TJPP 26

1054 Kata
Tiba-tiba seseorang menjambak rambut Rosemary. Memaksa agar dirinya berdiri. Mata mereka bertatapan dan dia melihat Leia berusaha untuk membantu. Namun, yang didapatkan adalah dorongan kuat. - - - - - - - - - - - - - - - "HENTIKAN!" Rosemary membentak para gadis yang mengitarinya dan juga Leia. Mereka sebenarnya hanya melakukan ultimatum yang diujarkan oleh Orias. Menindasnya. Hanya dia. Namun kenapa pelayannya juga harus ikut terluka? Dia tidak mau melibatkan pelayannya lebih dari ini. Segera dia menggenggam pergelangan tangan yang sedang memegang rambut panjangnya. Rambut ini sudah ditata oleh Leia. Sangat lama hanya demi menunjukkan kecantikannya pada dunia. Tidak seharusnya orang-orang ini malah merusaknya. Dia tidak terima. Ini adalah hasil kerja keras pelayan pribadinya. Orang yang paling memercayai dan mendukung penuh apa saja yang dia lakukan. Tidak mau berlama-lama, Rosemary menatap tajam pada gadis elf itu. Hanya perlu hitungan detik untuk mengubah posisinya. Kali ini dia yang menahan tangan gadis itu ke belakang punggung. Menaikkan sedikit sampai lawannya berteriak kesakitan. Setelah itu, dia pun mendorong dengan kuat sampai jatuh tersungkur. Sama seperti yang dilakukan mereka pada Leia. "Apa ada lagi yang mau macam-macam denganku dan Leia? Jika ada, siapkan mentalmu," ucap Rosemary. Untung saja dulu di sekolah dia sempat belajar bela diri, meski tidak lama sampai menjadi master. Para gadis itu lebih banyak muncul. Kecuali orang yang menggunakan baju latihan. Sejujurnya Rosemary hanya menggertak saja. Dia tidak benar-benar ingin melawan. Terlebih di saat-saat seperti ini. Semua yang dilakukan olehnya saat ini adalah teknik dasar. Dia tidak benar-benar bisa bertarung. Jadi dia harus bagaimana untuk menghindari pertempuran? Terutama dengan Enora. Gadis itu sangat mengenal baik Alvaerelle. Dia seharusnya tidak melakukan hal yang lebih buruk dari itu. Alvaerelle tidak bisa menggunakan bela diri. Tidak bisa memanah. Benar-benar gadis baik pada umumnya dan selalu menurut. Jadi dia agak khawatir ketika Enora berjalan ke arahnya. Dalam sekejap, gadis dari keluarga Zinsastra itu pun menampar Rosemary. "Apa keluargaku selalu mengajarkan tata krama seperti ini? Mereka hanya menjalankan apa saja yang sudah ditugaskan!" jelas Enora sambil menyimpangkan tangan di depan d**a.  Rosemary bukannya merasa sakit, dia justru tertawa. Sebenarnya, itu cara dirinya menyindir Enora. "Apakah kalian mengajarkannya padaku? Tentu saja! Setiap hari tanpa tamparan atau pukulan. Sangat sakit, itu yang kalian ajarkan padaku! Menganggap dririku sebagai hewan peliharaan!" "Lihatlah, kamu malah mempermalukan dirimu sendiri," balas Enora dengan senyum miring. "Kamu memang pantas menjadi hewan peliharaan ketimbang adikku." Rosemary tahu, Enora tidak pernah menganggap Alvaerelle sebagai adiknya. Jika pun iya, perlakuan gadis ini benar-benar buruk. Bahkan tidak dapat dihitung berapa banyak kesalahan yang sudah dibuatnya dengan melibatkan Alvaerelle. Menerima permintaan maaf itu tulis meskipun hanya sekecil itu. Sayangnya dia merasa yakin kalau Enora bahkan tidak akan pernah meminta maaf kepadanya atau Leia sekali pun. Gadis itu lebih suka memburu sendiri. Rosemary jadi bertanya-tanya tentang apa yang akan terjadi ke depannya. "Kapan memangnya kamu melihatku sebagai keluarga aslimu? Aku bahkan tidak dapat mengingat sama sekali," teriak Rosemary kencang. Gadis itu pun segera mendekatkan tangannya pada leher Rosemary. Sebelum sampai, Pangeran Orias menghentikan kejadian itu. Tangan Enora digenggam kuat dan matanya memandang ke satu-satunya gadis yang ada di hadapannya. Alvaerelle. Dia yakin kalau Enora pasti mengira kalau dirinya memiliki dukungan yang sangat besar dari Pangeran Orias. Namun itu sebenarnya salah besar. Dia tidak memiliki apa pun. Enora mengepalkan tangannya dan tengah mencoba lepas dari pegangan Pangeran Orias. Gadis itu gusar. Ketakutan. Rosemary tahu betul, saat ini Enora tengah melawan rasa takut akan perbuatannya yang lalu. Ini pasti ada hubungannya dengan Soliana, tunangan Orias sebelumnya. Tatapannya yang tajam pun mengarah pada Rosemary. "Enora Zinsastra, hal apa yang membuatmu harus menampar saudaramu sekaligus tunanganku?" ucap Orias yang lalu melepaskan pegangannya pada Enora. "Kami hanya melakukan apa yang telah Pangeran Orias katakan. Menindas Alvaerelle. Ultimatum yang Anda ucapkan tidak pandang bulu. Bukanlah itu yang Anda perintahkan?" balas Enora sambil memijat pelan pergelangan tangannya. "Ya, kalian memang disuruh oleh Orias untuk menindasku. Bukan Leia! Bukankah wajar bagiku marah karena kalian semua melakukan kepada orang yang salah??" bela Rosemary yang lalu melirik ke adah Orias. Dia harap laki-laki itu setuju dengan apa yang dikatakannya. "Kalian tidak perlu membuat Leia sampai terluka parah. Cukup membuatnya tidak bisa membantu Alvaerelle!" balas Orias tidak sepenuhnya membantu. Dia memang tidak seharusnya datang ke sini, apalagi membicarakan hubungan mereka baik-baik. "Yang Mulia Pangeran, kami sama sekali tidak bermaksud begitu. Pelayan Nona Alvaerelle lebih lemah dari yang kami duga. Ini seharusnya bukan kesalahan kami," bela para gadis lainnya. Mereka hanya berkilah. Sejujurnya mereka senang membuat Leia terluka. Rosemary menarik napasnya. Dia sudah bertekad. Dia tidak berhenti sampai di sini. "Leia adalah pelayan terkuat yang pernah ada. Dia bukan sembarang pelayan. Bahkan seorang pelayan kadang lebih paham yang benar dan salah ketika tuannya kebingungan. Itu adalah bukti kuatnya Leia." Orias tiba-tiba melihat pada Rosemary. Matanya menyipit, agak heran dengan apa yang didengarnya. Namun sejujurnya itu adalah alasan yang benar. Bahkan Rosemary bisa melihat beberapa gadis di sekitar menunduk. Pasti banyak yang bernasib sama seperti Leia. Kebebasannya tertahan hanya karena adat dan gelar. Menyedihkan sekali. Tidak dapatkah mereka merdeka? "Pangeran Orias, lihatlah gadis yang banyak bicara itu! Dia hanyalah seorang b***k dulunya. Dia tidak pantas sama sekali bersanding dengan Yang Mulia Pangeran!" bentak gadis lain sambil menunjuk ke arah Rosemary. "Apa masalahnya jika aku seorang b***k di masa lalu? Walau begitu, aku tetap mampu berdiri di hadapan kalian. Bahkan aku siap untuk melawan satu per satu gadis di tempat ini," lanjut Rosemary tidak peduli lagi dengan apa yang dikatakannya. Orias lalu tertawa terbahak-bahak. "Aku meragukan itu. Tapi, ucapanmu boleh dicoba. Bagaimana jika minggu depan, kalian para gadis pergi berburu kelinci ekor merah." "Apa?! Yang Mulia Pangeran, buruan itu sangat jarang ditemui. Dan lagi, untuk apa kami ikut dalam pemburuan?" tanya Enora geram. "Tentu saja untuk membuktikan siapa yang benar di antara kalian. Siapa pun yang menangkapnya, aku akan memberikan hadiah yang sangat spesial termasuk memberikan kewenangan untuk menindas orang yang menghalangi kalian," ucap Orias seraya menyeringai. Semua gadis terperangah. Mereka mengangguk setuju dengan usul Pangeran Orias. Tidak dengan Rosemary. Dia bahkan tidak tahu caranya memanah atau melakukan acara berburu. Dia takut justru tembakannya tidak akan seakurat milik Alvaerelle. "Pangeran Orias, aku lebih baik beradu fisik ketimbang berburu," balas Rosemary. Orias kembali menyeringai, laki-laki itu pun mendekatkan wajahnya pada sang gadis dan mulai berbisik, "Baik fisik atau berburu. Aku yakin kamu tidak akan mampu melakukannya, Alvaerelle. Bersiaplah untuk hukuman yang lebih parah dari ini."    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN