"Apapun yang terjadi antara aku dan Pak Chandra, merupakan masa lalu dan tidak perlu ada uang diberikan padaku. Aku tidak mengerti mengapa Pak Chandra harus memberikan aku uang?"
Mendadak Benaya menjadi sangat bingung karena penolakan Lily. Dia tidak menyangka gadis sekalem dan sepolos Lily menolak uang dari Chandra. Benaya menghela napas.
"Begini saja, Ly, aku nggak tahu urusan kalian berdua, jadi sebaiknya kamu bicarakan ini langsung sama Bos. Aku bisa ngasih tahu Bos soal ini dan kalau Bos ada waktu aku bakalan ngasih tahu kamu biar kalian bisa ketemu buat ngebicarain masalah ini. Gimana?"
Bertemu lagi dengan Chandra adalah hal yang tidak pernah Lily bayangkan. Dia pikir, setelah malam itu, dia akan menyimpan sendiri kisahnya dengan Chandra. Apakah, setelah hari ini, masih akan ada cerita antara dirinya dan Chandra?
"Terserah, Pak Ben saja...." Lily menjawab pelan, dia juga tidak tahu hal apa yang seharusnya dia lakukan.
"Terserah aku? Wah, Lily kalau semua terserah aku, seharusnya kamu nurut sama aku. Kamu bisa ambil uang itu dan case closed. Kita nggak perlu kejebak pembicaraan panjang dan kemungkinan kena omelan Bos Chandra karena masalah ini. Jadi gimana? Kamu lebih baik nerima uang ini kan?"
"Maaf, Pak Ben, aku nggak bisa."
"Oh, oke kalau begitu. Aku akan mencoba bicara pada Bos, dan jika terjadi sesuatu, jangan salahkan aku, Lily...." Benaya mencoba menakuti Lily, tapi sayang, gadis itu tetap tidak mau menerima uang yang diberikan Chandra padanya dan menjauhkan semua hal yang membawa pada kerumitan.
***
"Bagaimana Hannah menurut kamu?" tanya Connie Gouw pada Chandra saat dia bersama keluarganya makan malam bersama.
"Cantik." Chandra menjawab singkat.
"Ya, dia memang cantik, berpendidikan baik, kariernya bagus, perusahaan mereka sedang berkembang dengan sangat baik. Pernikahan kamu dan Hannah akan menjadi pernikahan yang sempurna. Aku sudah merencanakan pesta pernikahan kalian, yang pasti akan menjadi pesta termegah tahun ini."
"Tahun ini?" Chandra menatap Connie kaget.
"Ya...kenapa?"
"Nenek, aku dan Hannah perlu waktu untuk saling mengenal. Aku dan dia baru aja ketemu dan sepertinya, terlalu cepat kalau aku dan dia nikah tahun ini."
"Tidak ada yang terlalu cepat. Ini baru bulan Februari dan mungkin kalian menikah akhir tahun. Masih ada sepuluh bulan dan waktu itu sangat cukup untuk saling mengenal. Lagipula, kalian akan hidup bersama-sama dan seiring berjalannya waktu kalian hidup bersama, kalian bisa mengenal lebih baik."
Chandra meletakkan sendok dan garpu yang berada di tangannya dengan perasaan lelah. "Nek, pernikahan bukan suatu hubungan yang gampang."
"Iya, Nenek tahu, tapi dengan Hannah, semuanya tidak akan pernah salah. Hannah cantik, berasal dari keluarga terpandang dan dia dididik dengan sangat baik. Dia tidak mungkin mengacaukan hubungan pernikahan."
"Tapi Nek, tidak semua hal bisa berjalan sesuai dengan harapan kita...."
Connie mengangkat tangannya, membuat Chandra bungkam. "Sorry, Chandra, Nenek sudah memutuskan bahwa kamu sangat cocok bersama dengan Hannah. Jangan mencoba untuk menghancurkan rencana pernikahan ini. Jika kamu sampai membuat ulah, Nenek tidak akan segan mencoret kamu dari warisan." Connie menekankan kata-katanya dan dia tahu pasti bahwa Chandra sama sekali tidak menyukai apa yang dikatakannya.
Chandra terdiam, dia tidak bisa apa-apa jika neneknya sudah menyebutkan soal warisan dan perusahaan. Dia menatap Regina Gouw dan Jeremiah Gouw, orangtuanya yang tidak mengatakan apa-apa terhadap rencana Connie. Jerry dan Regina asyik dengan makan malam mereka seolah tidak ada satupun hal yang menganggu mereka. Sementara itu, Dante, adik Chandra menatap Chandra dan menyunggingkan senyum samar yang sangat Chandra benci. Senyuman Dante seolah melemparkan ejekan untuknya.
Chandra membenci kedua orangtua yang terlihat tidak peduli padanya. Orangtuanya tidak pernah memberi perhatian padanya, hal yang mereka lakukan hanyalah bertengkar dan berkhianat satu sama lain. Pernikahan harmonis yang ditampilkan di depan umum hanya sandiwara. Chandra tidak tahu mengapa orangtuanya harus hidup dalam kepalsuan, jika mereka memang sudah tidak ingin bersama, mengapa mereka masih bertahan, bahkan berpura-pura hidup dalam pernikahan harmonis, padahal yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya.
Chandra benar-benar muak dengan situasi ini dan dia tidak bisa lagi menyelesaikan makan malam bersama keluarganya yang terasa melelahkan. Dia beranjak dari kursinya.
"Maaf, Nenek, aku harus melakukan sesuatu hal yang penting. Ben bilang ada dokumen—something gitu, yang belum aku tanda tangani."
"Di jam makan malam seperti ini?" Connie menatap sangsi.
"Ya...aku rasa, Ben lupa. Dia mungkin sekarang sudah bertambah tua dan mulai pikun," ucap Chandra asal. Bagus jika Connie mulai mempertanyakan kinerja Ben yang semakin tidak bermutu, dan mengganti lelaki itu dengan sekretaris baru.
"Benaya tidak mungkin melupakan hal penting seperti tanda tangan dokumen dan lain sebagainya."
"Faktanya, dia emang lupa dan aku harus ngerjain semua itu sekarang." Chandra menghampiri Connie dan memberikan salam, mengecup pipi neneknya. "Sorry, aku harus pergi sekarang, Nek."
"Aku tahu kamu hanya ingin menghindari pembicaraan denganku." Connie bicara dengan penuh penekanan pada Chandra.
"Tentu saja tidak, Nek. Aku benar-benar harus pergi karena aku harus mengurus bisnis dengan sepenuh hati. Sebentar lagi aku menikah dan tentu saja aku tidak bisa lagi bersikap santai karena aku akan punya keluarga yang harus dihidupi."
"Oh ucapanmu membuatku merasa terharu. Kamu membuat Nenek yakin bahwa waktu bermain-mainmu sudah selesai sekarang. Nenek sangat bangga padamu, Chandra."
"Tentu saja, Nek." Chandra berkata dengan sangat meyakinkan. "Kalau begitu aku pergi dulu. Maaf, tidak bisa menyelesaikan makan malam bersama kalian." Chandra menatap semua orang dan berbasa basi, hal yang sebenarnya tidak perlu. Semua orang dalam ruangan itu tahu bahwa mereka tidak cocok satu sama lain. Mereka hanya berpura-pura harmonis jika kamera mengarah pada mereka. Kehidupan yang sangat memuakkan bagi Chandra dan jujur saja dia tidak tertarik sama sekali dengan kehidupan keluarganya yang seperti itu. Sayangnya, sejarah akan kembali terulang. Dia akan menikahi Hannah Wangsadinata dan dia yakin bahwa pernikahannya dengan Hannah akan sangat romantis dan harmonis, di layar kaca, atau setidaknya di hadapan orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi sebenarnya di dalam keluarga mereka.
Chandra menghempaskan diri di mobil BMW Gran Coupe-nya, dia menghela napas dan menatap bangunan megah rumah neneknya yang terletak di inti jantung ibukota. Rumah berharga miliaran dengan halaman luas, arsitektur kokoh dan indah serta interior klasik yang menawan. Dia yakin, banyak orang ingin memiliki rumah seperti yang dimiliki Connie, atau paling tidak, merasakan bagaimana nyamannya tinggal di rumah mewah semacam itu, tapi, bagi Chandra, rumah itu hanyalah semacam penjara. Dia berada di sana sejak kecil dan tidak pernah merasa bahagia.
Chandra mengabaikan rasa sentimentilnya, lalu tertawa kecil. Untuk apa dia memikirkan hal-hal seperti itu? Bukankah, sedari kecil dia sudah terlatih untuk tidak peduli dan bersikap seolah dia baik-baik saja? Connie mengajarkan padanya untuk tidak bersikap lemah dan pantang baginya memperlihatkan perasaannya yang sesungguhnya. Sedih, kecewa, kesepian, adalah perasaan yang harus ditekannya jauh-jauh di dalam dirinya. Dia tidak boleh menunjukkan kelemahannya, karena, jika hal itu terjadi, maka lawan-lawannya akan segera menyerang titik lemahnya. Termasuk juga perasaan cinta. Chandra terbiasa tidak pernah merasakan cinta. Baginya, pernikahan pada akhirnya menjadi ajang simbiosis mutualisme belaka. Seseorang yang akan menikah dengannya akan mendapatkan keuntungan dari bisnis keluarga Gouw atau nama besar keluarga Gouw, demikian juga, keluarga Gouw juga pasti akan mendapatkan keuntungan dari calon besannya. Tidak diperlukan cinta di sini, hanya kecermatan melihat peluang dan dinamika bisnis atau sosial politik yang bisa menguntungkan.