Their Bond

1354 Kata
Firasatku selalu benar. Hanya jika tentang kamu. *** "Masuk ke kamar gue," ucap laki-laki di depan Atha. Nada suaranya dingin dan datar. Atha langsung menurutinya. Dia masuk ke sebuah kamar yang sedikit lebih luas dari kamarnya. Dia tidak pernah iri. Toh, punya kamar saja sudah beruntung. "Dari mana lo tadi?" "Abis nemenin Kay ketemuan sama Cakra," jawab Atha. "Kok bisa bareng sama Atlan?" tanya Agra terus menginterogasi Atha. "Enggak tau, tiba-tiba aja dia nyamperin." "Yakin?" tanyanya penuh selidik. Atha mengangguk mantap. "Gra ... kenapa, sih, lo kayak gini sama gue?" Agra, laki-laki yang tadi berwajah datar kini mulai memerah. Topik bahasan ini sangat sensitif bagi keduanya. "Gue udah pernah ngomong, 'kan, soal--" "Cuma karena itu, Gra?" Atha memotong ucapan Agra. "CUMA KARENA ITU LO BILANG?!" Agra meraup wajahnya guna meredam emosi yang tiba-tiba meledak. "Kita udah pernah bahas ini, Tha." "Enggak selamanya kita bakal kayak gini terus, 'kan?" tanya Atha menuntut. "Udahlah, Tha. Gue udah bilang, kita udah pernah bahas, jadi jangan mau repot-repot bahas ulang." "Ta--" "Lo balik ke kamar lo aja, deh," usir Agra. Dia tidak suka melihat Atha di sini, namun ia juga tidak ingin terlalu kasar pada Atha, apalagi sampai main tangan. Semoga saja tidak akan pernah. Atha menghela napas. Agra selalu menghindar seperti ini. "Ya udah, gue ke kamar. Lo mandi, kerjain PR lo, belajar, terus istirahat. Selamat malam." Atha tersenyum manis sedangkan Agra mengalihkan tatapannya. Tidak apa-apa, sudah kebal. Tak lama, Atha keluar dari kamar Agra. Cowok itu menghela napas. Dia lelah, hingga kapan dia akan terus seperti ini? Bermain sandiwara tidaklah mudah. Berbohong tidaklah menyenangkan karena pasti akan selalu diekori oleh kebohongan-kebohongan yang lainnya. *** Atlan Jodohnya Atha Hai, Jodoh! Atha terkekeh melihat pesan dari Atlan. Dia sudah selesai mengerjakan semua PR-nya, jadi kali ini dia bisa bersantai sejenak sebelum beranjak tidur. Agatha: Hai Atlan Atlan Jodohnya Atha Kok manggilnya Atlan sih? Agatha: Loh kan emang nama lo Atlan. Atlan Jodohnya Atha Tapi jangan panggil gue Atlan dong. Agatha: Terus gue harus panggil apa? Atlan Jodohnya Atha Panggil apa ya? Sayang aja gimana? Agatha: Haha, receh. Atlan Jodohnya Atha Di chat aja bilang receh, padahal mah lagi senyum kan? Atha refleks tersenyum. Jujur saja, ini kali pertama Atha bertukar pesan dengan laki-laki untuk alasan yang tidak penting. Biasanya, teman kelas laki-laki akan chat karena menanyakan tugas. Jadi, ini adalah pengalaman baru bagi Atha. Agatha: Sok tau. Atlan Jodohnya Atha Lo kelas berapa? Agatha: 11 IPA 1 Atlan Jodohnya Atha Wah anak IPA 1, pinter dong? Agatha: Biasa aja Atlan Jodohnya Atha Boleh dong berarti kalo gue minta ajarin PR? :p Agatha: Mana bisa, gue enggak ngerti sejarah sama ekonomi Atlan Jodohnya Atha Kok lo tau sih gue anak IPS? Stalking ya? Hayolo ketauan wkwk Agatha: Pede banget. Gue tau dari Kay Atlan Jodohnya Atha Kaylie ketua ekskul modelling itu? Yang mantannya Cakra anak OSIS kan? Agatha: Iya, dia. Atlan Jodohnya Atha Oh, dia siapa lo? Atha diam sejenak. Kay siapanya? Ah, Kay sahabatnya sejak bayi bukan? Namun, apakah Kay benar-benar menganggapnya sebagai sahabat? Agatha: Kay sahabat gue dari kecil. Atlan Jodohnya Atha Oh gitu. Bagi kontaknya dong. Agatha: Kaylie Atlan Jodohnya Atha Ok makasih. Eh, lo tetangganya Agra kan? Deg. Atha bingung hendak membalas apa. Lima menit dia hanya membaca pesan dari Atlan. Akankah dia jujur atau mesti berbohong ... lagi? Jika jujur, Agra akan tambah tidak mau bicara dengannya. Baiklah, Atha akan mengikuti permainan Agra. Atlan Jodohnya Atha Kok diem, Tha? Apa udah tidur? Apa lagi belajar? Gue ganggu ya? Sori deh .... Atlan sudah menge-spam. Atha segera mengetik balasan. Terpaksa dia berbohong seperti biasa. Agatha: Sori, tadi lagi nanggung ngerjain soal terakhir Iya, Agra tetangga gue, kenapa? Atlan Jodohnya Atha Bisa tolong kasih HP lo ke Agra enggak? Soalnya ada hal yang mau gue omongin sama dia. HPnya Agra nggak bisa dihubungin. Agatha: Bentar ya Atha menghela napas sebelum dia beranjak dari duduknya. Berjalan menuju kamar yang berada di seberang kamarnya. Atha mengetuk pintu kamar itu pelan. Setelah pemilik kamar mempersilakan, dia masuk. Seorang laki-laki sedang duduk di kasur sambil memangku gitar hitam. "Ngapain lagi?" tanya Agra malas. Atha menjelaskan maksud kedatangannya. "Disuruh kasih ponsel gue ke lo, katanya mau ngomongin hal penting." "Siapa?" "Atlan." Agra yang sejak tadi fokus pada gitar hitamnya kini menoleh ke arah Atha. Dia memicingkan mata. "Lo ada hubungan apa sama dia?" "Enggak ada. Nih, gue tunggu di sini , soalnya abis ini gue mau pake." Atha memberikan ponselnya ke Agra. Atha sedikit melihat-lihat isi kamar saat Agra sibuk mengetik pesan untuk Atlan. Kamar itu tidak rapi, tetapi juga tidak terlalu berantakan. Saat Atha sedang sibuk mengagumi tulisan tangan Agra yang memang lebih rapi dibanding tulisan tangannya, suara Agra mulai terdengar. Atha menengok, ternyata Agra sedang telepon dengan Atlan. "Apa, sih, Lan? Males, ngapain coba gue ikut gituan. Serius?! Gue on the way ke situ," ucap Agra buru-buru mematikan teleponnya dengan Atlan. "Mau ke mana, Gra? Udah jam sembilan malem," kata Atha pada Agra yang sedang memakai jaket dan sepatunya. "Bukan urusan lo." Ucapan sinis itu berhasil membuat d**a Atha bergemuruh. "Nanti ibu marah dan--" "Ya lo bilang aja gue ke mana kek, katanya pinter. Gimana, sih?" Lagi. Atha akhirnya memilih diam daripada membuat perasaannya semakin tidak keruan. "Keluar, gue mau pergi," usir Agra. "Jangan kemaleman pulangnya, jangan bikin ulah, hati-hati di jalan." Atha tersenyum lalu keluar dari kamar Agra. Meninggalkan Agra yang tak peduli dengan ucapan Atha. *** "Radi ke mana, Tha?" tanya Ani. "Keluar Bu, ada tugas kelompok," dusta Atha. Sepertinya Atha harus bertobat nanti, hari ini dia banyak berbohong. "Bukannya Ibu udah bilang, jangan kayak gini, enggak enak sama nyonya." Atha menyunggingkan senyum tipis. "Iya, Bu." "Ya sudah, sana kamu tidur, Ibu mau lanjut menyetrika pakaian." Atha mengangguk. Lalu dia membuka lagi aplikasi WhatsAppnya. Tak sengaja, Atha menekan roomchat-nya dengan Atlan. Oh, iya, tadi Agra sempat meminjam ponselnya untuk menghubungi Atlan. Agatha: Gw Agra Atlan Jodohnya Atha Gra, darurat Thunderbolt diserang Agatha: Terus? Gw kan nggak ikut Thunderbolt. Atlan Jodohnya Atha Tolongin gue, di markas cuma ada berapa anak. Yang lain pada ada acara. Agatha: Telepon biar jelas. Atha mengernyitkan dahinya. Thunderbolt? Bukankah geng anak Permata? Jika Thunderbolt diserang dan Atlan meminta bantuan Agra, maka ... Atha membelalakkan mata. Dia harus berpikir cepat, bingung hendak berbuat apa. Namun, dia kelewat cemas hingga tidak bisa berpikir jernih. Atha memutuskan untuk menunggu Agra sembari mondar-mandir tidak jelas di kamarnya. Sungguh, Atha sangat gelisah saat ini. Keringat dingin mengucur deras. Padahal ini baru praduga, tetapi entah kenapa, perasaan Atha tidak enak. Seperti akan terjadi sesuatu nanti. Seketika, Atha flashback. *** Flashback on. Seorang gadis mungil sedang bermain boneka lusuh di kamarnya yang tidak luas. Biasanya, walaupun dia bermain boneka sendiri, dia akan tetap senang. Namun, entah kenapa, saat ini perasaannya tidak tenang. Dia pun bertanya pada ibunya yang sedang menyetrika setumpuk pakaian. "Ibu, kenapa Diska deg-degan, ya?" tanya gadis kecil itu. "Kalau enggak deg-degan, kamu mati, dong," jawab ibunya tak ambil pusing pertanyaan gadis itu. Setelah itu, sang gadis membulatkan mulutnya sembari mengangguk-angguk. "Ani, ikut saya! Radi kecelakaan di halaman depan," seru seorang wanita berpakaian formal. Sontak ibu sang gadis berlari keluar setelah mematikan setrika dan menggendong anak kecil itu. Gadis berkuncir dua tersebut duduk di mobil dengan tidak tenang. Walaupun AC di mobil menyala, tetap saja dia mengeluarkan keringat dingin. Jantungnya berdebar kencang. Dia meremas kedua tangannya. Di umurnya yang baru menginjak 7 tahun, dia belum paham betul apa itu kecelakaan. Sampai dia diajak ke sebuah ruangan. Di sana, terbaring sosok anak laki-laki yang tampak ringkih dengan hiasan selang menempel. Beberapa perban membalut tubuh kecilnya. Bercak darah masih ada di bagian tertentu. Sontak gadis manis itu menangis histeris. Tubuhnya ikut merasakan bagaimana sakitnya laki-laki yang sedang berbaring lemah di sana. Mulai saat itu juga, gadis itu sadar bahwa firasatnya mengenai anak lelaki itu selalu benar. Flashback off. *** Perasaan Atha semakin tidak keruan saat dia menelepon nomor Agra, tetapi mati. Atha berharap tidak terjadi apa pun. Semoga Agra tidak berulah. Semoga tidak ada apa-apa. Atha ... mencemaskan Agra. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN