Aku berteriak ketika dahiku menyentuh dahi Adiemas, suara petir tadi telah mengangetkan kami, sehingga tanpa sengaja kami menoleh bebarengan dan jadilah dahi kami saling berbenturan.
****
"Hehe maaf Fann, kaget soalnya."
Dia tertawa dan memandang ke arahku, sambil mengusapkan tangan ke rambutnya.
"Sakit tahu, kalau aku tambah bodoh bagaimana, besok kan ulangan."
Menurut mitos jawa yang beredar jka kepala kita saling berbenturan makan harus dibenturkan satu kali lagi jika tidak dilakukan maka bisa membuat bodoh. Sebenarnya aku tidak percaya dengan hal-hal seperti itu, tapi ketika Pak Agus guru bahasa Jawa mengajari kami tentang Bab Pepeling, ternyata mitos Jawa itu ada benarnya, mengajarkan bagaimana bertingkah laku sopan dan berbudi baik.
"Masih aja percaya mitos," Adiemas kembali tertawa
"Adiemas." Rengekku padanya.
"Iya, iya, hahaha."
Adiemas memegang kepalaku, bersiap membenturkan dahinya ke dahiku.
"Tapi jangan keras keras ya."
Dia sepertinya tidak mendengarkan perkataanku, aku mengamati wajahnya, wajahnya putih bersih, aku pernah membayangkan jika Adiemas ikut audisi idol pasti bisa lolos. Rupanya tidak kalah dengan artis korea dan tidak kalah keren dengan bintang Hollywood, jika dibandingkan dia tidak kalah dengan Song Jong Ki dan Tom Cruise. Adiemas masih memandang ke arahku, kenapa dia tidak langsung mebenturkan dahiku. Jangan jangan dia mau menciumku.
"Nah sudah selesei."
Aku membuka mataku, ternyata dia hanya membenturkan dahinya, aku sudah berpikir macam-macam.
"Kenapa kamu menutup mata?"
Adiemas bertanya kepadaku
"Eh, itu anu, kalau dahi dibenturkan kan rasanya sakit ternyata tidak, hehe."
Aku malu sekali, apa yang sudah aku pikirkan, sekarang aku bahkan tidak berani melihat wajahnya.
"Bledarrrrr bledarrrrr"
Aku kaget, kali ini kaget bukan karena suara petir yang kembali menyambar melainkan tentang apa yang telah Adiemas lakukan sekarang, dia menciumku, aku tidak tahu apakah ini sebuah ciuman atau tidak, tapi bibirnya menempel di bibirku. Apa ini hanya mimpi atau imajinasi yang melintas dipikiranku, tapi tidak aku bisa merasakan kehangatan bibirnya mengalir di bibirku. Aku ingin menghentikannya tapi tubuhku tidak bergerak sesuai dengan isi pikiranku. Aku membuka mataku, kulihat Adiemas masih memejamkan matanya, dia masih belum sadar dengan apa yang dia lakukan sekarang.
"Fanny."
Ia menjauhkan wajahnya ke wajahku saat ia sadar dengan apa yang dia lakukan.
"Aku tidak bermaksud, aku kaget dengan suara petir dan tanpa aku sengaja"
Adiemas mencoba menjelaskannya padaku, ketika aku mendengarnya mengucapkan tanpa sengaja, ada rasa kekecewaan dari hatiku.
"Sudahlah," aku lalu membelakanginya.
"Kenapa suasananya jadi canggung begini," aku berkata dalam hati.
Drtttt drtttt drrrttttt
Mendengar handphonenya berdering, Adiemas langsung segera mengangkatnya. Kali ini ia tidak beranjak melainkan masih duduk di dekatku.
"Iya pak, saya akan segera kesana," jawabnya tegas.
Adiemas lalu menyimpan gawainya dan segera merapikan buku yang telah ia bawa.
"Maaf Fanny, aku harus segera pergi ada urusan mendadak."
Aku masih diam membeku, sebuah senyuman kupaksakan mengukir wajahku.
"Baiklah" Sahutku pelan,
Adiemas lalu pergi meninggalkanku yang masih dalam kebingungan. Setelah melakukan itu padakau, ia langsung pergi begitu saja, memang dia pikir aku apa bisa dipermainkan seenaknya. Sudahlah aku malas membahasnya, yang terpenting sekarang adalah ulangan matematika besok. Soal yang kufoto tadi sudah aku share di grup kelas, semoga saja bisa membantu kami. Tapi entah mengapa aku merasa ada yang janggal di dalam pikiranku, aku punya firasat buruk tentang ulangan besok.
****
Bel istirahat telah berdentang lima menit yang lalu, tapi tak satupun dari ruang kelas XII MIA 1 yang keluar kelas untuk beristirahat, kami masih berkutat dengan buku-buku yang ada di depan kami. Setelah jam istirahat ini adalah ulangan matematika, meski sudah aku bagikan soal yang aku foto kemarin entah mengapa kami tetap saj belajar, karena bisa saja soal yang telah dibuat Pak Adiemas bisa berubah, bisa saja dia seperti Pak Ranto yang seenaknya membuat soal ulangan di luar nalar kami.
"Fanny, aku gugup banget nih," keluh Ayu.
"Santai aja Ay, semangat aku yakin kita pasti bisa, hehehe," sahutku menenangkannya.
"Kemarin kan sudah aku share soalnya. " Jelasku kepadanya.
Kulihat raut wajahnya masih tetap tidak berubah, ada kecemasan yang terliat jelas di matanya, jujur saja tidak hanya dia yang cemas akupun begitu, dan seiisi ruang kelas ini penuh kecemasan yang mencekam.
"Keluarkan kertas dan simpan buku kalian, kita akan mulai ulangannya."
Suara Adiemas mengagetkan lamunanku ternyata sedari tadi ia sudah ada di depan. Ekspresinya datar tanpa senyuman menghiasi wajahnya, ternyata ia juga bisa serius, pikirku. Kuamati lekuk wajahnya satu persatu, matanya yang berwarna coklat tampak tajam, hidung mancung yang menambah ketampanannya, dan bibirnya yang penuh kehangatan. Kenapa ketika melihatnya aku jadi ingat kejadian kemarin, saat bibirnya tepat menyentuh bibirku dengan lembut. Aku tersipu sendiri, apa yang sudah kupikirkan, sadarlah Fanny.
"Fanny, wajahmu memerah, kamu sakit ya," tanya Lindha.
"Eh, tidak gerah nih kepanasan, maklum Acnya mati satu, hehe," aku berdalih
Aku sempat melihat Adiemas melihat ke arahku, apa dia mendengar pembicaraan kami. Tapi sepertinya tidak, kulihat ekspresinya biasa biasa saja, mungkin kejadian kemarin tidak berarti apa-apa baginya, terbesit rasa kecewa dalam benakku.
"Baik, ayo kita mulai, soal akan saya tulis di papan tulis, jumlah soalnya hanya 2 dan kalian punya waktu 15 menit untuk menyeleseikannya, yang saya cari disini bukan jawabannya tapi proses yang kalian kerjakan, jadi saya harap kalian bisa mengerjakannya dengan baik, mengerti?"
"Mengerti pak," jawab kami bersamaan.
Aku tidak salah dengar, jumlah soal ulangannya hanya dua, seingatku soal yang kufoto kemarin ada 5 soal, jangan-jangan, tebakanku benar soalnya telah diganti, padahal jelas-jelas terdapat tulisan soal ulangan XII MIA 1. Kulihat teman-temanku, wajah mereka berubah pucat pasi seperti kehabisan darah, keringat bercucuran dengan deras dan tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun. Bagaimana ini, apa aku bisa mengerjakannya.
Adiemas mulai menuliskan soal di papan tulis, di kelas ini hanya terdengar suara gesekan spidol yang beradu dengan papan tulis, semua terfokus pada soal yang ditulis disana. Aku terus meyakinkan pada diriku sendiri bahwa aku bisa mengerjakannya.
"Baik, sekarang kalian boleh mengerjakannya, waktu dimulai dari sekarang," suara Adiemas menyadarkanku.
Oh astaga soal itu? Dua buah soal singkat tapi butuh waktu lama untuk menyeleseikannya, soal itu bukan soal yang aku share di grup Line melainkan soal yang tempo hari Adiemas ajarkan kepadaku, oh astaga bodohnya aku, kenapa aku tidak mempelajari soal yang Adiemas saja malah mempelajari soal yang aku foto, dan bagaimana dengan nasib teman-teman mereka sudah terlanjur mempercayai soal tersebut.
Ahhhhhhh masa bodoh dengan semua itu, sekarang yang kubutuhkan adalah fokus dan konsentrasi. Pertama aku harus menulis soal tersebut dan yang dibutuhkan adalah ketenangan, aku harus mencobanya. Perlahan-lahn kuingat cara Adiemas yang telah diajarkan kepadaku. Satu soal telah selesei, tinggal soal nomor dua, dan akhirnya hampir setengah jalan, tapi aku belum juga menyeleseikannya.
"Waktu tinggal 5 menit", suara Adiemas mengagetkan kami.
Rasa panik mulai mengerjapku, apa yang harus aku lakukan, ini tinggal sedikit lagi tapi aku merasa buntu sudah ada jalan keluar untuk soal ini. Ya Tuhan, tiba-tiba kata-kata Adiemas terngiang-ngiang di kepalaku.
"Kamu harus terus yakin kalau nantinya jawaban yang akan kamu cari akan ketemu, pasti nanti kamu bisa menemukan jawabannya."
"Harus yakin," kata-kata itu berulang kali kurapalkan dalam hatiku, tangan dan otakku mulai bekerja menemukan jawabannya, akhirnya setelah bersusah payah soal ini bisa kuseleseikan.
"Waktu habis, silahkan dikumpulkan."
Mendengar hal itu, kami lalu kalang kabut mengumpulkan ulangan kami, ada yang panik karena soal belum selesei, ada pula raut muka harap-harap cemas dengan jawaban yang sudah dikerjakan, sementara aku sudah pasrah dengan jawabanku, yang penting aku ikut ulangan, daripada ulangan minggu kemarin boro-boro dapat nilai, nilaiku saja kosong.
"Baiklah sekarang langsung kita cocokkan, ketua kelas tolong dibagi."
"Jawaban soal nomor satu 150 derajat, sementara soal nomor dua adalah 90 derajat." Jelas dia singkat.
"Lhah pak, caranya bagaimana?" Sahut ketua kelas protes.
"Saya kira kalian orang yang cerdas, kalau jawannya tidak sesuai dengan jawaban tadi pasti salah, dan kalau tidak sesuai kasih nilai 25."
Apa itu, bahkan gaya penilaiannya sama dengan Pak Ranto, nggak murid nggak guru sama aja.
"Sekarang, ulangan itu kalian kembalikan ke pemiliknya, bapak kasih waktu 10 menit dan pahami apa yang salah". Jelas Adiemas
"Ini Fanny, ulanganmu".
Bamban menyerahkan ulanganku, kulihat perlahan ternyata hasilnya adalah 75, itu berarti ada satu soal yang salah, dan yang salah adalah nomor 1, padahal aku yakin sekali kalau soal nomor 1 kujawab benar bahkan awalnya yang kuanggap salah adalah soal nomor 2, apa yang salah.
"Baiklah anak-anak, sekarang bapak akan tulis penyeleseiannya, dan perhatikan penjelasan bapak, kalau misalnya cara kalian sama dengan yan apa bapak tulis meskipun jawaban salah kalian bisa memberi nilai 40 baik itu salah hitung maupun salah tulis"
Kuamati jawaban kertas ulanganku, astaga aku salah tulis harusnya jawabannya benar 180◦ tapi yang kutulis malah 160◦, jadilah aku dapat poin 40, berarti kalau ditotal nilaiku 90, aku bersorak dalam hati karena ini adalah nilai 90 pertama yang kuraih di kelas 12 ini, kalau nggak ada orang di ruang kelas ini mungkin aku sudah sjud syukur sebagai selebrasi nilai ulangan.
"Fanny, kenapa kau senyam-senyum sendiri, kesambet penunggu pohon kelengkeng depan sekolah ya?" Tanya Ayu curiga.
"Hahahaha, kamu itu ada-ada Ayu, ini lihat aku dapat nilai 90, senangnya dalam hati dapat nilai 90,yattttaaaaaaaaa," tanpa kusadari aku berteriak kelas.
"Ekhemmm, Fannya, tolong bisa diam di pelajaran saya." Suara Adiemas menginstrupsiku.
"Maaf pak," Balasku.
Kuberanikan menatap Adiemas saat membalas perkataannya, ya Tuhan Adiemas tersenyum, senyum yang indah, aku harap senyuman itu hanya ditunjukkan kepadaku. Fanny apa yang kamu pikirkan, ingat dulu dia pergi meninggalkanmu sendirian. Lupakan Adiemas atau kamu akan merasakan rasa sakit lagi.
****