BAB 28

1039 Kata
Mereka berbondong-bondong masuk ke dalam istana melalui gerbang utama. Berdesakan juga berebut siapa yang terlebih dahulu bisa masuk ke istana. Namun pada akhirnya mereka diarahkan agar tetap tertib. Karena pengawal kerajaan mulai memeringati. Kini, mereka harus melewati pintu pemeriksaan satu per satu. Sebuah aula utama telah dipersiapkan khusus untuk mereka. Aula yang berukuran cukup besar itu mampu menampung hingga puluhan ribu orang tentunya. Aula yang selalunya menjadi tempat berlangsungnya acara-acara penting kerajaan seperti pernikahan atau penobatan raja baru. Setelah para pengawal kerajaan memeriksa identitas peserta dipersilakan masuk. Namun ternyata tak berhenti di situ saja. Mereka mulai menjalani pemeriksaan kedua yang dilakukan oleh polisi wanita di kerajaan itu. Semua bagian tubuh para peserta diperiksa tanpa terkecuali. Agar keamanan penghuni kerajaan bisa terjamin. Karena bukan tidak mungkin dengan adanya kompetisi ini, ada seorang penyusup berbahaya yang masuk. Semua langkah ini diambil karena hal itu pernah terjadi dahulu kala. Tak lama, keadaan aula cukup ramai karena para gadis berebutan untuk duduk di bagian depan. Namun, tak jarang ada yang memilih bagian belakang agar lebih tenang dan tak perlu berebut. "Kita duduk saja di sini, Rora. Mau di depan atau belakang, tidak masalah. Karena kita memiliki kesempatan yang sama untuk berkompetisi," ajak Amayra. "Ba-iklah." Akhirnya Amayra dan Aurora mulai duduk di atas lantai yang berlapiskan karpet lembut. Saat itu, Aurora diam-diam mencari para kakaknya. "Lihatlah Kak Thea dan yang lainnya duduk di depan sana. Apa kita ikut saja, Kak?" Amayra menggelengkan kepala. Gadis itu tidak akan pernah menyetujui ide Aurora yang menurutnya konyol. Ia tidak akan mungkin mau duduk bersama orang-orang yang sudah mengkhianatinya. Orang-orang yang berbahagia di atas penderitaannya. "Berhenti memikirkan apalagi membicarakan mereka. Aku tidak suka dengan pengkhianat seperti mereka." "Baiklah." Lagi-lagi Aurora hanya bisa menurut. "Kamu jangan dekat-dekat dengan mereka. Karena mereka seperti ular. Terlihat baik tapi siap memangsa kita kapan saja," ucap Amayra. "Tapi mereka adalah saudara kita, Kak. Darah kita sama," ucap Aurora. "Jangan pernah katakan itu lagi. Sejak mereka berbahagia di atas penderitaanku, aku tidak pernah menganggap mereka saudara. Bisa saja suatu saat nanti Kamu yang akan menjadi sasaran kejahatan mereka," hasut Amayra. Lagi-lagi gadis itu hanya bisa mengangguk mengiyakan, jika ia menjawab lagi, Aurora yakin Amayra akan menceramahinya lebih lama lagi. "Menurutmu, apa aku pantas menjadi putri mahkota?" tanya Amayra. Aurora hanya tersenyum kikuk. Tidak tahu harus menjawab apa. Karena dirinya pun memiliki janji pada Kai untuk menang dan pria itu menginginkan ia menjadi putri mahkota. "I-iya." "Selamat siang. Harap tenang semua." Suara dari panggung kecil yang ada di bagian depan aula mencoba menghentikan keributan para peserta. "Acara tidak akan dimulai sebelum keadaan menjadi tenang. Jadi harap berhenti membuat kegaduhan." Keadaan berangsur membaik. Semua peserta mulai tenang duduk di tempatnya masing-masing, menunggu dengan tenang pembukaan acara tersebut. "Silakan duduk semua peserta. Kami hanya bisa menyediakan tempat yang seadanya ini karena banyaknya peserta yang mengikuti kompetisi ini. Jadi mohon maklum. Tapi Kami pastikan bahwa semua orang mempunyai bagian yang sama. Semua gadis duduk di atas lantai tanpa terkecuali," ucap sang pembawa acara dengan suara yang cukup nyaring hingga terdengar ke segala penjuru. "Kalau begitu, dengan ini kami buka kompetisi pemilihan putri mahkota Nirvana yang ke delapan." Wanita dengan pakaian kerajaan itu mengetukkan palu di atas meja itu sebagai tanda kompetisi dimulai. Tak lama terdengar gemuruh tepukan, tanda antusiasme semua orang. "Tetap tenang di tempat. Tim kerajaan akan membagikan soal untuk kalian. Setelah itu kerjakan sebaik mungkin dan kumpulkan ke depan. Tes yang pertama ini akan menentukan siapa yang lanjut ke babak selanjutnya dan yang harus mundur." Semua peserta kompetisi duduk tenang di tempat yang disediakan. Menunggu tugas yang akan diberikan oleh kerajaan. Beberapa orang wanita dari kerajaan berkeliling membawa wadah berisi gulungan kertas yang berisikan soal. Mereka harus memilih sendiri, mengambil sendiri dan menyelesaikan soal yang sudah ditentukan. Setiap orang mendapat pertanyaan yang berbeda-beda. Tergantung dengan keberuntungan masing-masing. "Kamu sudah ambil, Ra?" bisik Amayra. "Sudah, Kak. Ini dia." Sambil tersenyum, Aurora menunjukkan gulungan kertas yang baru saja ia ambil. "Bagus, setelah ini kita harus mengerjakannya. Semoga kita berdua lolos ke babak selanjutnya," ucap Amayra dengan wajah yang berseri. "Semoga saja, Kak." Aurora merasa bahagia. Selama ini, belum pernah Amayra seperhatian itu padanya. 'Tapi aku tidak yakin, Ra. Melihat bagaimana kemampuanmu selama ini, aku sangat yakin Kamu dengan mudah tersingkir di babak pertama ini. Tapi tidak masalah jika Kamu akan kalah dan aku sendirian di sini. Toh, ini memang kompetisi. Mau tak mau, harus ada yang tersingkir. Aku tak peduli jika harus berjuang sendirian di sini, batin Amayra. "Mari kita kerjakan!" ajak Amayra. Aurora mengangguk, lalu sibuk mengerjakan apa yang ia dapat tadi. Samar, gadis itu mendengar ada yang menggerutu karena soal yang sulit, ada yang senang karena mudah. Ada yang merasa bahwa soal ini bukan apa-apa baginya "Kamu bisa?" tanya Amayra penasaran. Ingin sekali ia melihat jawaban apa yang Aurora tuliskan. Namun, ia tidak ingin didiskualifikasi jika melihat jawaban peserta lain. Akhirnya, Amayra hanya bisa menahan rasa penasaran. Aurora mengangguk dan tersenyum, lalu melanjutkan menulis seperti yang Kai ajarkan padanya. 'Apa yang sebenarnya Aurora tulis? Bukankah ia tidak tahu menulis dan membaca. Jangan-jangan dia hanya menggambar batu dan tanah, hina Amayra dalam hati. Rasanya Amayra merasa sangat kesulitan untuk tidak menertawakan adik bungsunya. "Baiklah, jangan lupa tuliskan nama dan kumpulkan ke depan hasil pemikiran kalian." Para gadis yang sudah selesai mengerjakan soal segera maju dan mengumpulkan hasil jawaban mereka. Dalam hati para gadis berdoa agar jawaban yang mereka berikan benar dan bisa lolos ke babak yang selanjutnya. "Kamu sudah?" tanya Amayra. Aurora mengangguk. "Iya, sudah." "Mari kita kumpulkan ke depan," ajak Amayra. "Baiklah, Kak." Kedua gadis itu maju ke depan mengumpulkan hasil kerja mereka dengan d**a yang berdebar kencang. Cukup lama waktu yang dibutuhkan untuk menunggu jawaban terkumpul. Cukup lama juga waktu yang dibutuhkan untuk mengoreksi jawaban karena ada sebelas ribu lebih peserta yang mengikuti kompetisi. Padahal ada sekitar seratus cendekiawan yang dikumpulkan khusus untuk mengoreksi jawaban mereka. Para gadis menunggu dengan gelisah, juga dengan rasa bosan. Apalagi ruangan itu semakin lama semakin terasa panas saat penuh sesak oleh manusia. Mereka semakin tidak sabar menunggu. Hingga akhirnya apa mereka tunggu tiba juga. Sang pembawa acara sudah siap, naik ke atas untuk mengumumkan siapa saja yang lolos dan siapa yang gagal. Amayra tersenyum miring, ia yakin Aurora akan kalah dan gagal pada babak yang bahkan baru dimulai ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN