Trouble

1469 Kata
Masalah bukan untuk dihindari Melainkan untuk dihadapi -Adiemas- **** "Astaga, Pak satpam sudah ada disana, Dewan Keamanan Siswa sudah berjejer, dan barisan murid itu, aku sudah terlambat." Pekikku kaget saat menginjakkan kaki di depan gerbang sekolah ini. Hari ini aku terlambat, gara-gara kemarin begadang semalaman mengerjakan laporan biologi. Laporan berpuluhpuluh lembar yang harus dikerjakan dengan tulisan tangan. Ingin sekali aku protes kepada Guru Biologi agar menggunakan Microsoft Word saja, tapi tampaknya hal itu sangat mustahil untuk dilakukan. Pak Budi, pasti berdalih generasi Milenial harus menjadi generasi yang tidak manja. Korelasinya apa coba? Dan kalian tahu apalagi drama pagi ini. Ban sepedaku ternyata bocor, terpaksa minta diantar ibuku, yang dandannya lamanya minta ampun. Aku masih berdiam di tempat untuk mengecek kelengkapan seragamku. Seragam batik tidak salah, sepatu kaos kaki benar, ikat pinggang, astaga ikat pinggang, aku lupa tidak memakainya hari ini, nggak papa lagian baju batiknya di keluarkan jadi nggak kelihatan. Sekarang apa yang harus aku lakukan. Aku teringat bahwa jam ke nol hanya untuk siswa kelas dua belas dan sebelas, sementara untuk kelas sepuluh jam segini belum terlambat karena mereka masuknya jam 7. Aku punya ide, pakai kacamata minusku sekarang dan ganti model poni, mereka pasti tidak akan mengenaliku, mereka pasti menganggapku masih kelas 10. Akhirnya dengan pedenya aku melewati gerbang, yupp Pak Parmin tidak memanggilku itu artinya dia tidak mengenaliku, sekarang tinggal bersalaman dengan guru DKS. Pak Hadi lolos, Pak Agus lolos. Yee tidak dihukum, aku berhasil. Loh ini tangan siapa, kayaknya tadi gurunya cuma ada dua, kenapa tanganku nggak dilepas lepas. "Kelas dua belas, masuknya jam 06.15, sekarang sudah jam 06.30, itu artinya Fanny kamu terlambat." "Pak saya masih kelas 10," belaku dan saat aku menengadahkan kepalaku ternyata dia Adiemas. "Oh masih kelas 10?" tanya dia sambil mencopot kacamataku, lalu mengubah poniku ke posisi semula. "Iya pak, kelas 10, dua tahun yang lalu maksudnya," belaku. "Fanny Fanny, loh kok ada disini, lagi lagi kamu terlambat, sekarang berbaris," perintah Pak Hadi yang kini mengenaliku. "Pak Hadi, Fanny juga tidak memakai ikat pinggang," ucap Adiemas. "Berarti hukuman kamu saya tambah," sahut Pak Hadi. Gara-gara penyamaranku jadi sia-sia. kenapa juga dia ada disini, pakai ikut-ikutan Dewan Ketertiban Siswa segala, dan lagi dari mana di tahu aku tidak pakai ikat pinggang. Jadilah sekarang aku dihukum membersihkan sampah-sampah yang berserakan di lingkungan sekolah, dan kali ini aku tidak bisa kabur karena Adiemas yang terus mengawasiku. Dia cerewet banget, suruh ini itu, sampah yang di sana belum diambil, Fanny yang disini ketinggalan, disana disini masih ada sampahnya, astaga banyak banget perintahnya. Nggak tau apa pegal, jongkok terus dari tadi. "Fanny, ini belum diambil," perintahnya. "Iya." Tanpa menengoknya kugerakkan tanganku ke belakang untuk mengambil sampah itu, tapi sepertinya bukan sampah yang kupegang. "Yang diambil sampahnya Fan, bukan tanganku," ucapnya sambil tartawa. "Haahh," apa yang dia katakan, aku lalu melihat ke belakang. Lagi, aku memegang tangan Adiemas lagi. Pipiku kembali berwarna semerah tomat. Aku sangat malu sekali, tapi entah kenapa aku merasakan jantungku berdetak kencang. ***** "Kenapa Fann?" Tanya Galih, saat kami berada di ruangan OSIS (Organisasi Intra Siswa Sekolah) "Kesal aku, tadi aku terlambat lagi, hadehh." "Lha kamu aku tawarin berangkat bareng ke sekolah nggak mau," sahutnya. Bukannya nggak mau, tapi pacar posesifmu itu sangat menakutkan sekali.””batinku dalam hati. "Nggak ah terima kasih, oh ya ketos, ini proposal Dies Natalis sudah selesei." "Oke, aku lihat dulu." Galih, seorang Ketua OSIS sekaligus sahabatku, kami berteman sejak kami kelas sepuluh. Cowok terpopuler di sekolah ini, apa lagi dia termasuk dari keluarga berada, ayahnya adalah anggota deawan di kota ini. Sementara ibunya adalah seorang kepala sekolah di sekolah swasta di kota lain. Jujur saja aku sangat kagum dengannya, meskipun dia dari dri keluarga berada, dia tidak sombong malah sangat ramah kepada siapapun, kuakui dia adalah seorang ketua OSIS yang bertanggung jawab dan ulet. Andai aku bisa bisa mengutarakan perasaanku kepadanya, tapi kupikir sampai saat ini ia hanya mengganggapku sebagai sahabatnya saja tak lebih, apa lagi dia juga sudah mempunyai pacar, yang tak lain dan tak bukan adalah rivalku, Berlin bendahara OSIS di sekolahku. "Bagus Fan, tinggal kita serahkan ke kepala sekolah, ayo," ucapnya. "Bukk," seseorang tiba-tiba menabrak kami. "Maaf pak Adiemas," ucap Galih. "Galih ngapain minta maaf dia yang salah, Adiemas ngapain sih kamu pakai nabrak segala!" ucapku marah, lagi lagi Adiemas. "Fanny, kamu nggak boleh bicara seperti, biar bagaimanapun Pak Adiemas itu guru kita," sahut Galih. "Nggak papa Galih, saya yang salah, oh ya Fanny sekarang kan jam saya , kenapa tidak ada di kelas?" tanya Adiemas "Pak Adiemasss, saya sudah izin tadi sama ketua kelas", ucapku "Lhoh tidak bisa begitu, Pak Ranto sudah berpesan kepada saya, kalau kamu tidak boleh keluar saat pelajaran matematika." "Sudah, Fan, aku saja yang kasih proposal ini kepada Kepala Sekolah kamu balik aja ke kelas, mari Pak," ucap Galih. "Tunggu Galih aku ikut sama kamu, kan yang tahu detailnya aku, nanti biar kamu nggak kagok ditanya Pak Kepala Sekolah, saya izin bentar ya Pak Adiemas, permisi?" Sahutku lalu mengandeng tangan Galih dan meninggalkan Adiemas sendirian. ***** "Fanny, emang nggak papa kamu seperti itu sama Pak Adiemas?" tanya Galih usai kami kelur dari ruang kepala sekolah "Nggak papalah, aku kesal banget sama dia, udah tadi aku terlambat dihukum sama dia, terus kamu tahu nggak, tadi waktu di kantin dia tumpahin minuman ke bajuku, nggak cuma itu masa mangkok baksoku dia kasih kecap satu botol?" "Hahh, kok bisa?" tanya dia heran. "Ya itu dia, gara-gara fansnya Adiemas kesana kemari nggak jelas, kebetulan Adiemas sedang berdiri di dekatku, jadilah nampannya jatuh dan kena aku," jawabku. "Kamu dekat ya dengan Pak Adiemas, dari tadi aku perhatikan kamu paggil dia dengan sebutan Adiemas tanpa Pak?" tanyanya lagi dengan suara palan. "Oh, tidak, dia itu tetanggaku nggak biasa aja panggil dia Pak di sekolah, lagian kita berteman sejak kecil, dan baru ketemu lagi pas dia ngajar kita, soalnya dia dulu sekolahnya di Bandung, hehehe." Tukasku. "Fanny, ngomong ngomong aku perhatikan, semenjak Pak Adiemas ada disini kamu agak beda ya," Galih kini menunduk dan tak melihat kearahku. “Memang ada yang berbeda dari diriku, perasaannya saja mungkin.” Tanyaku dalam hati. Padahal ada sebuah nama yang mencoba masuk, tapi aku segera menepisnya. ***** Sebenarnya yang dimaksud Galih tadi beda apanya ya, belum sempat aku bertanya dia pergi begitu saja. Aku saat ini sedang berada di dalam kelas, dengan posisi tangan menyangga daguku. Tanpa kusadari guru di depanku terlihat marah dengan sikapku yang acuh terhadap pelajaran. "Fanny, kamu mendengarkan penjelasan saya tidak?" tanya Bu Tatik guru mata pelajaran sejarah "Eh iya bu,"sahutku Kapan kesialanku berakhir, sekarang aku malah dihukum Bu Tatik karena tidak memperhatikan pelajarannya. ***** Adiemas, berhenti ganggu aku, kan tadi aku sudah bilang aku sudah izin sama ketua kelas," ucapku saat bertemu dengannya di koridor sekolah, usai kembali dari ruang kepala sekolah, ternyata jam pelajaran matematika sudah habis, dan sebuah kebetulan aku bertemu Adiemas disini. "Siapa yang ganggu, Pak Ranto itu sudah berpesan kepadaku kalau kamu nggak boleh izin keluar saat pelajaran matematika dengan alasan apapun," jelasnya. "Apa hubungannya sama Pak Ranto, beliau juga sudah nggak ngajar disini, lagian kamu juga nggak begitu kenal dengan dia," sahutku tak mau kalah. "Siapa yang nggak kenal, dia itu dulu dosen aku, ya walau nggak sering ketemu, tapi setelah tahu aku akn mengajar disini, kami banyak berbagi pengalaman." "Hahhh, tunggu, berarti. .. .." ucapku tak percaya. "Ya kau benar, dia banyak cerita tentangmu kepadaku, karena kamu adalah murid yang paling sering membolos di mata pelajarannya," "Kamu nggak cerita, pesanku Line yang itu kan?" tanyaku penasaran "Oh yang itu, pas kamu kirim pesan line itu, aku sedang ada di rumah Pak Ranto, jadi dia pasti tahu, hahaha." "Adiemas, kenapa nggak bilang? Aku malu tahu, sudah ah aku mau balik ke kelas, go away from me,"teriakku lalu pergi meninggalkannya. Adiemas dan pak ranto sama saja, sama sama ngeselin, yang satu ngajarnya nggak jelas, yang satu buntutin kesana kemari, pantas saja ternyata Pak Ranto adalah dosennya Adiemas. "Fan, Fanny," panggil Adiemas Aku tidak menggubrisnya, yang bisa aku pikirkan sekarang adalah aku harus menjauh sejauh mungkin dari Adiemas. ***** "Fanny, masih kurang hukumannya atau mau saya tambah lagi, cepat tulis di papan tulis", pinta Bu Tatik membunyarkan lamunanku "Iya bu, ini sudah selesei, tokoh tokoh pahlawan revolusi dan pelaku G30SPKI." ***** "Fanny, masih sebal aja dari tadi?" tanya Lindha. "Tau ah, hari ini aku sial banget, huuhhh." "Sudah, ayo kerjakan tugas dari Guru kimia, dia kan kasih tugas kelompok buat kita, karena hari ini nggak bisa ngajar karena ada seminar di luar kota," sahut Ayu "Yupp, dan akhirnya jam terakhir yang tenang, tidak ada pelajaran, hehe." sahut Rahman. "Halo mas, masih ada dua jam pelajaran PKN lagi, baru deh kita pulang", tukas Lyco "Ya deh, bagianku sudah selesei, aku izin pergi dulu ya?" ucapku "Mau kemana Fanny?" tanya Ayu saat melihatku berdiri. "Mau ke ruang OSIS, bentar ya!!!" Aku berlalu pergi meninggalkan kelas karena orang yang harus segera aku temui.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN