Tuduhan Melanie

1093 Kata
Harra mengikuti pegawai yang menunjukkan kamar yang diperuntukkan untuknya. Kamar yang berada di lantai dua ini, tiga sisi dindingnya berupa jendela kaca yang menyingkap keindahan senja di atas langit yang menaungi danau di dekat bangunan megah ini. “Wow ...! ini seperti berada di alam lain yang indah. Nggak nyangka di pinggir kota New March bisa dapat view se-wow ini,” ucap Harra pelan. Matanya tak henti-henti memandangi keadaan di luar kamar itu. Gadis itu berpindah dari sisi dinding satu ke sisi dinding yang lain. Setelah puas menikmati suasana senja itu, gadis itu membersihkan diri dan mengganti bajunya dengan baju santai yang ia bawa. “Hemm ... baju-baju mewah yang tadi pagi itu ternyata disimpan di sini, maksa banget sih,” ucap Harra lelah ketika membuka lemari dengan ukuran besar yang hendak digunakan untuk menyimpan barang yang dibawanya yang hanya sedikit itu. Gadis itu membuka pintu lemari lain dan meletakkan tas belanjanya di rak paling bawah. Kemudian, ia bergegas membuka pintu pada salah satu sisi dinding dan duduk di balkon dengan pemandangan yang luar biasa itu. “Bagaimana harus menyingkap kejahatan korporasi hitam itu?” renungnya dalam hati. Gadis itu duduk sambil memeluk kedua lututnya, matanya menatap garis cakrawala yang berkilau keemasan di atas danau di bawah sana. “Pantas saja, mafia itu mempersilahkan kami sebagai tim penyidik untuk langsung mengobrak-abrik perusahaan besar itu. Seperti yang diungkapkan anggota tim tadi, hari pertama penyelidikan ini tak menghasilkan apapun. Data-data yang dibuka tadi seolah baik-baik saja. Seolah data-data itu sengaja disiapkan oleh korporasi hitam itu agar tak ditemukan satu kesalahan pun,” lanjut Harra mencoba menyusun apa yang terjadi sehari ini. Harra menyandarkan punggung dan meluruskan kaki untuk meredakan otot-otot kaki yang kaku. “Dari mana harus memulai mengendus kegiatan bawah tanah mereka?” tanya gadis itu dalam hati. “Apa dengan berada di sini adalah langkah awal yang tepat? Mungkin perusahaan itu memang digunakan untuk melakukan transaksi-transaksi normal dan kegiatan gelap berada di tempat lain, mungkinkah seperti itu? Kalau benar, di mana kira-kira tempat itu?” lanjut Harra dalam hati, matanya sedikit memicing. Berikutnya Harra mendengar suara pintu dibuka dan langkah tergesa memasuki kamar yang diperuntukkan untuknya. “Harra! Keluar!” Suara seorang wanita menyusul suara-suara itu. Harra meluruskan punggung dan melongokkan kepala melalui jendela kaca. “Siapa gadis itu?” ucap Harra lirih, kemudian beranjak dan masuk ke kamar itu. “Kamu tahu namaku?” ucap Harra lugu. Gadis yang baru masuk tanpa permisi itu tersenyum sinis. “Siapa di kota ini yang tak tahu nama gadis yang tergabung dalam tim penyidik korporasi hitam, siapa yang nggak tahu gadis yang layak dinobatkan sebagai gadis bencana abad ini, Harra ‘kan namamu?” jelas gadis yang baru masuk itu dengan dagu yang mendongak congkak. “Trus?” ujar Harra dengan ekspresi wajah tak mengerti. “Te-rus? Woh! Gimana pertanyaan seperti itu muncul?” sahut gadis bertubuh ramping itu dengan ekspresi tak percaya. Harra menatap gadis yang seolah muncul dari middle of nowhere itu dengan bingung. Lawan bicaranya itu mendesah kesal menatap Harra yang masih bingung. “Kamu bukan seseorang yang berhak berada di kamar terbaik di bangunan ini, harusnya itu menjadi pertanyaan yang digodok di otakmu, bukannya kata ‘terus’,” lanjut gadis ramping itu dengan nada tinggi. Harra mendengkus kesal. “Situasi ini terjadi karena syarat tambahan yang diajukan mendadak, kalau tak dipenuhi, penyidikan kami berhenti, jadi sebaiknya siapapun Kamu, harusnya mengkonfirmasi ini pada pemilik rumah,” balas Harra dengan santai. Lawan bicaranya itu sejenak ternganga, apalagi melihat gadis yang sedang jadi buah bibir kota ini menanggapi dengan santai. Gadis bertubuh ramping itu berjalan mendekat beberapa langkah ke arah Harra. “Aku melanie, dan aku salah satu orang dari klan ini yang menolak keberadaan orang yang membahayakan sepertimu berada di sini, kurasa apa yang Kau katakan itu hanya alasan untuk menutupi keinginanmu,” tuduh Melanie seraya menatap dengan sinis. Harra kembali menatap dengan ekspresi tak mengerti. “Ayolah! Jangan munafik! Gadis mana yang tak tertarik dengan pemilik rumah ini? Kemunculannya di beberapa media nasional, majalah ekonomi dan surat kabar telah membuat para wanita dan sosialita ingin memilikinya. Oke! Ya ... walaupun tak kupungkiri label sebagai mafia pemilik korporasi hitam melekat pada laki-laki tampan itu, tapi semua itu justru menambah alasan bagi para wanita untuk menjadikan Assad sebagai miliknya. Termasuk Kamu ‘kan?” Melanie terus melancarkan tuduhan. Harra membelalakkan mata. “Aku?” seru Harra sambil menunjuk d**a. Melanie tersenyum sinis. Kemudian terkekeh pendek. “Kita sama-sama wanita, ayolah! Kita harus saling jujur. Aku bukan jenis yang suka bermanis-manis kata, aku akan terang-terangan mengatakan maksudku. Aku salah satu yang berusaha memiliki Assad, jadi kuperingatkan, gadis seperti Kamu hendaknya menyingkir sebelum aku bertindak lebih jauh!” ancam Melanie tegas. Harra mengernyitkan kening. Harra menyelipkan helai rambut yang jatuh di pipinya, wajahnya coba menelisik raut muka lawan bicaranya. “Apa yang membuatmu menuduhku seperti itu?” tanya Harra sambil sedikit menggerakkan kepala, mencoba menyelidik dalam manik coklat tua gadis yang mengaku bernama Melanie ini. Melanie mendesah lelah, tangannya meraih handphone dalam tas mahal yang diselempangkan di bahu kirinya. “Lihat! Selain ini, pasti ada cara-cara kotor yang Kau lakukan untuk menarik perhatian Assad!” tuduh Melanie sambil menampilkan sebuah foto. Harra memajukan kepala agar foto dalam layar handphone itu terlihat lebih jelas. Foto seorang laki-laki yang terlihat sedang memeluk seorang gadis itu membuat mata gadis itu membelalak. Kepala gadis dalam foto itu terlihat rebah di d**a laki-laki itu dan laki-laki itu memeluk gadis itu dengan erat. “Dari mana foto ini didapat?” seru Harra yang mengenali foto itu sebagai foto dirinya dan Assad ketika penembakan di depan restoran di salah satu jalan di kota New March ini. “Tak perlu mengalihkan masalah dan tak perlu menanyakan sumber foto ini, ini rahasia,” kilah Melanie dengan sinis. “Apa gadis ini ada di belakang serangan di depan restoran itu? Tapi motifnya apa? Cemburu? Oh, kemarin ‘kan aku baru bertemu Assad, lagian pertemuan di depan restoran itu ‘kan bukan direncanakan,” batin Harra curiga. Melanie selangkah mendekat hingga kedua gadis itu hanya berjarak dua langkah. “Lihat! Jika bisa sampai seperti ini, aku yakin, yang tak tertangkap kamera lebih dari ini, akui sajalah!” desak Melanie geram. “Oh ..., hai ... Melanie, itu bukan seperti kelihatannya, itu juga bukan perayaan romantisme. Apa yang memberikan foto ini padamu, nggak bilang kalau itu foto dari penembakan yang ....” Penjelasan Harra terputus, lawan bicaranya itu mencengkeram dan menarik bajunya. “Apapun itu, cepat pergi dari sini!” ancam Melanie dengan penuh penekanan. “Melanie! Lepaskan Harra!” Suara Assad menggelegar di ambang pintu kamar itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN