Hati Assad yang sempat berbunga kristal langsung menciut. Bunga kristal itu langsung hancur berkeping-keping mendengar kalimat terakhir gadis yang ada di depannya itu.
“Tolong jangan terlena lagi!” batin Assad pada diri sendiri dengan penuh sesal.
“Jadi, gadis ini, gadis yang waktu itu bukan? Tapi aku yakin sekali, wajah gadis yang terkejut di lokasi tumpukan rongsokan besi itu adalah wajah gadis ini. Memang, ada beberapa perubahan seiring berjalannya waktu. Pakaian lusuh gadis itu dulu memang tidak lagi dipakai, pun bekas debu dan kotor yang menempel di wajah gadis itu dulu. Tetapi, mata yang menatap wajah ini hanya dalam jarak beberapa meter itu tak mungkin salah,” pikir Assad sambil masih tetap tak memalingkan pandangan mata.
Satu tangan laki-laki itu turun dan menempel di meja, lalu jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja dan hatinya tak sabar menunggu hasil laporan penyelidikan dari salah satu pegawainya tadi.
“Mari kita mulai!” ucap Harra dengan nada datar.
“Apa tanggapan Assad secara umum tentang daftar yang diajukan untuk diselidiki oleh orang-orang yang merasa dirugikan oleh Perusahaan ini atau orang-orang dari perusahaanmu ... em ... maaf tepatnya korporasi,” lanjut gadis itu sambil menyelipkan helai-helai rambut yang lepas dari jangkauan ikat rambut di telinga.
“Oh! Tuduhan itu,” sahut Assad sambil berusaha tetap tenang, laki-laki ini berpikir ada yang berubah dalam pikirannya sejak gadis itu masuk ke ruangan sebelum ini.
“Penembakan di sebuah rumah di pinggir kota New March ini, perkelahian antar geng di jalan utama gedung dewan rakyat, keributan di pusat kota, penyuapan pada pengacara dalam kasus perebutan tanah, penembakan seorang hakim di pengadilan Kota New Central dan tentu saja masih berderet daftar lain yang belum k****a di layar ini,” tutur Harra sambil mengangkat kepala dan kembali menatap laki-laki yang duduk dengan tanpa sedikit pun mengedipkan kedua mata.
“Aku sudah menerima tim yang diajukan pemerintah untuk langsung menyelidiki semua yang kalian tuduhkan, harusnya itu menjadi titik awal untuk membatalkan tuduhan-tuduhan itu,” sanggahnya dengan datar.
“Gadis ini tidak menyebutkan pembunuhan di tempat tumpukan besi itu, apa itu tak ada dalam daftar yang ia baca? Atau ia sengaja tidak membacanya?” Pertanyaan mulai bersahut-sahutan dalam pikiran.
“Apa gadis ini kulenyapkan saat ini juga?” cetus satu ide yang ikut berlompatan mencuat di pikiran.
Tangan laki-laki ini turun dari meja dan bergerak ke arah kaki, ya ada sebilah pisau yang terselip di sepatunya hari ini. Tentu saja dengan tinggi badan dan berat badan yang tidak seimbang antara keduanya itu, tak butuh waktu lama untuk membuat gadis ini terbungkam selamanya.
Dengan sedikit menggerakkan kaki ke atas, tangan kanan Assad sudah berada di gagang belati itu. Mendadak sebuah ketukan terdengar.
“Ahh! Sialan!” umpat laki-laki itu dalam hati sambil menundukkan kepala dan memejamkan mata.
Tangan kanan Assad kembali ke posisi semula, berada di atas meja ketika ketukan di pintu kembali terdengar.
Harra yang duduk membelakangi pintu menolehkan kepala. Pintu terbuka dan anggota tim perwakilan dari penyidik kepolisian masuk.
“Aku hanya akan mengecek beberapa poin pada pemilik korporasi ini,” jelasnya ketika mendekati Harra.
Gadis itu mengangguk dan membiarkan perempuan yang baru masuk itu berdiri di sampingnya.
“Kalau begitu satu pertanyaan lagi,” ucap Harra, gadis itu kembali menggangguk dan mempersilahkan.
“Assad, apa tanggapanmu dengan tuduhan bahwa korporasi ini dibesarkan dengan cara-cara kotor. Orang menyebutnya sebagai korporasi hitam?” ucap Harra sambil menatap penuh selidik pada laki-laki yang kini duduk sambil bersandar itu.
Laki-laki itu menarik napas dengan berat.
“Coba berikan satu contoh korporasi yang seratus persen bersih? Apa ada bisnis besar yang murni seperti itu? Aku benar-benar tak percaya. Tetapi, karena itulah tim kalian ada di sini, untuk menemukan sekotor apa korporasi yang kubangun,” tantang Assad sambil tersenyum menyeringai.
“Aku jenis orang yang bertanggung jawab,” imbuh laki-laki ini sambil tersenyum, ekspresi wajahnya sedikit lebih tenang.
“Tentu, kami sangat menghargai keterbukaan ini, dan kuharap apa yang dipersangkakan orang pada korporasi ini tidak benar,” ucap Harra, lalu beranjak dan memberikan tempat duduknya pada gadis yang berdiri di sebelahnya.
“Nama saya Eliz, saya harap pemilik perusahaan yang terkenal ini belum lupa dengan apa yang hendak saya tunjukkan,” ujar gadis yang baru duduk di kursi itu.
Kemudian gadis itu menunjukkan gambar-gambar yang harus dikenali Assad sesaat setelah Harra meninggalkan ruangan.
Malam menyelimuti kota New March, kota ini meriah dengan aktivitas malamnya. Orang-orang masih banyak berlalu lalang di jalan. Assad keluar dari sebuah restoran kelas menengah dan menemukan Harra sedang berdiri di tepi jalan.
“Hai!” sapa Assad dengan wajah tampannya.
“Uh ...! aku benar-benar tak dapat menahan langkah kaki untuk tidak menghampiri gadis ini,” keluh Assad dalam hati.
“Wah! Nggak nyangka orang besar makan di restoran seperti ini,” sambut Harra sambil mengarahkan pandangan ke restoran yang tak mewah itu.
“Aku makan di mana saja,” sahut Assad sambil tersenyum.
Laki-laki ini merasakan sedikit keanehan, sejak gadis itu keluar dari ruangan itu tadi siang, sepertinya matanya seolah kehilangan dan mencari-cari sosok gadis itu. Ya ... walaupun sebagian dari dirinya ingin segera menemukan gadis itu untuk dilenyapkan.
“Hebat!” balas gadis itu sambil tersenyum, di mata Assad senyuman itu terlihat sangat otentik.
“Mobil?” tanya Assad selanjutnya sambil mengedarkan pandangan pada mobil-mobil yang berderet di tepi jalan.
“Oh, taksi. Aku menunggu taksi,” jawab Harra sambil kembali tersenyum.
Assad mengangguk paham dan mendadak matanya menangkap satu titik cahaya merah yang mengenai dahi gadis itu.
“Ah!” teriak Assad sambil mendorong gadis itu hingga ke tanah.
Bersamaan dengan itu sebuah bunyi tembakan terdengar. Peluru meleset menembus pagar jeruji pendek yang dipasang di pinggir jalan. Gadis itu terjatuh dengan posisi miring dengan kepala berada di atas d**a Assad. Suara keriuhan dari orang-orang yang sedang berjalan terdengar.
“Siapa yang ingin membunuh gadis ini?” pikir Assad dalam hati sambil masih berbaring di tanah.
Laki-laki ini menarik gadis itu untuk bersembunyi di balik salah satu mobil yang ada di tepi jalan.
“Tunggu! Harusnya aku bahagia jika gadis ini lenyap, kenapa tadi tak kubiarkan saja, peluru itu menembus kepalanya,” lanjut sisi dirinya yang lain sedikit menyesal.
“Tidak! Lihat gadis itu, tampak lembut dan tanpa dosa, tak seharusnya peluru itu bersarang di kepalanya. Bukankah dari tadi siang, Kamu ingin melihatnya?” sanggah sisi dirinya yang sejak siang tadi mulai berubah.
“Ah!” desah Assad tak berdaya.
“Harus kuapakan gadis ini? kubiarkan mati atau hidup?” seru Assad dalam hati.