Sekarang Adara sudah tidur, iantadi baru saja meminum obat dan sekarang Abraham tampak menyelimuti Adara. Setelah itu, setelah memastikan Adara benar-benar sudah tertidur dengan nyenyak. Saat ini Abraham tampak keluar dari kamar Adara, ia menemui keluarga Adara yang saat ini sedang berkumpul di ruang keluarga. Mereka saat ini sedang khawatir pada Adara karena mereka bahkan tidak tahu apakah Adara sudah makan atau belum karena dengan mereka tadi Adara enggan untuk makan juga.
Saat melihat Abraham datang dari kamar Adara, mereka pun langsung bertanya kepada Abraham. Mereka tampak bertanya dengan penuh khawatir.
"Abraham, gimana Adara? Adara tadi mau makan kan? Adara mau makan kan tadi Abraham?" tanya Mama Adara penuh rasa khawatir saat ini.
"Iya gimana Adara tadi Ham? Sama kita semua tadi Adara sama sekali ga mau makan. Bahkan Adara ga jawab kita Abraham. Tadi Adara gimana? Dia makan kan? Kita semua khawatir kalo Adara sakit." ujar Alex tersebut.
"Tadi Adara sudah mau makan meskipun hanya beberapa sendok saja. Kondisi Adara yang seperti ini memang dia tidak bisa dipBrian, karena kondisi psikisnya masih buruk untuk saat ini. Adara juga sudah tidur, tadi sudah saya beri obat. Sekarang Adara masih tidur." ujar Abraham kepada mereka semua.
Mereka tentu sangat terlihat lega karena Abraham telah berhasil membujuk Adara untuk makan. Karena jika Adara tidak makan juga, bisa dipastikan bahwa Adara akan sakit. Tentu mereka tidak ingin mengetahui itu.
"Jadi sekarang Adara udah tidur?" tanya Mama Adara kepada Abraham.
"Iya, Adara sudah tidur sedari beberapa saat yang lalu." ujar Abraham.
"Thanks God, makasih ya ham. Kita semua ga tau apa yang bakalan terjadi kalo ga ada Lo disini. Lo ngebantuin kita banget disini. Tolong jaga Adara sampai Adara benar-benar sembuh ya Ham. Gua mohon sebagai kakak Adara, please tetap disisi Adara sampai Adara sembuh." ujar Alex itu.
Abraham tampak mengangguk saat ini, ia juga tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan Adara. Entah kenapa rasanya ia ingin melihat Adara tersenyum lagi. Ia ingin melihat Adara tampak bahagia lagi dan ia ingin semua itu, semua kebahagiaan dan senyuman Adara bisa dimulai dari Abraham. Entah lah rasanya ia baru merasakan perasaan seperti ini pada saat ini.
"Sekali lagi Tante, om, dan kakak-kakaknya Adara ini berterimakasih sama kamu ya. Kamu benar-benar menolong kami. Kami ga tau kalo ga ada kamu disini bagaimana. Kami ingin saling menguatkan tapi ini benar-benar terlalu tiba-tiba yang mana membuat kami semua hancur. Maaf jika kami merepotkan kamu ya Abraham. Kami janji akan membayar jasa kamu ini. Sekali tagi terima kasih Abraham." ujar Mama Adara yang tampak terharu karena anaknya akhirnya mau makan saat di bujuk malam oleh Abraham itu.
"Sama-sama Tante, saya juga senang bisa membantu Adara." jawab Abraham tersebut dan setelah itu mereka tampak mengobrol sebentar disana. Hingga jam menunjukkan pukul delapan malam, mereka semua belum makan.
"Kalo gitu, kita sekarang makan ya. Jangan sampai kita sakit, kalo kita sakit nanti siapa yang bakalan nunggu dan jaga Adara." ujar Mama Adara.
Mereka semua pun pergi ke ruang makan, makanan sudah disiapkan oleh Bibi disana. Kini mereka semua pun makan bersama. Meskipun sebenarnya mereka tampak tak nafsu makan tapi mereka harus makan. Mereka tidak boleh sakit, mereka harus saling menjaga diri mereka juga.
Sementara itu saat ini tampak Alga dan Anya masih berada di rumah sakit, mereka masih menemani Bian. Alga menepati janjinya untuk tetap melihat dan tetap terlihat tidak apa-apa selama mereka di depan Bian. Alga sangat menjaga janjinya itu karena buktinya sekarang ia bersikap seperti biasa. Bahkan sorot mata itu telah berubah, sangat berbeda dari saat ia bersama dengan Anya tadi. Sorot mata penuh marah dan kekecewaan itu telah berubah menjadi sorot mata penuh kasih sayang saat ini. Anya tenang.
Namun Anya juga ingin sorot mata itu tetap seperti itu sampai kapan pun, dan ia sedang mengusahakan agar hal itu bisa terjadi. Ia sedang mengusahakan hal-hal yang kini mungkin masih bisa ia usahakan untuk diperbaiki. Namun ia juga sebenarnya tidak memiliki pilihan, ia harus memperbaiki ini semua karena jika tidak ia akan kehilangan Alga, selamanya.
"Papi, Bian seneng karena Papi ada disini. Sama Mami juga. Kalo Bian udah sembuh besok, boleh ya Bian pergi main sama Mami dan Papi?" tanya Bian kepada mereka dengan wajah yang penuh harap. Wajah yang sangat lucu sekali dan tentu saja mereka berdua tidak bisa menolaknya. Bagaimana bisa mereka menolak permintaan Bian yang bahkan permintaan sangat sederhana.
"Iya dong Bian, boleh dong. Kita besok jalan-jalan ya. Tapi Bian harus sembuh dulu. Okay?" tanya Alga kepada Bian dan Bian kini tampak mengangguk. Anya sekarang menatap wajah Alga yang masih duduk di samping Bian. Mereka berdua benar-benar mirip, tapi memang Bian juga tampak mirip dengan Saga juga. Karena memang Alga dan Saga juga mirip.
Mereka bagaikan pindang dibelah dua meskipun mereka tidak kembar dan juga mereka berbeda umur. Namun ya memang itu lah adanya mereka.
Sekarang ini Anya sedang menyuapi makan Bian, malam ini Bian memang belum makan. Jadi sekarang ia menyuapi, sementara itu Alga tampak berada di balkon kamar rumah sakit dari Bian. Ia kini tampak duduk disana dan ia benar-benar memikirkan apa yang terjadi pada hari ini. Rasanya ia sekarang seperti tidak bisa berpikir jernih, semua ini terasa masih tidak nyata. Jika boleh meminta, ia tidak ingin Anya melakukan hal seperti itu. Namun mau bagaimana lagi? Semua itu sudah terjadi. Tak bisa diputar lagi.
Alga tampak memegangi keningnya, kepalanya sangat pusing karena memikirkan apa yang dilakukan oleh Anya. Ia bahkan saat ini gelum sanggup untuk pulang, ia tidak akan sanggup untuk melihat Saga, Mama dan Papanya yang pasti sekarang mereka masih sangat bersedih karena kehilangan Arga. Perasaan bersalahnya itu sangat besar hingga ia tidak berani untuk pulang.
Rumah sekarang bukan lagi tempat yang ingin di datangi oleh Alga karena di rumahnya sekarang sedang dalam duka yang mendalam. Duka itu disebabkan oleh Anya yang ia bawa ke rumah. Anya yang ternyata mampu menghancurkkan seluruh isi rumahnya dengan kehilangan yang sangat amat besar.
"Alga, kamu pulang aja ke rumah. Aku ga papa kok Alga disini sama Bian. Kamu bisa pulang sekarang." ujar Anya kepada Alga tersebut pada saat ini.
"Anya, Lo pikir gua bisa pulang gitu aja sekarang? Lo pikir gua bisa pulang dan melihat orang-orang yang gua sayang, Saga, Mama dan Papa menderita karena apa yang udah Lo lakuin? Ga bisa Nya, gua belum siap melihat wajah mereka. Rasa bersalah itu masih menghantui gua." ujar Alga dengan lirih karena ia tidak mau Bian sampai mendengar pembicaraan itu.
"Aku minta maaf Alga, ini bukan salah kamu. Ga seharusnya kamu merasa bersalah kayak gini Ga." ujar Anya yang kini tengah mengusap air mata yang tiba-tiba saja turun dari matanya. Ia kini menatap ke luaran sana agar Bian tidak mengetahui bahwa Mamanya sekarang tengah menangis.
"Tetap aja Anya, apa pun yang Lo lakuin itu akan berimbas ke gua. Karena bagaimana pun juga Lo bisa masuk ke keluarga gua, karena gua yang bawa Lo masuk." ujar Alga kepada Anya dan sekarang Alga masuk ke dalam.
"Papi, Papi nginep disini ya malam ini?" tanya Bian karena ia melihat Alga masih belum pulang juga sampai saat ini. Alga pun mendekati Bian tersebut.
"Iya sayang, malam ini Papi disini ya sayang. Papi bakalan jagain kamu y sama Mami juga ya." ujar Alga kepada Bian tersebut. Bian tampak terlihat sangat senang, ia seperti mendapatkan kebahagiaannya malam ini meskipun ia juga sebenarnya sekarang sedang merindukan seseorang, ia rindu Saga. Papa Saga Yang sebelum ini selalu ada untuk nya, Papa Saga yang sangat baik kepada dirinya dan Mamanya. Ia pun kini tampak bertanya ke mereka.
"Papi, Mami, Bian boleh tanya ga sekarang?" tanya Bian ke mereka. Anya pun tampak mengangguk, lalu dilanjutkan oleh Alga yang kini mengangguk.
"Boleh dong sayang, Bian mau tanya apa? Pokoknya kalo Mami atau Papi tau jawabannya pasti kami akan menjawabnya." ujar Anya kepada Bian.
"Bian cuman mau tanya, kenapa Papa Saga ga kesini? Bian kangen sama Papa Saga. Tapi Papa Saga ga kesini, Bian pikir Papa Saga bakalan kesini lagi tapi ternyata sampai sekarang belum kesini juga." ujar Bian tersebut yang mana kini sangat sulit untuk di jawab oleh Alga atau pun Anya. Alga tampak pusing mendengar pertanyaan dari Bian itu sementara Anya sekarang benar-benar sangat merasa bersalah pada Bian karena mungkin anaknya tidak akan lagi mendapatkan perhatian dari Saga. Kemungkinan besar Saga akan menjauhi Bian. Meski pun mereka juga belum bisa memastikan tentang itu.
"Ah Bian, Papa Saga nya lagi sibuk. Papa Saga lagi di luar kota jadi ya bisa deh disini. Papa Saga ga bisa ngobrol sama Bian dan nemenin Bian dulu. Ga papa, kan udah ada Papi Alga sekarang yang nemenin Bian. Ya, Bian? Ga papa ya sayang. Ada Papi." ujar Alga tampak mengatakan hal itu ke Bian.
"Tapi Bian kangen, apa ga bisa telfon?" tanya Bian lagi kepada mereka.
Alga sekarang tampak tak bisa menjawabnya lagi, mendengar kata telfon itu membuat dirinya mengingat apa yang telah dilakukan oleh Anya.
"Sayang, Papa Saga lagi ga bisa terima telfon. Mending sekarang kamu tidur ya. Udah malam. Papi sama Mami bakalan nemenin kamu." ujar Anya yang akhirnya membuat Bian tampak mengangguk. Bian pun kini tertidur dengan pulas, kini Bian tampak benar-benar sudah tertidur dengan lelap.
Sementara itu Alga tampak masih duduk di luar balkon, Anya melihat punggung Alga dari dekat kasur Bian. Ia bertanya apakah masih ada kesempatan?
Apakah dirinya masih diberi kesempatan oleh Tuhan agar ia bisa memperjuangkan Alga lagi dihidupnya dan Bian? Jika iya masih diberi kesempatan. Ia berdoa kepada Tuhan supaya Tuhan memudahkan jalannya, supaya Tuhan melancarkan jalannya untuk mendapatkan maaf dari Adara dan juga Saga. Karena hanya dengan itu lah ia bisa memiliki kesempatan kedua untuk bisa bersama dengan Alga.