Bab Satu - Mimpi

1112 Kata
Seorang pria yang berusia sekitar dua puluh tahunan, tidur dengan nyenyak di atas lantai yang hanya di tertutup sebuah anyaman jerami. Setelah beberapa jam dia tertidur nyenyak, keringat deras dari tubuhnya tiba-tiba keluar sehingga menjadi peluh yang membasahi tubuhnya. Tubuhnya lalu, tiba-tiba bergetar dengan sangat hebat, dan tubuhnya bergerak tidak karuan. Dia menggeleng gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan dengan bentuk ekpresi wajah yang tengah ketakutan, dalam tidurnya dia bermimpi melihat sebuah bayangan kelam. Puluhan orang-orang yang sangat ia sayangi mati terbunuh di hadapan matanya sendiri. Banyak orang-orang yang memakai jubah hitam yang juga membawa sebuah golok dan pedang, terus mengejar orang-orang yang tidak bersalah di hadapan mereka lalu menikamnya dengan kejam. Kobaran api di tiap rumah-rumah yang di tempati kerabatnya, habis terlalab oleh api yang sangat besar. Lalu sebuah gambar bayangan yang berbeda, tiba-tiba muncul kembali. Kini, gambar bayangan hitam tersebut memperlihatkan ayahnya sedang mati-matian bertarung dengan tujuh Pendekar yang sangat hebat. Namun, karena banyaknya kobaran api besar di sekelilingnya. Zui Qiang tidak mampu melihat jelas, wajah dari orang-orang yang mengeroyok ayahnya. Kedua paman yang selalu menemani ayahnya, lebih dahulu mati terbunuh karena di serang dengan sebuah tikaman dari belakang. Samar-samar Zui Qiang mendengar percakapan mereka. "Kenapa? Kenapa kalian berbuat keji seperti ini! Kepada keluargaku serta teman-teman ku. Padahal, kami sudah membantu kalian," Lin Qiang berseru dengan geram di hadapan ketujuh pendekar itu, namun karena luka-luka besar akibat pertarunganya suaranya menjadi tidak jelas. Suaranya semakin mengecil dan pandanganya semakin kabur, 'Sial.. ' teriak Lin Qiang dalam hati. "Ayah.. Aku katut," rengek seorang anak kecil di belakang punggungnya. "Zui'er.. " gumam Lin Qiang dengan sangat lemah, Lin Qiang yang masih menyanggah tubuhnya dengan sebuah pedang. Dia lalu melihat dan mengawasi sekelilingnya, untuk mencari sebuah celah agar bisa kabur dari tikaman terakhir dari salah satu tujuh pendekar hebat kabungan Aliansi Dunia di hadapanya saat ini. Zang Jin selaku tetua dari Aliansi Tangan Tuhan, menghianatinya hanya karena sebuah alasan nama besarnya saja. "Zui'er! Setidaknya kau harus tetap hidup, agar bisa membalaskan dendam-dendam dari keluargamu dan warga desa kita," Lin Qiang tiba-tiba melemparkan pedang yang ada di tanganya, ke arah salah satu pendekar yang akan mencabut nyawanya. Karena pedanganya sudah di aliri energi dari sisa-sisa kekuatanya, lemparan tersebut berhasil menembus salah satu dari tujuh pendekar aliansi tangan tuhan. Menyadari mereka lengah karena terkejut, Lin Qiang langsung menggendong dan membawa anaknya untuk melompat sambil menerobos dinding rumahnya yang telah rapuh akibat terlalap api. Dia terus berlari sambil menggendong anaknya tersebut. Mereka terus berlari dan masuk ke dalam hutan, agar bisa lolos dari kejaran tujuh pendekar tadi. Namun akhirnya, Lin Qiang tiba-tiba berhenti saat menginjak sebuah sungai. Dia menurunkan anaknya yang berusia lima tahun. "Zui'er.. Ayah sudah tidak punya kekuatan lagi untuk bisa lari sambil membawamu. Jangan menangis Zui'er. Dengarkan ayah! Kamu harus mengingat wajah orang-orang yang telah membunuh kedua orang tua mu itu, keluargamu bahkan membunuh teman-teman mu. Kamu harus terus bisa hidup! Sampai waktu untuk balas dendam kepada mereka itu bisa terjadi. Pergilah! Kerumah kita yang dulu, di sana terdapat sebuah catatan jurus ilmu bela diri untuk dirimu. Kamu harus berlatih dengan giat, agar bisa cepat melampaui ayah-mu serta paman-paman mu. Kami yakin, anak ku Zui Qiang mampu membalaskan dendam keluarganya," Suara derapan langkah kaki semakin mendekat ke arah keduanya. Dengan ekspresi yang langsung berubah panik. Lin Qiang meneriaki anaknya yang masih menangis, untuk segera pergi meninggalkanya. "Zui'er... Lari... " teriak Lin Qiang, yang tiba-tiba tubuhnya terbelah menjadi dua akibat sebuah pisau angin yang terbuat dari energi Qi murni yang melesat cepat ke arahnya. Zui Qiang, masing menatap lekat tubuh ayahnya yang kini telah terrbelah menjadi dua. Orang-orang yang mengejar ayahnya, mulai mendekat kearah jasad ayahnya yang telah mati terbunuh karena serangan jarak jauh mereka. Dari balik semak-semak, Zui Qiang menatap wajah para pembunuh orangnya dengan sangat geram. Ingin sekali rasanya! Zui Qiang menguliti mereka satu persatu. "Aku akan datang kepada kalian suatu saat nanti," gumam Zui Qiang yang sudah berumur dua puluh tahun. Dia tertidur setelah berlatih keras memindahkan sebuah batu besar ke arah puncak gunung, lalu membawanya kembali turun. Sudah lima belas tahun berlalu, insiden yang menyeramkan itu terjadi. Namun, bayangan akan ingatan kejadian itu masih sering tiba-tiba muncul saat dia tengah tertidur. Zui Qiang lalu mengepalkan kedua telapak tanganya. "Sudah lima belas tahun! Aku berlatih, namun hasilnya masih tetap sama saja seperti di awal. Racun dari tapak buddha ini telah menghancurkan seluruh jaringan aliran Qi milik ku, aku masih belum bisa membuat satu lingkaran tenaga dalam, sama sekali. Bahkan satu saja sangat susah," gumam Zui Qiang sambil menatap ke arah tanah yang ia pijak dengan dalam. Pikiranya kembali larut, dengan isi dari kitab segala obat milik wariasan keluarganya terdahulu, dia telah membacanya dan pelajarinya berulang-ulang. Namun, Karena kerusakan saraf yang sangat parah. Lalu, sulitnya mencari tanaman obat yang sebagai daftar bahan dalam kitab obat tersebut. Membuat Zui Qiang terus memikirkan lagi, bagaimana cara agar dia bisa kembali pulih seperti sedia kala. Saat Zui Qiang masih kecil. Suatu hari, tiba-tiba datang seorang biksu tua yang membawa sebuah kepala patung buddha raksasa di bahunya ke desa. Para penduduk desa lantas, langsung terkejut dengan aksi yang di perlihatkan biksu tua tersebut. Karena takut, biksu itu akan melukai warga desa. Lin Qiang, selaku sebagai pemimpin dari seluruh warga desa. Meminta biksu tua tersebut untuk pergi, namun biksu tua misterius itu tidak langsung menanggapi perkataan Lin Qiang. Dia malah, dengan angkuhnya meminta makan kepada Lin Qiang. Lin Qiang yang berhati baik, membiarkanya terlebih dahulu lalu memberikan biksu tua tersebut banyak makanan akan dia bisa makan lalu pergi. Tapi akhirnya biksu tua itu tidak langsung pergi bahkan tinggal di desa kecil tersebut selama tiga hari. Lalu pada suatu hari, Zui Qiang yang masih kecil dan tidak tau apa-apa. Mengincingi patung kepala buddha yang di bawa biksu tua itu. Zui Qiang kecil, bermaksud untuk mengusir biksu tua itu agar pergi dari desanya karena banyak penduduk desa yang takut kepadanya. Mendapati patung kepala buddhanya di kencingi oleh anak kecil, biksu tua itu marah dan menghukum Zui Qiang kecil dengan sebuah pukulan tapak Asura di punggungnya. Sadar dengan kejadian itu, Lin Qiang marah. Dan akhirnya dia bertarung dengan biksu tua itu. Mereka berdua bertarung dengan hebat satu lawan satu sampai si Lin Qiang akhirnya kalah karena ilmu yang di miliki Biksu tua itu lebih tinggi. Biksu tua itu lalu mengutuk semua penduduk desa termasuk Lin Qiang, bahwa mereka akan mati terbunuh dengan cara yang sangat mengenaskan suatu saat nanti. Setelah memberikan kutukan tersebut sang Biksu menghilang. Namun, karena hari-hari yang di lalui penduduk desa terlihat seperti biasa. Jadi sedikit demi sedikit, mereka melupakan kutukan tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN