Kabar Mengejutkan

1361 Kata
Plak! Aku menamparnya dengan sangat keras. Perlakuannya sangatlah memalukan, selain mahasiswa yang tidak beretika bocah ingusan itu juga telah melukai hati Nadiaku. Tamparan itu sama sekali tidak sepadan dengan sakit yang kau torehkan pada hati Nadiaku, gadisku menangis dan tak mampu berkata-kata lagi menyaksikan aksi b***t pria dan sahabat b******k itu. Tidak! Sangat tidak cocok di panggil sahabat, sahabat macam apa seperti itu. Cih! “Pergi!” Bentakku dengan keras. Sorot tajam pria itu menatapku. Haha, kau pikir aku takut dengan bocah tengik sepertimu! Aku bahkan mampu menghabisi 100 bocah sepertimu jika aku mau. Gumamku dengan tatapan sinis. Mereka pergi, Nadiaku memanggil namanya membuat aku semakin marah. Aku menahannya, tak akan kubiarkan dia kembali dengan pria tak tahu di untung itu. Kau sama sekali tidak pantas dengannya Nadiaku!. Batinku berteriak. “Nadia, sadarlah!” Sentakku padanya, aku sangat marah karena dia masih saja ingin mengejar pria b******k itu. Nadia langsung terdiam dan menatapku, aku merasa bersalah dan langsung memeluknya. Dia tak lagi melawan, Nadia malah menjatuhkan tubuhnya dan menangis. Hatiku ikut teriris mendengar tangisannya. “Hiks, hiks Dia telah menghianatiku pak.” Lirihnya diikuti tangisannya yang menyedihkan. Ingin sekali aku mengatakan. “Sayang tenanglah, pria itu tidak pantas untukmu. Masih ada aku yang bersedia menjadi penggantinya. Aku janji akan membahagiakanmu dan menikahimu sekarang juga jika kau mau.” Namun kata itu hanya bisa ku ucapkan dalam hati, tubuhku nyaman memeluknya. Aku ingin terus seperti ini. tuhan tolong perlambatlah waktu ku sekarang. Harapku cemas. Namun sayang, baru saja beberapa menit kunikmati itu, Nadia beranjak dan berlari ke kamar mandi, dia muntah-muntah. Aku menghampirinya dan membantu memijat tengkuk lehernya. Sepertinya dia mabuk akibat bau alkohol dari tempat ini. Argh! Dave kau harus menanggung semua ini. Makiku lagi. Kepanikanku semakin meningkat ketika Nadia tak kunjung berhenti, gadis itu bahkan sudah terlihat pucat pasi dan … Bugh. Dia pingsan. “Nadia!!” Teriakku keras karena panik. Aku sangat cemas dan marah, aku bersumpah akan membunuh pria bernama Vian itu. Dia telah membuat Nadiaku menangis dan terluka. Nadiaku bahkan pingsan dan muntah karena tak tahan akibat tempat ini. Arghhh! Semuanya membuatku marah, Rahangku menguat sambil membopong tubuh gadisku yang terkapar lemah. “Nadia kumohon bertahanlah.” Harapku sambil berlari membawa Nadia pergi dari tempat terkutuk itu. Di rumah sakit, Aku menghubungi ayahnya. Aku tidak ingin membuat orangtuanya cemas sepertiku. Aku mengatakan jika aku adalah dosennya dan menemukan gadisnya pingsan di pinggir jalan. Tidak mungkin juga kan aku mengatakan jika aku menemukan Nadia di Club. Karena aku yakin, setiap orang tua pasti melarang anaknya memasuki tempat aneh itu. Setelah itu aku memutuskan untuk membawa Nadia pulang kerumahnya dan merawatnya disana. Aku tidak mempercayai pihak rumah sakit untuk merawat Nadiaku, aku mengutus beberapa bodyguard untuk menjaga dan mengawas di sekitaran rumahnya. Aku bahkan rajin mengunjunginya setiap pagi, meski gadis itu menolak. Namun aku tidak menyerah, aku tetap datang guna mengetahui kabarnya. Aku mengira jika dia pasti marah karena aku telah lancang mencampuri urusan pribadinya dan menampar kekasihnya yang b******n itu. Tapi aku lakukan itu hanya untuk kebaikannya. “Aku tidak ingin dan tidak akan membiarkan Nadiaku kembali pada pria b******k itu.” Tekadku kuat. Hingga pada suatu ketika, aku kembali mengunjungi rumahnya. Namun seperti biasa, gadis itu menolak untuk menemuiku. “Maaf atas perlakuan putriku.” Lirih Mahendra. Dia sangat bersedih melihat putrinya yang periang berubah menjadi penyendiri. Hal itupun membuatku sangat marah, aku bahkan tidak semangat untuk kembali ke kampus dan menjalankan misi itu tanpa Nadia di setiap pandang mataku. Namun, kewajiban tetap bagiku. Menuntutku untuk terus berjalan. “Saya mengerti.” Mataku menatap arloji yang melingkar sempurna di lengan tanganku, sudah pukul 08:00. Sudah waktunya aku kembali ke kampus itu dan menjalankan misiku. Aku ingin segera menyelesaikannya agar cepat bebas dan fokus pada Nadia dan perusahaanku. “Baiklah pa, saya permisi.” Ucapku sopan kemudian melenggang pergi setelah Mahendra mengangguk. Mobilku mulai melaju membelah keramaian jalan yang mulai lenggang, setelah 15 menit akhirnya aku sampai di Universitas. Suasana tampak sepi, semua mahasiswa dan dosen sudah masuk kedalam kelas. Begitu juga denganku, aku akan segera masuk ke dalam kelas dimana dulu aku sangat bersemangat setiap kali ada jadwal dikelas itu. Hatiku berdegup setiap kali menatap wajah cantik gadisku itu. Namun sekarang sudah berubah, tak ada semangat tak ada getaran hati yang biasa aku rasakan. “Nadiaku benar-benar telah mencuri hati dan ketenanganku, tunggulah! Kau harus bertanggung jawab atas ini, Nadia.” Kakiku terus melangkah, melewati koridor yang bercat putih bersih. “Ah pa! itumu terlalu besar.” “Kenapa hm? Bukankah ini membuatmu lebih bahagia.” “Akh pa, lagi. Lebih dalam lagi.” Sayup-sayup telingaku mendengar suara aneh itu, ya! Tidak salah. Aku menemukan dalang p*****l yang menjamahi tubuh para mahasiswi di kampus ini. Tanganku terkepal, mataku menyorot tajam padanya. Ini sungguh melewati batas! Seorang Dekan yang harusnya memberi contoh baik malah bertindak tak beretika. “Begitukah caramu memberi contoh, BAPAK ISSAC PRATAMA!” Ujarku tegas dengan menekan setiap kata namanya. Sungguh apa yang aku lihat sekarang sangatlah memalukan. Pria tua yang aku sebut paman itu sedang membenarkan celananya, kemudian menyuruh mahasiswi itu pergi dengan gerakan tangannya. “s**t! Berani sekali kau menegur dan menghentikan rutinitasku!.” Pria tua itu menatapku jengah. “Cih!” Ingin sekali aku merobek habis mulutnya itu. Namun aku tidak akan mengotori tanganku hanya untuk orang sepertinya. “Memalukan.” Ujarku tegas. Pria paruh baya itu terlihat menyeringai, sambil merapihkan rambutnya dia berlalu meninggalkanku yang masih berdiri di tempat. “Saya putuskan, saya memecat anda Bapak Issac Pratama!” Ucapku menghentikan langkah kakinya. Perlahan pria itu berbalik, menatapku lekat sambil memicingkan mata. “Hahahaha.” Tawa Issac menggema, menatapku rendah. Pria itu malah menertawaiku. Sial! Dia belum tahu saja siapa aku yang sebenarnya. “Memangnya siapa dirimu yang bisa memecatku begitu saja, kau memang kaya tapi kau tidak punya hak atas itu Bapak Rangga Prasetya.” Jawabnya membuatku semakin naik pitam. “Berikan surat itu padanya!” Titahku pada seseorang yang ada di sambungan earphone ku. Pria itu terlihat bingung. Tak lama kemudian, bodyguardku datang dan memberikan selembar kertas keatasnamaan diriku. Tertera jelas jika namaku terpampang disana sebagai pemilik kampus tersebut. Bukan hanya kampus itu, bahkan seluruh kampus yang ada di kota itu adalah milikku. Matanya membulat, mulutnya ternganga menatap kertas itu dan wajahku. “Bawa dia dan berikan pelajaran yang setimpal atas perlakuannya!” Titahku lagi kemudian melenggang pergi meninggalkannya yang masih tercengang menatapku. “Tuan komohon maafkan saya….” Suaranya sedikit menghilang ketika Bodyguardku terus menyeretnya paksa. Di tengah perjalanan. Bugh. Seseorang menabrakku, dia terpental hingga tersungkur halus di permukaan lantai. Ingin aku membantunya, namun aku tahan dan sebisa mungkin bersikap normal. Nadiaku ada disini, disekolah ini. Aku menatap bodyguard yang bertugas menjaganya. “Kami mendapati Nona Nadia kabur dan membuntutinya hingga ke sini.” Ucapnya di earphone yang tersambung padaku. Oh, jadi dia kabur. Tunggu, untuk apa dia kesini dengan terburu-buru seperti ini. Untuk menemui pria b******k itu? “Tegakkan kepalamu!” Ucapku dengan tegas. Namun gadis itu masih saja tertunduk. Aku sangat merindukan wajah cantik itu, namun tindakannya membuatku kesal. “Nadia arfahinata!” Suaraku kembali berdengung kencang. “Eh iya pa.” Jawabnya terburu-buru dan langsung mendongkakan wajahnya menghadapku. Sial, aku kelepasan tersenyum. Saking senang dan bahagianya bisa kembali melihat wajahnya, Nadiaku termangu. Sepertinya dia juga terpana melihat senyumku. Ah tidak! Nadiaku kabur dan berlari setelah membungkuk. Tak sempat aku meraih tangannya, gadis itu sudah berlari. Tak lama kemudian Mahendra menghampiriku. Ayah Nadia juga mengikuti putrinya ternyata. “Pak Rangga, Apa anda melihat putriku?” Tanyanya dengan tergesa-gesa. Aku menatapnya iba, pria itu sepertinya sangat menghawatirkan putrinya. “Dia berlari kesana.” Aku menunjuk arah yang baru saja di lewati Nadia. Aku dan Mahendra berlari mengikuti gadis itu dan benar saja Nadiaku ada si tempat itu. Lagi dan lagi buku-buku tanganku berubah merah, gadis itu ternyata benar-benar menemui pria b******k itu lagi. Dan lebih brengseknya lagi, pria itu kini sedang bermesum di area kampusku dihadapan gadisku pula. Pria sialan itu kembali membuat Nadiaku menangis. Tak cukup sampai disitu, penuturan Nadia membuatku semakin terkejut. Jantungku seakan berhenti ketika kata itu keluar dari bibir indahnya. “Aku hamil Vian.” Tamparan keras seperti menapak keras di pipiku. “APA?!” Teriakku dan Mahendra bersamaan. Bersambung …
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN