Lolos Dari Sniper

1042 Kata
Satu tembakan kembali terdengar, tembakan itu mengenai bagian samping mobil yang digunakan untuk sembunyi. Harra berjongkok di samping Assad sambil mencoba mengira-ira posisi sniper itu. "Assad, kita harus menyeberang jalan ini. Sniper itu sepertinya berada di atas bangunan yang lurus diagonal dengan mobil ini. Gedung di depan itu akan melindungi kita," ujar Harra pelan. Gadis itu mencoba mengintip kondisi di seberang jalan. "Agh!" Harra berteriak. Rupanya gerakannya terdeteksi oleh penembak jarak jauh itu. Satu tembakan mengenai bagian atas mobil itu, tepat di atas kepala Harra. "Ah...!" keluh Harra kesal. Penembak itu sepertinya berusaha mengunci gerakan calon korban. Gadis itu duduk di lantai sambil bersandar pintu mobil. Tangan lembutnya menyelipkan anak rambut yang keluar dari track-nya sedangkan mulutnya meniupkan napas kelegaan. Assad memperhatikan setiap detail gerakan gadis itu, mulutnya sedikit ternganga. "Wah! Dalam keadaan seperti ini saja kecantikannya tetap memancar," seru Assad dalam hati. "Assad!" teriak Harra ketika menoleh ke samping dan mendapati laki-laki yang duduk berjongkok itu sedang mengamatinya. "Eh y-ya, ya?" jawab Assad tergeragap. "Apa yang ada dalam pikiranmu?" seru Harra heran. "Em... Em siapa yang ingin membunuhmu?" kilah Assad untuk menutup rasa malu. Harra mengedikkan bahu. "Aku akan segera menyeberang, oke? Kamu harus menyusul," seru Harra sambil bersiap-siap. Sejenak Assad terdiam. Namun, sejurus kemudian tak urung laki-laki itu menganggukkan kepala. Harra kembali menyembulkan kepala dengan cepat. "Hitungan ketiga ya," ucap Harra tanpa ragu. Assad mengangguk dan membiarkan gadis itu seolah memimpin satu operasi penyelamatan. "Tiga!" teriak Harra dan langsung bergegas lari menyeberang jalan. Seketika itu juga suara desing peluru berhamburan. "Hah! Gadis gila!" teriak Assad terkejut, "sejak kapan hitungan dimulai dan diakhiri di angka tiga?" "Tunggu apa kubiarkan saja ia tertembak? Dengan begitu saksi penembakan di pinggir Arkton itu lenyap," pikir Assad dalam hati sambil mengintip melalui kaca mobil. Gadis itu terlihat sedang berusaha berlari menghindari tembakan. "Agh!" teriak Assad sambil beranjak dan berlari, sisi hatinya yang lain mengalahkan pikiran yang sebelumnya mencuat. Sinar merah itu terlihat berada di bahu Harra ketika Assad berada beberapa langkah di belakang gadis itu. Jarak itu tak memberikan kesempatan Assad untuk bisa mendorong atau menarik gadis itu dari jangkauan penembak. Tanpa pikir panjang, Laki-laki itu melompat dan menubruk Harra hingga keduanya roboh ke tanah beberapa meter dari jarak tembak. Dan sebelum tubuh gadis itu menyentuh aspal, tangan Assad yang kekar meraih bahu gadis itu dan mendekatkan ke dadanya. Harra jatuh dengan kepala menempel d**a Assad ... lagi. Assad terhenyak. Kedekatan itu menghadirkan perasaan lain yang asing. Assad mengerutkan kening, mencoba menelisik rasa yang mendadak tumbuh di hatinya. Berapa wanita yang sudah jatuh dalam pelukannya, tapi tak satu pun dari mereka yang menghadirkan perasaan seperti ini. "Ah! Andai detik ini waktu berhenti, aku nggak akan menyesali," ungkap Assad dalam hati, "hei! Kenapa aku ini?" "Bangun!" teriak Harra sambil menarik krah jaket Assad kemudian menariknya ke depan gedung seberang. Sebuah tarikan yang menyelamatkan kaki Assad karena seketika itu satu tembakan mengenai tempat di mana sebelumnya kaki Assad terjulur. Harra menatap tajam ke arah Assad. "Bos, lain kali, pilih waktu yang tepat untuk terlena!" saran Harra dengan penuh penekanan. Seketika Assad terkekeh. "Gadis ini menyenangkan!" seru Assad dalam hati. "Penyelidikan korporasimu belum usai, jangan sampai tiba-tiba aja dihentikan karena ada pemakaman," imbuh Harra kembali dengan penuh penekanan. "Oke," sahut Assad sambil mengangkat kedua tangan seolah sedang menyerah, kemudian tertawa melihat ekspresi serius Harra. "Dia serius pun terlihat lucu ternyata," sahut Assad dalam hati. Suara sirene polisi terdengar dari kejauhan. "Yah...! Datang deh pramuka," keluh Assad seperti anak yang pestanya dibubarkan. "Harap bedakan antara pramuka dan polisi!" sahut Harra sambil melirik. Assad mengedikkan bahu dengan cuek. "Kupastikan gedung tempat sniper yang mengincarmu saat ini sudah kosong," tebak Assad, Laki-laki ini berdiri dengan santai sambil bersandar di dinding gedung. Harra mendesah lelah, tak menafikan tebakan Assad itu. Tiga mobil polisi berhenti di lokasi dan segera menyisir TKP. "Harra," jawab gadis itu ketika polisi itu menanyakan identitas dan kegiatannya di lokasi kejadian. Sedangkan Assad diam saja dan membuat gadis itu mendadak menjadi juru bicara dadakan. Polisi itu kemudian berlalu dan melakukan tindakan mengolah tempat kejadian perkara ini. "Kamu harus bayar jasaku menjadi jubirmu dalam beberapa menit tadi," tuntut Harra sambil menoleh ke arah Assad. "Segera kirimkan tagihannya," jawab Assad kemudian tersenyum menyeringai dengan wajah bahagia. Kedatangan polisi itu membuat penembakan di salah satu jalan kota New March itu berhenti. "Aku akan mengantarmu pulang," tawar Assad tiba-tiba. "Terima kasih, tapi kurasa tak perlu, sniper itu sudah pergi," tolak Harra halus. "Apa tidak terlalu bahaya untukmu? Em ya... tentu saja, Kamu detektif swasta, tapi em menurutku... em bagaimanapun Kamu em... seorang perempuan," sanggah Assad dengan perasaan antara berharap dan ... berharap. Tapi, Harra bersikeras untuk pulang sendiri. Taksi yang ditumpangi Harra berhenti di depan rumah yang ia sewa. Gadis itu tinggal di lantai dua sebuah rumah sederhana yang ada di pinggir Orchid Boulevard. Dengan hati-hati, gadis itu menaiki tangga yang terletak di samping bangunan rumah itu. Percobaan pembunuhan barusan masih membayang di pelupuk mata. Sudah beberapa tahun ini, gadis itu menjadi detektif swasta dan pada beberapa kasus memang ada usaha percobaan pembunuhan seperti ini, tapi yang benar-benar terlihat brutal dan terang-terangan seperti kejadian barusan, baru sekali ini terjadi. Harra membuka pintu dengan pelan, mau tak mau, kewaspadaan harus ditingkatkan. Gadis itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang interiornya mirip dengan apartemen tipe studio itu. Di satu ruangan dengan satu bed dan satu kamar mandi itu terlihat tak ada sesuatu yang mencurigakan. Gadis itu duduk di tubir ranjang dan sejenak merenung. "Apa tadi itu semacam penyambutan karena aku ikut dalam tim penyelidikan korporasi hitam itu?" pikir gadis itu ketika mencoba merangkai kejadian hari ini. "Kalau begitu, siapa otak dibalik penyambutan yang tak ramah itu? Apa Assad? Tapi, Laki-laki itu tadi bersamaku, apa kebersamaan itu hanya alibi agar dia jauh dari tuduhan?" Gadis itu mengusap-usap dahinya. "Aah... kenapa tadi harus jatuh dalam posisi seperti itu ya? Emang nggak ada posisi yang lain apa?" gumamnya sambil membayangkan posisi jatuh yang seperti adegan dalam roman-roman picisan. "Ahh!" desahnya panjang sambil menggerakkan kepala seolah ada getaran dari dalam otak, berharap gambaran tadi segera lenyap dari benak. "Ahh!!!" Harra berteriak kencang ketika sesuatu memecahkan kaca kamarnya. Harra menoleh dan melihat bom molotov jatuh di tengah ranjang itu. Harra segera menyingkir dari tubir ranjang. Berikutnya beberapa bom molotov dilempar dalam waktu bersamaan dan membuat kamar itu dengan cepat berkobar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN