BAB 29

1225 Kata
"Perhatian! Hasil dari kompetisi sudah keluar dan akan kami pasang di depan. Silakan cari nama kalian dengan tertib. Untuk yang namanya tercantum di papan kiri boleh pulang. Sementara yang tertulis dengan tinta hitam harap tetap tinggal untuk melanjutkan babak yang selanjutnya." Pembawa acara memberikan pengumuman itu. Setelah sekian lama mereka menunggu, akhirnya hasil dari babak pertama diumumkan. Semua gadis semakin tak sabar melihat hasil dari perjuangan mereka. Riuh suara para peserta mulai terdengar. Semua orang sangat penasaran dengan hasilnya. Beberapa petugas kerajaan segera memasang dua papan besar di sisi kanan dan kiri. Bagian kanan untuk yang melaju ke babak selanjutnya sementara bagian kiri yang ditulis dengan tinta merah, harus pulang dan menyudahi perjuangan. Dengan teratur, para gadis memeriksa nama mereka di papan yang bertuliskan tinta hitam. Dimulai dari barisan paling depan mereka mulai beranjak dari duduknya dan memeriksa. Sebagian terlihat bahagia, sebagian lagi terdengar murung. Jika mereka tidak menemukan nama mereka pada papan hitam, maka mereka segera mengecek ke sebelah kiri. Mereka harus memastikan tidak adanya kesalahan. Ternyata, ada banyak sekali peserta yang gugur di babak kali ini. Dari puluhan ribu, kini peserta menjadi dua ribuan saja. Banyak gadis yang terlihat kesal dan kecewa. Jauh-jauh mereka datang dan hanya membawa sebuah kegagalan. Mereka merasa telah berjuang sekuat tenaga. Mereka juga merasa telah memberikan jawaban dengan sebaik-baiknya, tetapi tetap saja para juri yang memutuskan hasilnya. Karena itu, tak ada yang dapat dilakukan kecuali menerima kekalahan dan pulang. Namun, di antara mereka ada yang terlihat biasa saja. Mereka dapat berbesar hati menerima kekalahan. Karena memang sudah menjadi sebuah kewajaran, di dalam permainan ada pihak yang menang dan ada pula yang kalah. Lagipula, masih ada banyak babak yang tersisa. Mereka justru bersyukur tidak perlu bersusah payah untuk babak selanjutnya jika hanya mendapatkan kekalahan. Dewi keberuntungan sedang berpihak pada para putri Athura. Semuanya lolos ke babak selanjutnya tanpa terkecuali. Bahkan, Aurora yang mereka kira akan langsung gugur, masih bertahan di antara mereka. Althea dan yang lainnya tidak mau peduli. Mereka terlarut dalam kebahagiaan. Sementara itu, Amayra terlihat kesal. Prasangka dan dugaannya salah besar. Ia tak menyangka Aurora akan lolos pada babak penyisihan. Sungguh, ia menyesal karena terlalu meremehkan adik bungsunya tersebut. "Kita lolos, Kak. Rora lolos!" Gadis itu berteriak kegirangan. Bahkan Aurora tidak segan melompat-lompat seperti anak kecil. Gadis itu benar-benar tidak peduli di mana dan bagaimana situasi yang sedang mereka hadapi. Justru, Amayra yang merasa malu karena sikap adiknya. Bagaimana si bodoh ini bisa lolos? Pasti ada sesuatu yang tidak aku ketahui. Atau ini hanya keberuntungannya saja. Yah, benar. Pasti begitu. Aurora hanya beruntung kali ini dan tidak akan terulang lagi saat babak kedua nanti. Saat babak kedua berakhir, si bodoh dan adik-adik lainnya akan pulang ke rumah, batin Amayra kesal. "Iya, iya. Aku sudah tahu. Diamlah! Tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Kamu tidak malu? Semua orang melihatmu! Kita juga tidak tahu apakah ratu dan raja tengah memerhatikan kita di suatu tempat atau tidak. Bagaimana reaksi mereka jika calon putri mahkota bar-bar sepertimu?" omel Amayra dengan suara perlahan. "Ah, iya, Kak. Maafkan aku. Rora kelepasan," ucap Aurora merasa bersalah. "Baguslah! Diam seperti itu! Jangan membuat aku malu," bentak Amayra. Kenapa sikap Kakak jadi beda lagi? Tadi saja sangat baik kepadaku. Sekarang jadi galak lagi seperti biasanya, ucap Aurora dalam hati. Gadis itu sangat bingung dengan suasana hati sang kakak. Aurora hanya bisa berharap agar Amayra kembali ramah padanya. "Babak selanjutnya akan kita mulai besok pagi. Jadi kami harap kalian mempersiapkan dengan baik. Misi masih bersifat rahasia, karena ratu sendiri yang akan memberikan tugas tersebut. Karena hari sudah sore, kalian juga berasal dari banyak daerah dan ada yang cukup jauh, kalian boleh menginap di istana khusus para putri yang telah kami sediakan." Para peserta mulai berbisik-bisik. Mereka sungguh senang mendengarnya. Ini adalah kesempatan yang telah lama mereka nantikan. Menginap di istana putri, hal yang tidak semua gadis di Nirvana bisa merasakannya, mereka akan mendapatkannya sampai kompetisi berakhir atau sampai mereka tersisih. "Baiklah, kalian bisa membentuk kelompok yang berisikan empat orang yang akan menjadi teman satu kamar kalian," ucap wanita yang bertugas mengatur para peserta kompetisi. "Kita bisa sekamar kan, Kak?" tanya Aurora hati-hati. Malas sekali aku sekamar dengan dia. Tapi lebih malas lagi jika aku harus sekamar dengan gadis desa yang kotor dan menjijikkan. Lebih baik aku sekamar dengan Rora yang levelnya hanya sedikit berada di bawahku. Lagipula, aku bisa melihatnya belajar. Aku ingin tahu bagaimana caranya ia bisa lolos, batin Amayra. "Baiklah. Tentu saja kita akan sekamar. Kita kan saudara," ucap gadis itu seraya memaksakan senyumnya. "Yee! Aku senang sekali. Jarang-jarang kita bisa tidur sekamar, kan?" Aurora tampak gembira. "Kamu diam dulu! Dengarkan apa yang dikatakan wanita itu," ucap Amayra saat merasa Aurora terlalu berlebihan. "Iya, iya, maaf." Gadis itu menutup bibirnya dengan tangan. "Baiklah. Kalian bisa pergi ke kamar kalian dengan diantar oleh orang-orang pilihan kami. Ingat, besok pukul delapan pagi, kalian harus sudah berkumpul di tempat ini." "Baik, Nyonya!" jawab mereka serentak. "Pergi ke kamar masing-masing. Lakukan secara tertib dan teratur. Ingat ini istana, kalian harus menjaga sopan santun. Apalagi sebentar lagi, kalian akan menjadi seorang putri. Setiap mata akan memerhatikan semua yang kalian lakukan. Jadi mulai saat ini, jaga sikap kalian." "Baik, Nyonya," jawab mereka bersamaan lagi. Mereka pun segera membubarkan diri dan pergi ke kamar masing-masing dengan diantarkan pengawal kerajaan yang ditunjuk secara khusus. *** "Wah, ini kamar kita?" tanya Aurora penuh rasa takjub. Sungguh, ini pertama kalinya Aurora melihat kamar klasik yang sangat berbeda dengan kamar di rumahnya. "Kamar macam apa ini? Sempit begini harus kita tempati berdua?" keluh Amayra. Gadis itu tampak enggan tinggal di ruangan yang hanya seluas setengah kamarnya. "Bagus kok, Kak. Kakak tenang saja, ya? Nanti, Rora akan menepi agar Kakak tidak merasa sempit atau terganggu," ucap gadis itu berusaha menenangkan sang kakak. "Baiklah, kalau itu maumu. Tapi Kamu harus mengutamakan.kenyamananku." Amayra berharap, Aurora tidak akan menyusahkan. Brakk. Suara pintu dibuka dan ditutup kembali membuat kedua gadis itu menoleh. Seorang gadis berdiri dengan membawa barang-barang miliknya. Gadis itu tampak kesal dan marah. "Kamu! Kenapa Kamu ada di sini? Keluar, cepat!" usir Amayra tak kalah marah. "Apa hak Kakak mengusirku? Aku harus tinggal di tempat ini bersama kalian karena kamar lainnya penuh," ucap gadis yang ternyata adalah Alora. "Cih! Kalau begitu, ikut kakakmu yang pandai dan licik itu," ucap Amayra. "Tidak bisa! Kalau bisa aku tidak akan mau bersusah payah ke mari. Kamar Kak Thea sudah penuh dengan kakak-kakak yang lain. Jadi aku terpaksa harus mau bergabung dengan kalian," ucap Alora menjelaskan. Amayra tertawa. "Oh, jadi mereka membuangmu, ya?" "Tidak! Mereka tidak membuangku. Hanya keadaan yang membuat kami terpaksa berpisah," bela Alora. "Baiklah. Terserah Kamu saja. Tapi ingat! Ini adalah daerah kekuasaanku. Kamu harus mematuhi segala aturan yang aku buat," ucap Amayra setengah mengancam. "Aku sangat setuju. Kakak tidak perlu khawatir," ucap Alora. "Bagus! Terserah Kamu mau tidur di mana. Tapi jangan pernah berani menggangguku," ancam Amayra. "Baik, aku setuju. Akan aku pastikan aku tidak akan mengganggu ketentraman hidup Kakak." Tidak apa-apa. Daripada aku harus berdesakan dengan gadis lainnya yang kotor. Lagipula, aku bisa tidur di sini sambil mengumpulkan informasi untuk kami. Akan aku pastikan aku, Kak Thea dan yang lainnya akan menang dari kalian, batin Alora. Gadis itu segera mengambil peralatan tidurnya dari dalam lemari penyimpanan lalu menatanya di sebelah Aurora. Ia berusaha menunjukkan sikap sewajar mungkin. "Apa lihat-lihat? Jangan berani menyentuh apalagi mengusikku!" ucap gadis itu mengancam Aurora. Alora tak segan memelototkan matanya ke arah gadis polos itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN