“Cukup! Raja tidak mengenal siapa Kalian. Makam mama dan papa pun bahkan masih basah, kalian malah bertengkar di sini. Jangan mengganggu ketentraman kedua orang tuaku, pergi Kalian dari sini. Pergii!!” usir pemuda itu penuh emosi.
Raja bangkit kemudian berlari sekuat tenaga meninggalkan makam ayah dan ibunya. Ia sangat marah karena orang itu membuat keributan di makam kedua orang tuanya. Pemuda itu terus berlari hingga akhirnya ia berhenti dan duduk di bawah sebuah pohon besar.
Sementara itu di makam mama dan papa Raja.
“Makanya Kamu sabar dulu. Jangan gegabah, lihatlah bocah itu sekarang kabur kan?” Kate sangat marah dan menuduh Anna telah mengacaukan segalanya.
“Siapa suruh mau menguasai dia sendirian, bagaimanapun juga aku juga bibinya. Biarkan dia tinggal bersama kami. Aku juga mau merawatnya. Yah, setidaknya aku dan Billy tidak akan kesepian lagi. Kakak dan George kan sudah punya Cindy,” ucap Anna.
“Meskipun aku dan George sudah memiliki Cindy, aku tidak keberatan kok merawat Raja. Biar dia tinggal bersamaku saja. Kami akan menyayanginya seperti anak kami sendiri,” ucap Kate.
“Jangan remehkan aku, kak. Aku juga bisa menjaganya, bahkan aku bisa fokus padanya saja karena aku belum punya anak,” ucap Anna.
“Alasan saja, bilang saja Kamu mau hidup enak di rumah itu? Iya kan?” tuduh Kate karena Anna tak mau mengalah.
“Alah, Kakak juga, kan? Katakan saja jika Kakak juga hanya mengincar harta peninggalan almarhum Kak William dan Kak Rachel,” tuduh Anna yang kehilangan kesabaran karena Kate menuduhnya secara terang-terangan.
“Kamu ....”
“Ayo, jujur saja. Apa yang aku katakan benar kan?” Anna tak mau mundur, terus saja menyerang Kate.
“Sudah! Sudah! Kalian apa-apaan sih? Lihatlah! Bocah itu bahkan sudah kabur dan kalian malah sibuk bertengkar di sini,” ucap George menengahi.
“Benar kata George. Daripada bertengkar, bukankah akan kebih baik jika kita bekerja sama demi tujuan kita?” Billy bicara dengan jujur tanpa basa-basi.
“Benar kata Billy, ayo kalian baikan. Jangan seperti anak kecil. Siapa pun yang akan menjaganya tidak masalah kan? Kita bisa bagi dua hasilnya. Kita berempat yang telah merencanakan kecelakaan itu. Kita bahkan bekerja sama sampai akhir, jadi kita akan bagi rata,” ucap George.
“Baiklah, aku minta maaf, Kak.” Anna akhirnya mengalah dan mau minta maaf pada Kate. Dengan setengah tak ikhlas, Kate pun menyambutnya.
“Mengenai rumah itu, kita bisa tinggal berlima di sana. Aku, Raja, Kate, Anna dan Kamu Billy. Tidak masalah, bukan? Toh rumah itu sangat besar. Kita bahkan bisa membawa orang sekampung tinggal di sana,” ucap george.
“Nah, ide George cukup brilian. Jadi berhenti untuk memperebutkan hal yang remeh seperti itu. Ayo kita cari saja bocah itu,” ajak Billy.
“Baiklah, mari berpencar. Aku dengan Kate, kamu dengan Anna.” Mereka akhirnya berpencar untuk mencari keberadaan Raja yang telah kabur. Karena mobil sopir masih terparkir di sana, itu artinya Raja belum meninggalkan area pemakaman. Hanya saja, mereka harus dibuat repot mencari ke setiap sudut taman pemakaman yang begitu luas.
“Huft! Ke mana sih, bocah itu, Pa?” Kate mengusap keringat yang mulai membasahi seluruh tubuhnya.
“Sabar, Ma. Ini juga masih mencari ....” George tak kalah lelah dari istrinya. Wajah pria itu memerah karena kepanasan.
“Kalau saja, bukan karena hartanya yang berlimpah. Tidak sudi aku mencarinya. Aku akan lebih senang kalau dia ikut ayah dan ibunya ke liang kubur,” ucap kate dengan kejam.
“Stttt! Kamu bicara apa sih, Kate? Jangan ngawur!” ucap George.
“Biarkan saja! Sampai saatnya tiba nanti, tanganku inilah yang akan membuatnya menutup mata, seperti apa yang telah aku lakukan pada ayah dan ibunya. Aku juga akan mengirimnya ke surga. Hahaha ....” Kate tertawa seperti orang gila.
“Kate! Jaga ucapanmu! Bagaimana kalau sampai ada yang mendengar?” George tampak khawatir karena istrinya tidak bisa mengontrol ucapannya.
“Memangnya siapa yang akan mendengarnya? Tidak ada siapa pun di sini. Batu nisan tidak akan bisa berbicara, bukan? Anna dan Billy? Dia komplotan kita. Jika mereka bilang ke polisi, itu artinya sama saja mereka bunuh diri,” ucap Kate meremehkan.
“Kate! Mari kita pergi mencari Raja lagi.” George segera membungkam bibir istrinya dengan tangannya, lalu ia segera membawa pergi wanita itu dari sana. George sangat takut, jika sampai ada yang mendengarkan ucapan istrinya.
Di bawah pohon kamboja yang cukup besar, pemuda itu menangis tersedu-sedu mendengar pembicaraan dua orang dewasa itu dari awal sampai akhir. Ia tanpa sengaja bersembunyi di sana dan mendengar apa yang Kate ucapkan. Seketika, Raja merasa jijik pada sentuhan Kate padanya. Wanita itu tadi menyentuh wajahnya dengan lembut dan ternyata dengan tangan itu juga, wanita itu dengan kejam menghabisi ayah dan ibunya.
Raja benci! Raja benci pada semua orang yang bermuka dua itu. Ia sangat benci pada semua orang yang mengaku-ngaku sebagai paman dan bibinya. Ia benci pada mereka yang menyebabkan kematian orang tuanya. Pemuda itu menggosok-gosok pipinya dengan kasar, berharap sentuhan Kate tidak akan terngiang lagi tertinggal di sana. Tangan itu, tangan penuh darah yang telah merenggut nyawa orang tuanya, tangan itu, tangan menakutkan yang telah memberinya beribu penderitaan.
“Arghhhh!” Raja berteriak histeris.
Raja merasa kepalanya berputar-putar, terasa sakit sekali. Ia tak tahan dengan rasa yang seperti menghantam kepalanya, hingga tanpa sadar ia berteriak.
Tubuh Raja ambruk ke tanah, karena tidak sanggup menerima kenyataan pahit yang baru saja ia dengar. Ia sangat syok.
“Tuan Muda!” Beruntung seseorang datang menangkap tubuhnya sebelum Raja benar-benar jatuh ke tanah. Pria tua itu lantas membawa pergi Raja dari sana tanpa sepengetahuan siapa pun.
***
“Aku di mana?” Raja mengerjapkan matanya yang terasa berat.
“Kamu sudah sadar, Nak?” Wajah yang familier itu langsung menyapa Raja. Ia kenal betul pada sosok itu. Dia adalah Lukas, orang yang paling dipercaya oleh kedua orang tuanya.
“Paman ....” Raja menangis, menghambur memeluk pria tua yang telah lama mengabdi pada keluarganya.
“Sabar, ya Nak?” Lukas tak bisa membendung air matanya, melihat bocah malang yang menjadi korban keserakahan orang-orang dewasa.
“Paman, mama dan papa telah tiada. Raja kini tidak mempunyai siapa-siapa lagi,” ucap Raja masih dengan menitikkan air mata.
“Ikhlaskan mereka, Nak. Kini mereka sudah bahagia bersama Tuhan di atas sana. Kamu yang masih di dunia ini, harus melanjutkan hidup dan tidak boleh menyerah,” nasihat Lukas.
“Tapi ....” Raja merasa jalan yang akan ia lalui tanpa mama dan papanya akan sangat berat. Raja merasa tidak akan mampu melaluinya. Apalagi saat ia tahu, ada orang-orang jahat dan tamak yang menginginkan harta kedua orang tuanya.
Lukas menggenggam tangan Raja dengan hangat. Mata pria itu menatap Raja dengan tatapan sendu.
“Nak, dengarkan perkataan Paman. Apa pun yang terjadi, Kamu harus hidup. Pertahankan apa yang sudah mama dan papamu perjuangkan untukmu selama ini. Jika mereka datang, katakan pada mereka bahwa Kamu tidak ingin ikut atau tinggal dengan siapa pun. Katakan jika Kamu hanya ingin hidup sendiri saja. Ingat kata Paman ya, Nak. Tolak keinginan mereka dengan tegas. Demi kebaikanmu, juga demi orang tuamu,” tambah pria tua itu.
Tiba-tiba saja, pintu terbuka, ke empat orang yang tadi mencari Raja akhirnya datang. Membuat Raja dan Lukas sangat terkejut.
“Lukas! Seorang babu harus mengerti posisinya. Jangan pernah bermimpi ingin menjadi seorang majikan," ucap George yang baru saja datang dengan sinis.