PROLOG 1.2

481 Kata
Semalam, Arthur lembur di kantornya. Ia tak sendirian, melainkan ditemani oleh sahabat sekaligus orang kepercayaannya. Tugas Athur di kantor akhir-akhir ini memang menumpuk karena beberapa waktu yang lalu ia sempat mengambil cuti panjang. Jika kehidupan pria muda nan kaya seperti Arthur identik dengan dunia malam dan para wanita penghibur, maka hal itu tidak berlaku bagi Arthur. Ia adalah anak tunggal dari seorang pengusaha yang kini usianya sudah semakin menua. Arthur harus merelakan masa mudanya untuk fokus mengurus kantor agar ayahnya bisa beristirahat dan menikmati masa tuanya. Apa hidup Arthur semenyedihkan itu? Tidak. Ia merasa baik-baik saja. Semua berjalan dengan cukup baik menurutnya. Dan apa yang ia lakukan sekarang bukanlah sesuatu yang menyiksa, mengingat ia memang sudah terbiasa sejak muda. "Oke, finish. Bagaimana denganmu?" tanya sahabat Arthur yang malam itu juga mengerjakan pekerjaannya di ruangan Arthur. "Sebentar lagi. Tidak sampai seperempat jam akan selesai," jawab Arthur, dengan mata yang masih sibuk memperhatikan layar komputernya. "Temanku mengajakku ke kelab. Mau bergabung dengan kami? Sepertinya kau butuh hiburan," ajak sahabat Arthur itu. Namanya adalah Ridho. "Tidak tertarik." Selalu begitu. Arthur memang seakan tidak memiliki ketertarikan pada hal-hal yang berbau hiburan. Jangankan dunia malam. Pada wanita seksi saja Arthur bisa sama sekali tidak menengoknya. "Oh ayolah! Mumpung kamu lagi free, kan? Memang nggak suntuk rumah-kantor-rumah-kantor mulu? Lagian, kapan coba kamu main ke kelab terakhir kalinya?" "Belum lama. Satu tahun yang lalu aku ke kelab karena kolegaku ada yang minta bertemu di sana. Tapi ya seperti itu. Tidak ada yang menarik. Yang ada kepalaku malah jadi pusing." Ridho terkekeh melihat reaksi sahabatnya itu. "Ya kan sekarang ada sohibmu ini, Bos Bro. Kalau pun nanti pusing, masih bisa aku setirin sampai rumah." "Tidak, terima kasih," tolak Arthur mutlak. Meski tahu ajakannya akan selalu mendapat penolakan, Ridho memang tak pernah bosan melakukannya. Hari ini ia boleh saja gagal, tapi ia tetap optimis kalau besoknya Arthur pasti akan luluh. Bukan apa-apa. Ia hanya sedikit khawatir dengan kehidupan Arthur yang terlampau datar itu. Ia prihatin melihat bagaimana sahabatnya itu hidup. Meski tampak normal, Ridho tidak yakin kalau hati sahabatnya itu masih bisa bekerja dengan baik. *** Arthur tiba di kamarnya pada pukul setengah dua belas malam. Salah satu hal yang paling menjengkelkan saat ia harus lembur adalah ... mandi malam. Karena Arthur memang tidak akan bisa tidur sebelum ia mandi. Jadi sangat menyusahkan jika ia baru sampai di rumah tengah malam seperti ini. Selesai mandi, Arthur berbaring di atas kasurnya. Ia sudah benar-benar lelah sehingga dengan cepat terseret ke alam bawah sadarnya. Dan bersamaan dengan hilangnya kesadaran Arthur malam itu, tanpa ia sadari, ada seorang gadis cantik bersurai panjang yang ikut berbaring di sisinya. Gadis itu tampak menatap langit-langit kamar Arthur dengan tatapan kosong, sebelum akhirnya ikut bergabung dengan Arthur menuju alam bawah sadarnya. Keduanya sama-sama tidak tahu, jika di malam itulah takdir baru mereka akan dimulai. Takdir yang mungkin bisa membawa mereka pada gerbang kebahagiaan, atau mungkin justru penderitaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN