Plan

1528 Kata
Aku memejamkan mataku berharap Tuhan mengirimkan penyelamat untukku, kalau dia perempuan akan aku jadikan saudaraku kalau laki-laki akan kujadikan suami. Eh jangan suami, aku nggak siap nikah muda, terserah si penyelamat mau apa. **** “Ya Tuhan bagaimana ini, aku pasti akan terlambat.” Rutukku dalam hati. "Aaaa." Aku berteriak frustasi. "Ngapain, teriak-teriak." Kok aku seperti mendengar suara Adiemas, dia akan udah pergi dari tadi. Jangan-jangan disini ada hantu. Aku begidik ngeri. "Fanny." Fix disini pasti ada hantu, ya Tuhan aku sangat ketakutan. "Hei." Ada yang menepuk pundakku. "Aaaaaaaaa." Teriakku keras "Aduh, ngapain pakai teriak-teriak segala, sakit telingaku dengernya." Loh emang, hantu bisa sakit, perlahan aku membuka mataku. Dan di depanku ternyata ada Adiemas. Sejak kapan dia disini, bukankah dia tadi meninggalkanku. "Kamu kok ada disini bukannya tadi udah pergi?" "Sudah jangan banyak tanya, ayo berangkat bareng." Ucapnya lalu menggandeng tanganku. "Pegangan yang kencang, soalnya aku mau ngebut, kamu nggak mau terlambat kan?" Tanyanya saat aku sudah menaiki motornya. "Siap." **** Sampai di sekolah langsung tersebar kasak-kusuk kenapa aku bisa bareng dengan Adiemas. Tapi aku tak ambil pusing dengan semua itu. Aku tarik kembali kata-kataku tentang tak ambil pusing dengan semua itu, karena setiap aku keluar kelas, semua mata memandangku tajam setajam silet. Aku frustasi sendiri dengan itu. "Fan, mau ikut ke kantin nggak?" Tanya Ayu "Nggak ah, aku takut." "What takut kenapa?" dia memandangku bingung. "Kamu nggak lihat apa, setiap siswi penghuni sekolah ini memandangku tajam seolah-olah aku itu mangsa yang siap dimakan." "Halahh, lebay kamu Fan, lagian kita kan senior, tinggal pelototin aja, pada kabur tuh adik kelas." Sahut Lindha yang mulai jengah dengan sikapku. "Ya kalau adik kelas, la kalau seangkatan sama kita gimana, takut nih." "Tenang kan ada kita, kamu lupa kalau aku bisa karate?" sahut Ayu penuh semangat. "Ok deh, ayo ke kantin." Suasana sekolah mendadak menjadi menegangkan, adanya dua teman disampingku ini tak bisa mengurangi pandangan sinis mereka ke arahku. Ya Tuhan, kalau gini ceritanya aku ingin balik ke kelas aja. "Aku balik ke kelas aja ya!" pintaku pada mereka. "Jangan dong santai aja kali." sahut Ayu dengan memegang tanganku. "Nggak, aku balik ke kelas aja, nanti bawain aku makanan ya di kelas." "Ya udah, kita duluan ya." Balas Lindha. Mereka lalu beranjak pergi menuju kanti yang letaknya di sebelah lapangan basket. Aku memutuskan untuk segera kembali ke kelas. Tak kuhiraukan lirikan tajam penghuni sekolah ini.  Mataku mengamat lingkungan sekolah, aku baru sadar sejak Adiemas mengantarku tadi, aku belum melihatnya. Apa dia tidak mengajar ya? Tanyaku dalam hati. Kok aku jadi mikirin dia, nanti dia jadi ke Ge-eran. "Huhhh." Aku mendengus kesal. Kupercepat langkahku menju kelas. "Fanny." Aku seperti mendengar suara Galih. "Fanny." Nah kan fix itu jelas-jelas suara Galih. Kuhentikan langkahku lalu berbalik lalu mencari dia yang memanggilku. "Aaaaa." Sontak saja aku kaget, saat aku berbalik wajahnya tepat berada di depan wajahku. "Astaga, Galih, ada apa sih?" Tanyaku sambil menormalkan deru nafasku. "Lagian, kamu tak panggil nggak nyahut-nyahut." Balas dia tak mau kalah. "Ada apa memangnya?" "Kok kamu tadi, berangkat sekolah bareng sama Pak Adiemas?" Tanya dia dengan nada kesal. Astaga pertanyaan itu lagi, hampir bosan aku mendenganya. "Sepedaku ada di bengkel, dan ibuku menyuruh Adiemas untuk mengantarku, awalnya aku menolak tapi daripada terlambat." Jawabku "TAPI KAN KAMU BISA TELPON AKU, KENAPA HARUS SAMA DIA!" Bentak dia marah. "Loh kok kamu jadi marah." "AKU NGGAK SUKA KAMU BARENG DIA." What apa dia bilang, aku nggak salah dengar, memang dia siapa aku. "AKU NGGAK SUKA KAMU SAMA DIA." Dia menekankan kalimat itu, matanya masih menatap tajam ke arahku. Belum pernah aku melihat dia semarah ini, memang apa yang telah membuat dia marah. "Dengar kamu itu bukan siapa-siapa aku, kita cuman teman nggak lebih." Aku langsung berbalik pergi. "Fan, Fanny." Dia tetap mengejarku. "Apaan sih Galih, aku mau balik ke kelas." "Fanny, aku belum selesei bicara." "Nggak ada yang perlu kita bicarain lagi, Stop jangan ganggu aku, aku mau balik ke kelas." Akhirnya dia berhenti mengejarku, Sebenarnya ada apa sih dengan dia. Tak ada angin tak ada hujan, marah-marah nggak jelas. Sampai dikelas, aku langsung menyandarkan kepalaku ke meja, mataku melihat ke arah luar kelas dan langsung. "Kenapa Fan?" Tanya Ayu menghampiriku, di tangannya ada kantong plastik berwarna hitam. Kuyakin itu adalah makanan untukku. "Nggak kenapa-kenapa." "Tentang Galih atau. . . . . . tentang Pak Adiemas?" "Kok bisa sampai pak Adiemas?" Tanyaku heran, lalu menegakkan kepalaku. "Berarti tentang Galih?" Tanya Ayu. Aku terdiam sejenak. "Bukan juga, menurutmu sebenarnya aku suka nggak sih sama Galih, kok akhir-akhir ini aku merasa biasa aja sama dia." "Ya mana aku tahu." Balas dia dengan mengedikkan bahu. "Yang tahu hatimu itu bukan aku maupun orang lain tapi dirimu sendiri." lanjutnya menasihatiku. "Tumben kamu bijak." "Ayu gituloh." Mulai lagi deh sifat sombongnya. "Lindha kemana, kok kamu balik sendiri." "Nggak tahu tuh, katanya ada urusan." Kami langsung terdiam, saat guru yang mengajar telah masuk ke kelas kami. Kembali aku memikirkan kata-kata Ayu, kalau yang tahu hatiku hanya aku sendiri. Tapi bagaimana aku bisa tahu kalau aku sendiri bingung dengan perasaaanku sendiri. "Fanny." "Eh iya pak, saya bingung." "Hahahahahahahha." Tawa membahana ke penjuru kelas. Astaga apa yang aku lakukan. "Baiklah bapak akan menjelaskan lagi, kalian itu sebentar lagi mau ujian, tapi masih nggak paham dengan materi." Gimana mau paham materi, presentasi yang buat kita sendiri, yang menerangkan juga kita sendiri, yang buat soal juga kita sendiri. Guru hanya mengarahkan agar muridnya berdiskusi sendiri, menerangkan cuma kalau ada yang bertanya. Untungnya pak Sarimin sekaligus Guru Fisikaku ini, mau menerangkan secara jelas, nggak kebayang kalau kami misalnya belajar sendiri tentang Fisika pasti kami tidak akan paham. **** Sudah satu jam, aku menunggu di dalam kelas, tapi tak ada tanda-tanda kedatangan Adiemas. Sebenarnya dia kemana sih, katanya suruh tunggu disini. Tahu begitu aku langsung pulang naik bis aja. Awas aja nanti kalau ketemu dia, bakal aku pukul. Menunggu adalah hal yang paling membosankan di dunia dan aku sangat membenci hal itu. "Loh Fanny, kamu belum pulang?  Tanya Galih langsung menghampiriku. "Aku sedang menunggu jemputan." "Ibumu?" Sebenarnya aku masih kesal dengan dia karena kejadian tadi pagi. "Bukan Adiemas." "Aku nggak salah dengar, kamu suka sama pak Adiemas." "Kamu mulai ngaco, aku nggak suka sama Adiemas, kalaupun aku suka itu juga bukan urusanmu." Balasku emosi. Apa-apaan sih dia, seenaknya saja memuduhku, dan lagi dia bilang aku suka Adiemas. Big No, aku nggak akan suka sama Adiemas, meskipun dia sudah mengambil ciuman pertamaku, loh kok aku malah ingat itu, sontak pipiku memanas. "Jelas itu urusan aku, karena aku suka sama kamu." Balas dia lantang. Harusnya aku senang dengan pernyataannya, tetapi kenapa aku merasa biasa saja. "Galih, kita itu cuma sahabatan nggak lebih, kamu juga sudah punya Berlin." "Aku nggak peduli, kamu juga suka kan sama aku?" Kalau dia tanyanya dulu, mungkin dengan yakin aku menjawab iya, tapi sekarang aku sudah tidak mempunyai perasaan apapun padanya. "Nggak, aku nggak suka sama kamu. Aku nggak mau nyakitin Berlin dia juga teman aku." "AKU NGGAK PEDULI DENGAN BERLIN, KARENA YANG AKU SUKA ITU KAMU." Balas dia Emosi. "Kalau kamu gitu, sama aja kamu nyakitin Berlin, sekarang kamu pergi Galih, aku nggak mau ketemu sama kamu lagi." Dia tidak menggubris ucapanku malah semakin mendekat ke arahku. "Apa yang kamu lakukan?" Tanyaku panik. Dia semakin maju ke arahku, aku perlahan memundurkan langkahku ke belakang, sampai punggungku menyentuh tembok, itu artinya aku tidak bisa mundur lagi. "Galih, pergi dari sini." "Nggak." Balas dia lalu mencengekeram pundakku. "Apa yang kamu lakukan?" "Menurutmu." Ucap dia lalu mendekatkan wajahnya ke arahku. Aku berusaha berontak, tapi tenaganya sangat sulit aku lawan. "Bugh." Kulihat Galih jatuh tersungkur dengan darah di sudut bibirnya. "Adiemas." Ucapku saat mengetahui dia sudah berada di depanku. Ia langsung memelukku, aku tidak bisa menahan tangisku lagi. Entah kenapa aku merasa lega karena dia berada disini. "Sudah tenanglah." Bisiknya pelan sambil mengelus rambutku.  Aku semakin menenggelamkan wajahku di dadanya dan membalas pelukannya. "GALIH, SAYA BILANG PERGI DARI SINI, ATAU KAMU MAU SAYA PUKUL LAGI." Ucap Adiemas masih dengan nada marah ke arah Galih yang kini sudah berdiri tegak. Akhirnya Galih memilih pergi. "Sudah Fanny, jangan menangis, Galih sudah pergi." Bisiknya lembut. Mendengar suaranya, aku malah semakin menangis keras dan mengetatkan pelukanku. "Huhh." Dia mengacak rambutnya frustasi. "Apa yang dia lakukan ke kamu?"Tanannya melepaskan pelukanku dan memegang kedua bahuku. Dengan mata yang masih sembab, aku menjawab. "Dia mau menciumku." Aku melihat otot rahangnya yang mengeras menahan marah. Pandangannya menatap tajam ke arahku. Aku yang dipandangi seperti itu, langsung menundukkan kepalaku. Tapi dia mencegahnya dengan mengangkat daguku. Tanpa aba-aba dia mencium kedua kelopak mataku secara bergantian, lalu bibirnya menyusuri pipiku seperti menghapus jejak-jejak air mataku. Sampai gerakannya terhenti saat bibirnya tepat di depan bibirku. Deru nafasnya mengenai wajahku. Harusnya aku menolak, tapi tubuhku tidak sejalan dengan pikiranku. Aku hanya berdiam diri, seolah menunggu apa yang akan dia lakukan kepadaku. Menyadari aku yang tak berontak, dia semakin berani mendekatkan wajahnya. Hingga aku merasakan benda kenyal yang menyentuh bibirku. Dia awalnya hanya menempelkannya, kemudian menyesap bibirku. Tanpa sadar aku membalas ciumanya. Rasanya seperti ada kupu-kupu yang terbang di atas perutku. Aku tidak tahu berapa lama kejadian ini berlangsung, yang jelas aku berharap waktu seolah berhenti bergerak. Sampai dia menghentikan ciumannya, memandangkanku sejenak, kemudian mencium keningku. Setelah itu dia menggandeng tanganku untuk keluar kelas tanpa mengucapkan kata apa-apa. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN