Chapter 17

1238 Kata
Usai mendengar cerita George, Steve pun manggut-manggut. “Sekarang aku mengerti maksudmu. Menurutku, sebaiknya kamu menyelidiki gerak-gerik Audrey, George. Sebelum dia terlalu jauh membuat rencana yang kemungkinan besar bisa membahayakan keluargamu, terutama keadaan Cella,” Steve menyarankan. “Jangan dulu memberi tahu siapa pun mengenai hal ini, terutama Cella, sebab sekarang dia sedang hamil. Aku takut hal ini menjadi buah pikirannya dan akan berimbas pada kehamilannya. Kamu diam-diam saja dulu menyelidikinya, aku akan membantumu mencari informasi,” Steve kembali memberikan saran.  “Oh ya, sebenarnya aku juga merasa ada kejanggalan atas kejadian yang menimpa adikmu dan Albert, apalagi sangat tidak terduga seperti ini,” Steve menambahkan. “Terima kasih, Steve. Kamu memang sahabat yang bisa diandalkan. Tidak seperti Albert yang terlalu dibutakan oleh cinta,” cibir George sambil menepuk bahu Steve. Steve terbahak mendengar cibiran George untuk Albert. “George, Albert seperti itu karena selama menjalin hubungan dengan Audrey, mereka tidak pernah saling berpaling apalagi berselingkuh. Berbeda dengan dirimu,” ejek Steve sambil tertawa. George mendengkus dan membalas ejekan Steve, “Memangnya kamu tidak pernah berpaling dari Christy sejak kalian pacaran?” Kini giliran George yang terbahak saat melihat wajah Steve telah memerah menahan malu sekaligus amarah karena mendengar pertanyaan balik darinya. Dia sangat mengingat kejadian di mana Steve saat itu berusaha sampai titik darah penghabisan untuk mendapatkan kata maaf dari Christy. Waktu Christy memergoki Steve bersama seorang wanita di dalam kamar apartemennya. Walaupun Steve belum melakukan kegiatan di luar batas, tapi kemarahan Christy tidak tanggung-tanggung. Christy langsung memutuskan hubungannya dengan Steve, padahal pernikahan mereka akan digelar tiga bulan lagi waktu itu. Steve kesal karena diingatkan akan kebodohannya dulu. Dia langsung melemparkan bantal di dekatnya dan tepat mengenai kepala George, karena sahabatnya tersebut masih menikmati tawa yang mengejek dirinya. “Itu tidak lucu, George!” Steve menggeram. “Peace, Dude.” George memegang perutnya yang mulai sakit karena terlalu antusias menertawakan sahabatnya. “Tapi terima kasih, Brother, karena waktu itu kamu telah bersedia membantuku untuk memperoleh kata maaf dari Christy,” ucap Steve tulus. “Bukankah sudah sewajarnya sebagai seorang sahabat kita saling membantu,” ucap George. Steve mengangguk, lalu mereka saling memeluk satu sama lain. “Aku tidak akan mengulangi kebodohan dan kesalahan yang sama. Aku akan menjaga dan mempertahankan yang sudah menjadi milikku. Bukankah mempertahankan itu lebih sulit daripada merebut kembali, Brother?” “Setuju! Jadi, mari kita bersama-sama membantu dan menyadarkan Albert. Sampai detik ini dia juga masih sahabat kita. Bahkan, statusnya telah naik dengan menjadi adik iparku,” ucap George sambil terkekeh dan Steve pun menimpalinya. *** “Halo, Al,” sapa Cella gugup. “Belum, aku masih di tempat kerja.” Meski kegugupan masih melandanya, Cella berusaha menjawab pertanyaan suaminya. “Hm, boleh,” Cella menyetujui tawaran suaminya. “Aku tunggu di depan ya, Al.” Setelah memberikan jawaban, Cella menyudahi pembicaraannya. Cella dengan cepat meraba letak jantungnya yang berdetak seperti usai mengikuti lomba lari maraton. Dia kembali melihat ponselnya dan mengecek panggilan masuknya untuk memastikan sekali lagi. Ternyata memang benar, bahwa suaminya yang baru saja meneleponnya. Jantung Cella berdetak cepat bukan karena takut dihubungi Albert, melainkan tidak biasanya laki-laki tersebut menghubunginya di saat jam kerja masih berlangsung. Tanpa membuang banyak waktu memikirkan yang baru saja dialami, dia bergegas menyelesaikan pekerjaannya karena tidak mau membuat suaminya menunggu terlalu lama. Cella menghentikan aktivitasnya memasukkan perlengkapan ke dalam clutch miliknya saat melihat kedatangan Icha ke ruangannya. “Baru jam empat, Cell, kamu sudah mau pulang? Apakah terjadi sesuatu?” Icha memberikan pertanyaan beruntun dan terlihat khawatir. Cella mengerti mimik wajah sahabatnya, tapi dia hanya menanggapinya dengan senyuman. “Tidak terjadi sesuatu, Cha. Aku baik-baik saja. Ngomong-ngomong, ada apa, Cha?” “Di bawah ada Melly,” beri tahu Icha langsung. “Baiklah,” Cella menjawab sambil mengambil clutch-nya. Dia berjalan bersisian bersama Icha menuju tempat duduk Melly. “Kamu belum menjawab pertanyaanku, Cell. Mau ke mana?” Icha kembali bertanya. “Aku mau pulang, Cha. Namun, kamu tidak usah khawatir,” Cella menenangkan. “Baiklah, kalau begitu aku akan mengantarmu,” putus Icha pada akhirnya. Melihat Cella menggelengkan kepalanya, Icha bingung karena tidak biasanya sahabatnya tersebut menolak diantar pulang. “Lalu?” tanyanya heran. “Albert yang akan menjemputku,” jawab Cella yang wajahnya telah memerah. Icha menganggukkan kepala, tapi beberapa detik kemudian dia langsung berteriak kaget, ”Apa?!” “Iya, Cha, Albert mau menjemputku sebentar lagi. Tadi dia menghubungiku,” beri tahu Cella sambil tersipu. Icha masih menelaah pemberitahuan yang baru saja diucapkan oleh sahabatnya. Tidak disadarinya, langkah mereka sudah berada di bangku pojok–tempat Melly duduk. “Hai, Mell,” sapa Cella sambil mencium pipi kiri dan kanan Melly. “Bagaimana kabarmu?” Melly bertanya setelah mereka saling melepaskan pelukan. “Seperti yang kamu lihat, Mell. Aku baik-baik saja.” Cella duduk di hadapan Melly. “Ternyata makanmu banyak juga ya, Mell?” celetuk Icha yang masih berdiri. Melly hanya menyengir. “Tadi Aunty Keira memberiku cake ini. Katanya ini resep terbarunya, jadi aku sangat beruntung menjadi orang pertama yang disuruh mencicipinya,” jawabnya jujur. “Datang bersama siapa, Mell?” sela Cella setelah Melly usai menjawab pertanyaan Icha. “Sepupuku, tapi dia masih menelepon di luar. Kebetulan dia pulang, jadi aku ajak saja sekalian ke sini. Siapa tahu dia juga menyukai tempat ini dan ikut mempromosikan kepada teman-temannya,” ucap Melly sambil menatap Cella. Cella hanya manggut-manggut mendengar jawaban Melly. “Aku pasti akan sangat berterima kasih sekali kepada sepupumu itu, Mell,” balasnya. “Oh ya, kalian lanjutkan saja mengobrolnya, aku mau kembali dengan pekerjaanku. Cell, jika Albert sudah menjeputmu, kabari aku ya,” pinta Icha sebelum melanjutkan tugasnya. Setelah kepergian Icha, Cella dan Melly kembali mengobrol ringan. Di tengah keseruan obrolan mereka, ponsel Cella berdering–menandakan panggilan masuk. Dia pun meminta izin kepada Melly untuk mengangkatnya. “Mell, aku permisi dulu,” izinnya. “Kamu sudah di depan?” tanya Cella pada orang di seberang telepon. “Iya, aku keluar sekarang. Tunggu sebentar ya, Al,” pinta Cella. Dia memasukkan ponselnya kembali setelah sambungannya terputus. “Mell, maaf aku tidak bisa menemanimu lebih lama di sini. Suamiku sudah menjemput,” beri tahu Cella sedikit menyesal. “Tidak apa, Cell. Lagi pula ada Icha yang akan menemani waktu santaiku.” Melly melihat Icha menghampiri mereka. “Pulang sekarang, Cell?” tanya Icha saat melihat Cella mengambil clutch-nya. “Iya, Cha, Albert sudah di depan,” jawab Cella sambil mengangguk. “Hati-hati, Cell.” Cella pun mulai melangkah meninggalkan Icha dan Melly setelah kembali mengangguk. *** Sementara di luar kafe, Albert telah menunggu Cella sambil bersandar di depan pintu mobilnya. “Jadi, di sini dia bekerja selama ini?” tanyanya pada diri sendiri sambil mengamati kafe di depannya. Albert melihat Cella keluar, akan tetapi pandangannya mengarah pada laki-laki tampan yang berjalan terburu-buru memasuki kafe sambil sibuk memainkan ponsel. Tanpa Albert sangka, tubuh laki-laki tersebut menyenggol lengan Cella sehingga membuat sang istri terhuyung. Hal tersebut langsung saja membuat Albert berteriak, “Cella, awas!” Cella kaget mendengar teriakan suaminya dan dengan cepat dia memegang lengan kekar laki-laki yang menyenggolnya untuk mempertahankan kestabilan tubuhnya agar tidak terjatuh. Yang lebih membuat Cella dan laki-laki tersebut tercengang adalah saat mereka melihat sekaligus menyadari wajah masing-masing. “Cella?” “Sammy?” Cella dan laki-laki tersebut memanggil nama masing-masing secara bersamaan serta dengan nada penuh keterkejutan. Albert langsung berlari menghampiri Cella saat melihat kejadian tersebut, begitu juga dengan Icha dan Melly yang ikut tergopoh-gopoh dari dalam kafe setelah mendengar teriakan lantangnya.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN