam-diaman sampe dua minggu. Nggak lama, Wak Tima minta maaf. Eh, malah ditawari kerja lagi sama dia. Sampe sekarang. Wak Tima malah semakin sayang sama Ibu. Gegara pelet Pakde."
"Terus, kenapa ibu nggak bisa kena pelet?" tanya Tata. Farid terkekeh melihat Tata yang kepo.
"Kata ibu sih dia hanya percaya Tuhan. Tiap ngapa-ngapain jangan lupa tetap ingat Tuhan. Itu aja prinsip hidupnya."
"Sekarang gimana Pakde?"
"Ya gitu. Dia malah bersyukur bisa kenal ibu. Karena cuma Ibu yang berani ngasih dia nasihat-nasihat. Ibu hanya bilang jalani hidup yang lurus. Nggak usah macam-macam. Hidup sesimpel mungkin, cinta anak istri. Trus Pakde turuti sampe sekarang. Sejak itu warung pecel lelenya sukses, karena dia lebih fokus."
Farid tersenyum mengingat wajah ibunya. "Makanya Pakde sama Wak Tima sayang banget sama Ibu," tutupnya.
"Hm. Akhyar dulu sugar daddy ya, Re? Haha ... Nggak jamin Ibu mau dekat-dekat orang kayak dia," komentar Farid.
"Tapi orangnya baik banget lho, Mas. Itu kerjaannya buang-buang duit ke gadis-gadis cantik yang kurang kasih sayang dari keluarga mereka."
Farid menggeleng tertawa.
"Jangan-jangan kamu juga korban kurang kasih sayang dulu."
"Ih, Mas Farid. Emang aku kurang kasih sayang, tapi nggak ke sugar daddy. Eh, serius lho, Mas. Akhyar itu baik banget. Dia nggak cuma sayang-sayang lho. Tapi juga ngejagain gadis-gadis muda nan cantik,"
"Katanya nggak kawin-kawin?"
"Iya. Ngakunya nggak kawin sih,"
"Trus anaknya yang perempuan yang kita liat pas ke rumahnya? Sabine? Cucu-cucunya?"
Tata membalikkan tubuhnya menghadap ke Farid, menyerahkan lengan yang satu lagi agar dipijat.
"Wah. Nggak ngerti kalo yang itu ... emang dia nggak suka kalo ditanya seputar kehidupan pribadinya. Seingat aku kata Sheren, Daddy Akhyar itu sendirian aja hidupnya lho. Nggak ada anak atau istri. Bingung juga pas kita ke rumahnya, tetiba ada anak cucu. Mas liat memang Sabine mirip banget sama dia ya? cucu-cucunya juga mirip banget ma wajahnya."
Tata ikut bingung dengan kehidupan Akhyar. Dan dia tidak berani menduga-duga.
"Wah, kira-kira kalo kita tinggal balik ke Caen, ibu nggak diapa-apain kan, Re? Akhyar nggak beringas kan?" tanya Farid cemas. Dia merasa kali ini ibunya ditaksir konglomerat kelas kakap, khawatir Akhyar kalap, hidup ibunya bisa terancam.
"Nggak. Akhyar itu nggak begitu orangnya. Lagipula dia nggak miara gadis-gadis lagi sekarang. Dia itu penyayang banget lo, Mas. Mana pernah kasar atau menghina. Kalo kata Sheren pas dia tahu Sheren ma aku ada hubungan spesial, dia biasa aja. Cuma bilang gini, kamu tau kesalahan kamu? Daddy nggak bisa sayang kamu lagi. Gitu doang. Trus juga nggak nagih-nagih apa yang sudah dia kasih. Nggak nuntut juga."
Farid jadi lega setelah Tata menjelaskan tentang sikap Akhyar.
"Yah. Terserah Ibu. Tapi yang jelas sih, aku pesimis," ucap Farid akhirnya. Dia sangat tahu sikap teguh ibunya.
Bersambung