One or None

1283 Kata
*** "Pilih salah satu, atau lepaskan keduanya." ~Abimanyu Bramasta~ *** Atha duduk melamun di bangku penonton. Matanya menatap lapangan yang sedang melangsungkan pertandingan, namun pikirannya merantau jauh. Tadi Cakra melarang Atha untuk membantunya menjadi wasit. Ia menyuruh Atha untuk duduk menunggu. Atha menurut. Peluit berbunyi tiga kali. Pertandingan selesai. Atha tetap menatap lapangan yang kini kosong. Di siang yang panas itu, Atha merasakan sesuatu yang dingin di tubuhnya. Atha refleks memekik kaget. Segelas jus jambu menyiram kepala sampai tubuhnya. "Eh, sori! Gue nggak sengaja!" teriak seorang laki-laki yang tidak sengaja menumpahkan minumannya ke Atha. Ia dari SMA lain. Entah bagaimana caranya sampai bisa menyiram Atha. Atha sibuk membersihkan dirinya. "Gue bisa cuci—" BUGH! "Kalo jalan liat-liat makanya!" Atha mendongak. Lantas membelalakkan matanya seketika. Atlan memukul laki-laki tadi. Atha berdiri, berusaha menghentikan tindakan bodoh Atlan. "Atlan!" Tangan Atlan melayang. Lima senti di depan pelipis laki-laki tadi—yang ternyata bernama Zaki Zakaria—setelah Atha menilik badge namenya. "Apa-apaan sih?" teriak Atha. Ia tak ingin ada masalah dengan sekolah lain hanya karena masalah sepele. "Gue cuma—" "Nggak usah lebay. Gue cuma kesiram sedikit. Jangan bikin masalah sama sekolah lain. Apalagi pas sekolah kita ada event. Tolong, gue anggota OSIS, jadi OSIS impian gue dari dulu. Jangan bikin gue keluar dari OSIS cuma gara-gara hal sesepele ini," tukas Atha tajam. Setelahnya, Atha pergi untuk membersihkan dirinya. Beberapa orang tampak berbisik. Lalu ada yang membelah kerumunan, meminta jalan. "Kenapa ini?" tanya laki-laki yang baru saja membelah kerumunan. Abi, ketua Bimasakti. "Bi, tolong ngomong sama anak buah lo, kalo jalan liat-liat, biar nggak makan korban," jawab Atlan. "Zak?" tanya Abi meminta penjelasan. "Pas gue abis beli jus buat Sea, gue kesandung tali sepatu, jadinya jusnya tumpah, kena cewek tadi," kata Zaki. "Oh gitu. Lan, sori ya, Zaki nggak sengaja." Atlan mengangguk saja. "Sori gue refleks mukul lo, Zak." "Nggak papa. Pacar lo?" tanya Zaki. Atlan diam setelah pertanyaan itu. Abi tersenyum. "Lan, ngobrol yuk." *** "Siapa tadi?" Atlan menoleh, menatap Abi yang duduk di bangku sampingnya. Mereka sedang di taman belakang. "Siapa?" "Nggak usah sok b**o, Lan." Abi memutar bola mata jengah. Atlan menghela napas. "Atha." "Kenalin dong, cantik anaknya, lumayan lah." Abi tampak mengusap dagunya. Ucapan Abi barusan membuat Atlan menaikkan satu alisnya. Apa maksud perkataan Abi? "Maksud lo?" tanya Atlan sedikit ketus. "Kenapa? Kurang jelas, Lan?" Atlan mengepalkan tangannya tanpa sadar. Abi bisa melihat hal itu lewat ekor matanya. Ia tertawa kecil. "Kenapa ketawa lo?" sinis Atlan. "Lo suka sama dia, kan? Bener tebakan gue?" Atlan diam. Memalingkan wajahnya. "Tapi bentar deh. Bukannya lo pacarnya Kay anak modelling itu?" tanya Abi heran. Atlan mengangguk pelan. "Gue paham, gue paham." Abi mengeluarkan rokoknya, menyalakan pemantik, mengisap benda itu pelan-pelan. "Lo tau kenapa hidup ini selalu ada dua pilihan?" Abi kembali bertanya. "Karena hidup itu memilih. Kita nggak bisa memiliki keduanya. Jodoh kita itu cuma satu, Lan, bukan dua. Jadi, pilih salah satu, atau lepaskan keduanya. Jangan jadi cowok plin-plan." "Lo bener, Bi. Hidup selalu punya banyak pilihan. Tapi kenapa gue selalu pilih sesuatu yang salah?" tanya Atlan. Ia memainkan jemarinya. "Karena lo nggak pernah ngikutin apa kata hati lo. Lo punya hati, punya perasaan, nggak cuma punya logika. Kadang, hati emang egois, Lan. Tapi selama itu bisa membuat semuanya membaik, kenapa enggak?" "Tapi gue masih ragu, Bi. Takut semuanya cuma nafsu sesaat, nanti ujungnya nyesel," kata Abi. "Yang dimaksud lo itu ... pacar lo yang sekarang, kan?" Lagi. Atlan terdiam. Pertanyaan Abi selalu tepat sasaran. "Nggak selalu yang cantik itu bikin hati nyaman. Kadang, cantik itu menipu. Gue nggak bisa lama-lama, bro, ada urusan. Intinya, ikutin apa yang hati lo mau. Inget, pilih salah satu, atau lepaskan keduanya." Abi beranjak, meninggalkan Atlan yang merenungi kata-kata sahabat jauhnya itu. Benar. Pilih salah satu, atau lepaskan keduanya. *** Agra berdiri diam di depan toilet putri. Ia memakai jaket hitam. Tak lama setelah Agra berdiri, pintu toilet terbuka. Atha sudah mengganti pakaiannya dengan kaos OSIS kebesaran milik Agra. Atha tersenyum. Benar-benar senang ketika Agra menghampirinya dan memberikannya seragam tadi. "Masih dingin?" tanya Agra sedikit khawatir. "Nggak lebih dingin dari lo, kok." Atha tersenyum jahil. Agra mencebik. "Gue balik." Atha menahan lengan Agra. "Tunggu dong, Gra. Temenin gue keliling bazar, yuk." "Jangan ngelunjak." Agra menepis tangan Atha, lalu berlajan pergi. Atha tersenyum tipis. "Hai, Tha!" sapa Kay riang. Atha menoleh. Matanya berbinar. Demi apa Kay sudah menyapanya lagi? "Eh, Kay, lo udah—" "Ssttt, lupain yang kemaren. Gue percaya ke elo kok." Kay tersenyum manis. Senyum yang melelehkan kaum adam. Atha mengembuskan napas lega. Senangnya. "Ya udah, jalan-jalan, yuk!" Kay mengangguk. Mereka pergi ke stand pakaian dan aksesori yang didirikan oleh anak kelas 12. Kay melihat beberapa baju yang hendak diberikannya untuk Atlan. Untuk perayaan karena tim basket SMA Permata menang. "Tha, cocok nggak, buat Atlan?" Kay mengangkat sebuah kaos lengan pendek bertuliskan 'Stay cool, stay calm' berwarna merah. Atha mengangguk. "Eh tapi enggak deh, mau yang couple aja." Kay menaruh lagi kaos yang tadi di pegangnya. Atha membiarkan Kay memilih. Sedangkan mata Atha tidak sengaja melihat rak penuh gelang. Ia mendekat. Tertarik pada salah satu gelang tersebut. Sebuah gelang sederhana. Berbahan kain warna hitam, yang memiliki hiasan bandul berwarna putih dengan inisial 'A'. Atha mengambil gelang itu. Ia segera membayarnya tanpa sepengetahuan Kay. "Satu aja, Dek?" tanya kakak kelas perempuan yang bertugas menjadi kasir. "Iya, Kak." jawab Atha sopan. "Gelang inisial A? Buat Atlan ya?" "E-eh, anu—" "Nggak papa. Gue nggak bakal bilang ke Kay kok. Gue lebih dukung lo sama Atlan dibanding Kay. Kalo Atlan sama Kay, mereka jadi terlalu sempurna. Nggak enak dilihat kalo menurut gue sih," kata kakak kasir tadi. "Ehm, Kak, makasih gelangnya. Gue ke Kay dulu," ujar Atha sungkan. Ia berjalan cepat menuju Kay. "Masih ada ya, temen yang tulus dan nggak munafik kayak dia." Perempuan itu menggumam. *** "Tha, temenin kasih ini yuk!" ajak Kay. Atha mengangguk. Mereka berjalan ke arah anak basket yang sedang makan bersama dengan anak SMA lain. "Atlan!" panggil Kay riang. Atlan menoleh. "Sa—" Ucapan Atlan terhenti tepat setelah matanya melihat Atha. "Eh Kay, sini." Atlan menepuk kursi di sebelahnya. "Nggak deh, cuma mau ngasih ini." Kay menyodorkan sebuah paper bag. "Selamat ya, kamu menang, keren." Atlan menerima paper bag itu. Membuka isinya. Sebuah kaos couple. Bahannya bagus, stylenya berkelas. "Thanks, Kay." Atlan mengacak rambut Kay. "Kamu suka?" tanya Kay penuh harap. "Iya suka, kok." Atlan tersenyum. "Uhuk, uhuk!" "Gue panas woy! Cariin pacar dong, biar adem!" "Gue iri!" Dan beberapa celotehan lain membuat ramai suasana di stand makanan itu. Diam-diam, Atha melirik sebuah gelang di telapak tangannya. Demi apa ia berniat memberikan sebuah gelang lusuh ini ke Atlan? Bahkan, sepertinya gelang ini lebih layak di buang dari pada diberikan ke Atlan. Tidak pantas. Atha menunduk. Meremas gelang itu. Bodoh. Bukankah ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga batasan yang ada? Di sela tawanya, Atlan melihat Atha memandangi sebuah benda kecil di tangannya. Jangan-jangan.... "Tha, ayo ke ruang OSIS, kita masih ada tugas, loh." Cakra menepuk pundak Atha. "Eh? Iya. Bentar, pamit ke Kay dulu," kata Atha, "Kay, gue ke ruang OSIS dulu, ya?" "Oke, dadah." Kay melambaikan tangannya. Atha tersenyum, lalu balik badan, mengikuti Cakra dari belakang. Atlan menatap punggung Atha. Ia masih memikirkan suatu kemungkinan tentang hal tadi. "Atlan? Ayo, makan," kata Kay lembut. Atlan menatap Kay. Lalu mengangguk. Ia menerima suapan dari Kay. "Tolong ambilin gue minum, Tha," ucap Atlan. Semua orang yang mendengar menoleh ke arah Atlan. Tangan Kay melayang. Menatap Atlan terkejut. "Ma-maksudnya?" tanya Kay miris. "Eh." Atlan merutuki kebodohannya. "Gue ke toilet sebentar." Kay menunduk. Tak lama, tangannya mengepal. Tak lama, senyum miring tercetak jelas di bibirnya yang ranum. Atha sedang main-main dengannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN