Dimana Chris?

949 Kata
Viyone yang menunggu kepulangan putranya semakin cemas, Ia mondar mandir di kamarnya sambil menatap jam dinding yang telah menunjukan pukul 17.00 "Kenapa sudah sore Chris belum pulang, Anakku!" ucapnya yang mulai cemas dan mengambil pakaiannya. Setelah menganti pakaian Viyone langsung pergi dari mencari anaknya. Satu jam kemudian. Viyone tiba di rumahnya dan menemukan baju miliknya dan Chris berserakan di luar bersama koper. Sementara Chris tidak terlihat sama sekali. "Chris?" gumam Viyone dengan cemas dan melangkah menuju ke rumah itu. Saat pintu depan terkunci ia membuka dengan kunci yang dia bawa. Klek!" Pintu terbuka dan Viyone pun masuk dan mencari keberadaan putranya "Chris! Chris!" teriak Viyone mencari di ruangan tengah hingga ke bagian dapur dan ruang makan. Karena tidak mendapati keberadaan anaknya ia pun sambil berteriak dan berlari ke lantai atas. "Chris! Chris!" teriak Viyone yang menuju ke kamar anaknya itu. Wajahnya semakin cemas dan takut karena tidak melihat anaknya di sana. Viyone mencari ke seluruh rumahnya dengan takut yang menyelimuti dirinya, ia keluar dari rumah dan memanggil namanya anak tanpa henti. Berjalan ke sekitaran sambil berteriak," Chris...kamu di mana...?" Hancur sudah perasaan Viyone yang kehilangan putra semata wayangnya. Viyone menghampiri pintu rumah tetangganya, mengetuknya dengan gugup. "Maaf, apakah Anda melihat putraku, Chris?" tanyanya dengan suara yang bergetar karena dingin dan kekhawatiran. Satu per satu, warga di sekitar mulai keluar dari rumah mereka, mengenakan baju tebal untuk menghadapi hujan salju yang semakin deras dan cuaca yang semakin dingin. Mereka semua menawarkan bantuan untuk mencari Chris yang hilang entah kemana. Viyone merasa lega karena dukungan tetangganya, namun kecemasan tentang keberadaan putranya semakin menyiksa hatinya. "Apakah Chris bertemu Jeff?" gumamnya pelan saat melihat pakaian berserakan di luar rumah. Kegelisahannya semakin menjadi-jadi, lalu ia berucap dengan nada tegas, "Jeff Hamilton, cukup sudah kamu menyakitiku. Jangan coba-coba kau menyentuhnya." Sementara itu, warga berkelompok dan berpencar ke arah yang berbeda, mencari tanda-tanda keberadaan Chris. Mereka semua berusaha sekuat tenaga untuk menemukannya, menyisir setiap sudut komplek rumah. meskipun badai salju semakin mengganas. Viyone bergumul dengan perasaannya, merasa bersalah telah membiarkan Chris pergi sendirian di cuaca yang sangat buruk ini. Viyone kemudian bergegas berlari dan mencari taksi untuk pergi ke suatu tempat. Tidak lama kemudian ia tiba di depan sebuah rumah mewah yang baru dibeli oleh Jeff sebelumnya. Saat Viyone memandang rumah itu yang dalam suasana terang ia mempersiapkan dirinya berhadapan dengan suaminya itu. Dengan melangkah cepat, Viyone bergumam,"Jeff Hamilton, selama ini kau menikmati hidupmu dengan wanita itu di sini. Rumah yang seharusnya milik kita bertiga." Viyone langsung membuka pintu yang tidak dikunci sama sekali. Tanpa menunggu Viyone berteriak nama suaminya hingga mengema satu rumah," Jeff Hamilton, keluar....!" mendengar suara teriakan tersebut Jeff dan Meliza langsung keluar dari kamar. Tubuh Jeff hanya mengenakan handuk di pinggangnya. Ia semakin kesal melihat istrinya yang muncul di rumah itu. "Untuk apa kau ke sini?" tanya Jeff dengan ketus dan menuruni anak tangga. "Di mana Chris sekarang? Katakan!" teriak Viyone dengan mata berkaca-kaca. Emosi wanita itu telah tak terbendung karena kehilangan putranya. "Apa kau gila, mencari anak kotor itu di sini, Walau dia ke sini, dia juga tidak kubiarkan menginjak kakinya ke rumah ini," jawab Jeff dengan menghina. Plak! Tamparan Viyone mendarat keras di wajah Jeff, membuat kepala pria itu terpental ke samping. Rasa sakit itu terasa begitu nyata, tetapi sakit hati yang lebih dalam melanda Viyone. "Kau tidak layak menghinanya, Chris memiliki hati yang lembut sejak kecil. Dia tidak pernah membenci seseorang, apalagi menyakiti orang. Sedangkan kau berselingkuh di saat masih berstatus suamiku. Anakmu baru meninggal dan kau sudah bersenang-senang di rumah ini," bentak Viyone, matanya berkaca-kaca namun penuh kemarahan. "Jangan salahkan aku berselingkuh, karena dirimu yang membuat aku muak," ketus Jeff sambil mengusap wajahnya yang kini memerah akibat tamparan tadi. "Katakan di mana putraku!" bentak Viyone, tubuhnya gemetar karena marah yang tak tertahankan. Ia ingin tahu di mana anaknya yang telah hilang. "Dia sudah mati, aku menendang dan menyeretnya," jawab Jeff dengan nada datar, seolah-olah tak peduli dengan perasaan Viyone. Wajahnya menunjukkan kepuasan karena berhasil melukai hati Viyone lebih dalam lagi. Mendengar jawaban itu, Viyone merasa bagai ditikam seribu jarum. Tangis pilu menggema di ruangan itu, sementara Jeff tersenyum sinis, menikmati penderitaan wanita yang kini sudah tak berarti lagi baginya. "Katakan padaku sekarang juga! di mana Chris dan apa yang telah kau lakukan padanya?" teriak Viyone yang semakin histeris. Jeff dengan tersenyum menjawab," Anak bodoh itu memohon dan berlutut di hadapanku, agar aku tidak meninggalkan ibunya yang menyedihkan ini. Dia rela pergi asalkan aku tidak menikahi wanita lain. Seorang anak kecil berusia 5 tahan sudah bisa berkorban demi ibunya. Sungguh luar biasa." Viyone semakin terpukul, hatinya bagaikan dicabik-cabik mengetahui permintaan putranya itu. "Seharusnya kau tidak melukainya, b******n. Dia hanyalah anak kecil yang melindungi ibunya. Anakku lebih penting darimu yang adalah pria dewasa menyampah. Walau hanya tinggal mayat aku juga harus menguburnya secara layak. Katakan padaku di mana dia?" tanya Viyone yang emosinya semakin meledak. "Wanita gila, Mana mungkin aku membawanya ke sini, hanya menyampah. Kau cari saja sendiri di mana mayatnya. Salju begitu deras. Aku yakin tubuhnya pasti sudah beku. dan tidak perlu dikuburkan lagi." Jeff menatap sinis dan mengejek. Ia kemudian melangkah naik ke lantai 2. "Meliza, mari kita lanjutkan. Abaikan saja wanita gila itu," ujar Jeff yang mendekati wanita sambil mengejek istrinya yang terpaku diam di bawah sana. Kedua tangan Viyone mengenggam erat kepalan tangannya. Air matanya semakin deras dan frustasi akibat hilangnya putranya itu. Viyone kemudian melangkah menuju ke dapur dan mengambil pisau sayur, ia menatap tajam ke arah pisau tersebut. Hatinya telah hancur. hidupnya seakan telah berakhir. Kini, hanya dendam yang terpendam di dalam hatinya. "Chris, Mama tidak akan membiarkanmu menjadi korban sia-sia," batin Viyone. Apa yang akan dilakukan Viyone dengan pisau tersebut? Putra semata wayangnya yang baru berusia 5 tahun. Kini hilang entah kemana!

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN