PART. 4

1175 Kata
Tari benar-benar tidak bisa tidur. Gelap, panas, takut, jadi satu kesatuan yang menimbulkan ketidak nyamanan. Tapi saat listrik menyala lagi, dan kipas angin bisa memberinya sedikit kesejukan, akhirnya ia bisa tertidur juga. Saat subuh ia terbangun, dan segera menuju tempat mencuci pakaian. Ia sempat melihat ada kran air di sana. Setelah berwudhu, Tari ingin kembali ke kamarnya untuk sholat subuh, saat itu bertepatan dengan Raka yang ke luar dari dalam kamarnya. Raka mengenakan baju koko coklat muda, sarung hitam dan peci putih. Mereka sama-sama terkejut. "Aku dari wudhu" Tari lebih dulu membuka suara. "Aku ingin ke musholla" Kata Raka. "Jauh nggak?" "Hanya berselang beberapa rumah dari sini" jawab Raka. "Aku ikut ya, tunggu aku ambil mukena dulu" Tari segera masuk ke dalam kamarnya. Raka dan Tari berjalan beriringan, ada warga lain juga yang berjalan bersama mereka menuju musholla. "Waah penganten baru bangun cepat atau belum sempat tidur nih tadi malam" goda seorang ibu. Wajah Tari memerah, ia melirik Raka yang hanya menarik sedikit sudut bibirnya mendengar godaan ibu itu. "Jangan di goda begitu Cil, Nak Raka inikan pemalu" sahut ibu lainnya. "Semoga Nak Tari betah ya tinggal di kampung kami" "InshaAllah Bu" sahut Tari. "Nak Raka sekarang tidak sendirian lagi di rumah, tidak masak-masak sendiri, cuci baju sendiri lagi karena sudah punya istri" "Alhamdulillah" sahut Raka singkat saja. "Siapa yang menduga ya kalau jodoh Nak Raka orang jauh, padahal gadis di kampung ini banyak yang suka sama Nak Raka, Nak Tari jagain Nak Raka baik-baik ya, jangan sampai direbut wanita lain" "Hahh..ooh iya Bu" Tari menganggukan kepalanya. Matanya melirik Raka yang tampak santai saja, tidak terpengaruh sedikitpun dengan ucapan ibu-ibu itu. 'Apanya yang membuat para wanita itu tertarik padanya, kalau sikapnya saja tidak ada manis-manisnya' batin Tari. Usai sholat subuh Tari yang merasa masih mengantuk karena kurang tidur, masuk lagi ke kamarnya untuk menyambung tidurnya. Sedang Raka memulai aktifitas pagi seperti biasa. Mencuci pakaiannya, dan memasak untuk sarapan juga untuk bekal makan siangnya. Biasanya Raka makan siang di lampau sawahnya. Dan pulang kembali ke rumah sebelum sholat Ashar. Sebelum berangkat Raka menyiapkan sarapan di atas meja makan plus catatan kecil untuk Tari, juga kunci pintu rumah dan kunci sepeda motor. 'Aku rasa gadis metropolis itu pasti akan merasa sangat bosan diam di rumah seharian, hhhh...andai bukan karena janji kakek dan kakeknya...ya Allah...aku sudah berkata ikhlas, harusnya ikhlasku tidak hanya di bibir saja, tapi aku masih perlu waktu...dan aku rasa Tari juga tidak akan bertahan lama di sini, kami bagaikan langit dan bumi, tidak ada sesuatu apapun yang bisa menyatukan kami andai tidak ada janji perjodohan ini' Raka keluar dari pintu samping untuk mengeluarkan motor bututnya, sementara motor maticnya yang masih baru ia tinggalkan untuk Tari, kalau Tari ingin mengunjungi rumah kakeknya, karena orang tuanya masih ada di sana. Setelah motor ia keluarkan, Raka mengunci lagi pintu samping rumahnya. -- Tari membuka matanya saat mendengar suara kicau burung yang mengusik pendengarannya. Ia bangun dari rebahnya, lalu membuka horden jendela kamarnya, dibukanya sekalian jendela kaca berteralis besi itu. Pemandangan berupa pohon jambu air yang tengah berbuah rimbun dengan warna buahnya yang merah menggoda pandangannya. Juga pohon mangga dan dondong yang berbuah membuatnya membayangkan sepiring rujak di hadapannya. "Hssttt enak nih kalau dibikin rujak" gumamnya pada diri sendiri. Tari ke luar dari kamarnya. Ia memasang telinganya di daun pintu kamar Raka. Tidak terdengar apapun dari dalam sana. Tari menuju meja makan, dibukanya tudung saji yang ada di atas meja. Sepiring nasi goreng plus telur mata sapi ada di sana, secarik kertas dan dua buah anak kunci juga ada di bawah tudung saji itu. Tari mengambil kertas yang terlipat rapi itu, selembar uang 50.000 jatuh dari dalam lipatan kertas. Membuat Tari mengernyitkan keningnya. Tari mulai membaca apa yang tertulis di atas kertas. Assalamuallaikum. Aku ke sawah Ini sarapan dan uang untuk jajanmu, mungkin kamu butuh sesuatu untuk dibeli. Kalau pergi pakai saja motorku, keluarlah dari pintu samping lalu kunci pintunya. Untuk makan siang kamu bisa ambil di lemari makan, sudah aku siapkan. Wassalam Raka Tari memandang uang 50.000 di tangannya. "Uang 50.000 cukup buat apa, cuma cukup untuk secangkir kopi di tempat aku nongkrong bareng teman-temanku, hhhh si Raka ini pelit atau apa sih" gerutu Tari. Tari ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok giginya, ia sedang malas untuk mandi. Setelah itu ia duduk untuk menikmati sarapan yang sudah disiapkan Raka. Satu suapan nasi goreng masuk ke dalam mulutnya. 'Ya ampun..ternyata nasi goreng buatannya enak banget' puji Tari di dalam hatinya. Tari benar-benar menikmati sarapan pertamanya sebagai seorang istri. Sarapan yang dimasak oleh pria yang sudah sah menjadi suaminya. Setelah sarapan Tari bimbang antara ingin di rumah saja, atau pergi ke rumah kakeknya. 'Hmmm dia sudah menyiapkan sarapan untukku, apa salahnya kalau aku membantu membersihkan rumahnya, tapi rumahnya sudah bersih dan rapi, apa lagi yang harus aku kerjakan?' Mata Tari menatap ke luar jendela, bibirnya tersenyum saat melihat daun-daun yang mengotori pekarangan depan dan samping rumah Raka. 'Hmmm..aku nyapu di halaman saja' Tari membuka pintu depan, ia juga membuka semua jendela. Tari mencari-cari sapu lidi untuk membersihkan pekarangan dari daun yang berserakan. "Assalamuallaikum" sapaan seseorang mengagetkan Tari. "Walaikumsalam" Tari berbalik untuk melihat siapa yang menyapanya. Berdiri tidak jauh darinya seorang wanita tinggi semampai tengah tersenyum kepadanya. Ditangannya ada sebuah payung berwarna hitam. "Kenalkan kak, nama saya Jannah, anaknya Pak Jamal, rumah saya berselang lima rumah dari sini" wanita bernama Jannah itu mengulurkan tangannya pada Tari. Tari menyambut uluran tangan Jannah. "Saya Tari, ehmm ada perlu sama Raka ya?" "Ehmm cuma mau mengembalikan payung, beberapa hari lalu Bapak bertamu ke sini, waktu mau pulang hujan, jadi dipinjemin payung sama kak Raka" Jannah menyerahkan payung di tangannya, Tari menerima payung itu. "Kalau begitu saya permisi dulu kak, assalamuallaikum" "Walaikumsalam...eeh tunggu sebentar!" Panggil Tari. "Ada apa kak?" "Kamu punya sapu lidi tidak, aku ingin menyapu halaman, tapi tidak tahu sapu lidinya ada di mana?" "Oooh, biasanya sapu lidinya ada di dekat pintu yang di samping Kak" Jannah menunjuk ke arah pintu di samping rumah. Tari mengernyitkan keningnya. 'Bagaimana dia bisa tahu letak sapu lidi di sana' batin Tari. "Mau saya bantu nyapunya kak" "Oh tidak usah, terimakasih" "Biasanya saya yang bantu nyapu di pekarangan ini, karena itu saya tahu sapunya di mana" "Oooh, terimakasih ya dek" "Iya kak, saya pulang dulu kak, assalamuallaikum" "Walaikumsalam" 'Selain tahu letak sapu lidi, dia tahu letak apa lagi ya?' Selama menyapu halaman, setiap orang yang lewat di depan rumah Raka, selalu menyempatkan diri untuk mampir menyapa dan memperkenalkan diri mereka. -- Karena lelah setelah menyapu halaman, Tari jadi melupakan niatnya untuk memetik buah. Setelah mandi ia berbaring di atas karpet yang ada di depan tv. Drrt..drtt.. Suara ponsel dari dalam kamar mengagetkannya. Tari bergegas mengambil ponselnya. Tapi ia terpaku saat melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya. Itu adalah nama seseorang yang sangat dihindarinya untuk saat ini. 'Mau apa lagi dia menelponku? Apa lagi yang ingin dia bicarakan? Apa belum cukup luka yang sudah dia berikan?' Perasaan Tari bimbang antara harus menjawab panggilan telponnya atau tidak. ***BERSAMBUNG***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN