BAB 3 - AWAL

1634 Kata
Cathriona mencoba menahan rasa takut sekaligus rasa sakit di tubuhnya. Ada 7 orang pria kini dihadapannya. Tidak mungkin ia melawan mereka dengan tangan kosong dan iapun memilih menyerah. '           "Cath...thriona... Namaku Cathriona.." ujarnya gagap sambil melirik ujung pedang yang masih terarah tepat diatas jantungnya.             "Dari aksen bicaranya, sepertinya dia penduduk disini. Singkirkan pedangmu dari tubuhnya, dia terlihat sangat ketakutan!" ujar seorang pria berambut gelap segelap malam yang masih berada diatas kuda. Pria itu terlihat sangat tegas namun tampan namun semua orang yang melihatnya pasti menyadari bahwa ia bukan tipe pria yang mudah didekati.             "Iya, kukira juga begitu. Dia terlihat terlalu cantik dan seksi untuk menjadi bagian dari pemberontak-pemberontak gila dari Skyloxia." ujar pria lainnya dengan senyuman menggoda kearah Cathriona.             "Kau dari mana Cathriona?" tanya pria berambut hitam dengan tatapannya yang tajam.             "Deloxa."ujar Cathriona lirih. "Apa yang wanita sepertimu lakukan dihutan semalam ini?" pria berambut hitam itu tak mempedulikan wajah Cathriona yang terlihat jelas menahan sakit ditubuhnya. "Aku baru pulang dari rumah pamanku,Felix. Rumahnya tak jauh dari sini." balas Cathriona sambil berusaha menatap mata pria berambut hitam yang entah siapa namanya itu. Pria itu masih tak  dapat menhentikan tatapan penuh selidiknya hingga ia melihat kuda putih Cathriona yang berdiri tak jauh dari mereka. "Itu kudamu?" tanyanya dengan singkat lagi. "Iya." balas Cathriona tak kalah singkat. "Aku mendapatkannya dari pamanku Felix." sambungnya sambil mencoba untuk bangkit berdiri. Namun sayangnya rasa sakit yang amat membuatnya harus bertahan pada posisi duduknya. Seorang pria yang terlihat seperti pengawal membisikan sesuatu ke pria berambut hitam yang masih terlihat kaku tanpa banyak ekspresi.             "Sepertinya dia terluka, cepat bantu dia!" perintah pria berambut gelap itu lagi tiba-tiba. Dengan cepat 2 orang pria bertubuh kekar mengangkat Cathriona berlahan dan hati-hati. "Kalian akan membawaku kemana?" Catriona terkejut saat dua orang pria mengangkatnya.  "Membawamu kembali ke Deloxa. Kau bilang bahwa kau berasal dari Deloxa bukan? Kami akan mengantarmu kembali ke desamu." jawab pria berambut hitam itu.             "Sepertinya tidak memungkinkan untuknya berkuda seorang diri. Naikkan saja ia di atas kudaku!" pria itu menambahkan ucapannya. Bayang-bayang wajahnya kini terlihat semakin jelas di mata Cathriona saat Cathriona berjalan mendekat kearah kuda pria itu.         "Oh... Antonio... biarkan dia naik dikudaku saja...!" protes pria yang sedari tadi melemparkan senyuman kearah Cathriona.             "Lalu membiarkanmu menggodanya sepanjang perjalanan? KIta bahkan tidak mengetahui siapa wanita ini. KIta harus memastikan bahwa dia bukan pemberontak. Kau dan mereka bertiga pergilah berkeliling, memeriksa keadaan memastikan semuanya aman. Aku, Mos dan Rum akan mengantar gadis ini. Nanti kita bertemu di Se...." pria berambut hitam yang ternyata bernama Antonio itu menghentikan ucapannya sambil melirik Cathriona kemudian  melanjutkan ucapannya "Kita bertemu ditempat yang tadi kita bicarakan."             "Terserah kau saja. " ujar pria berambut pirang yang terlihat kesal dan tak acuh pada lawan bicaranya itu, ia kemudian membalikan kudanya bersama ke-3 pria yang ditunjuk oleh Antonio untuk pergi berkeliling bersamanya.             Tidak terasa Cathriona dan ketiga pria yang tak dikenalnya itu sudah memasuki desanya. Padahal kuda dijalankan begitu lambat, namun Cathriona merasa waktu berjalan begitu cepat. Cathriona menikmati sandarannya di punggung pria yang ia sadari sangat menawan itu. Ia merasa ini hal gila yang secara sadar ia lakukan. Menyandarkan tubuhnya di punggung pria yang bahkan belum genap sejam ia kenal dan sekaligus merasa nyaman. Jatuh dari kuda benar-benar membuat pikiran dan perasaannya menjadi kacau.             "Jatuh dari kuda ternyata bukan hal yang terlalu buruk. Terima kasih White!" ucap batin Cathriona sambil mengarahkan senyumannya pada White yang sontak membuatnya kaget pada perilakunya sendiri, bagaimana mungkin kalimat itu bisa keluar dari pikirannyaa? Lagi-lagi Cathriona hanya mengoceh dalam batinnya. ***            Sudah beberapa hari setelah kejadian jatuhnya Cathriona dari kudanya dan mengalami perasaan tertarik pada seorang pria. Entah hal gila apa yang sedang merasuki Cathriona. Wajah pria yang bernama Antonio itu kini terus melayang-layang di pikirannya. Cathriona mengingat jelas wajah pria itu dalam pencahayaan yang cukup. Dia terlalu menawan untuk membuatnya tidak melongo seperti orang bodoh saat berjabatan tangan sebagai tanda terima kasih darinya karena sudah mengantarnya sampai dirumah dengan selamat dan mengantarkannya pada ibunya yang menatapnya dengan tatapan tak terdefinisikan malam itu.             "Apa dia sudah menikah? atau jangan-jangan dia sudah memiliki seorang anak? tapi wajahnya masih terlihat sangat muda untuk menjadi seorang ayah. Tidak... tidak...! jangan sampai! Tapi kalau dia sudah memiliki kekasih? Ehm... dengan wajahnya yang kuyakin mampu membuat para wanita bertekuk lutut dihadapannya dan memohon agar ia menikahi mereka, pasti dia sudah memiliki kekasih, terdengar mustahil kalau ada wanita yang menolaknya..." gumam Cathriona yang membuat Donita menganga tidak percaya pada apa yang terjadi pada sepupunya itu.             "Sepertinya jatuh dari kuda benar-benar sudah membuat otakmu bermasalah Cat...!" ujar Donita yang bingung dengan pemandangan di hadapannya itu.             Seakan tuli, Cathriona tidak mendengar sepatah katahpun dari ucapan Donita dan tetap sibuk dengan pikirannya sendiri. "Bagaimana kalau dia sudah menikah? Ahhhhh... harusnya aku bertanya padanya! Tapi itu tidak mungkin. Dia pasti berpikir aku ini wanita gila yang mengejar-ngejarnya. Lalu bagaimana ini Donita?! Aku mungkin tidak dapat bertemu dengannya lagi..." Cathriona menggoyang tubuh Donita yang kini terlihat sangat kesal.             "Baiklah Cat! Sebelum aku memasungmu! Tolong kau jelaskan baik-baik. Oke, pertama-tama,siapa nama pria itu? Siapa tahu aku mengenalnya." Ucap Donita mencoba sabar.             "Aku tidak yakin pasti, tapi pria-pria yang berpenampilan seperti para prajurit kerajaan yang bersama dengannya itu memanggilnya Antonio.." jawab Cathriona seakan sudah kembali kealam sadarnya.             "Antonio... Sepertinya dia bukan dari desa ini. Aku baru pertama kali mendengar nama itu. Baiklah, sekarang coba kau jelaskan ciri-cirinya padaku!"             Tak menunggu lama Cathriona sudah menjawab pertanyaan itu dengan cepat dan lancar "Rambutnya berwarna hitam yang dipotong pendek rapi. Bola matanya berwarna hitam gelap, tatapannya tajam namun sangat menawan yang menghipnotisku setiap aku menatapnya. Tubuhnya tinggi kurang lebih seperti paman Felix, dan keras, kukira itu karena otot-otot di tubuhnya. Suaranya berat namun menenangkan dan juga punggungnya sangat hangat  dan nyaman dan...."             "Oke... itu cukup Cat! Atau aku akan muntah mendengar itu semua!" ujar Donita memotong ucapan Cathriona.             "Sepertinya dia memang bukan dari sini. Dan kau bilang tadi kalau dia bersama gerombolan pria-pria seperti prajurit kerajaankan? Mungkin dia juga prajurit kerajaan atau anggota kerajaan yang sedang berkeliling malam. Kau tahu sendirikan,berita tentang para pemberontak dari Skyloxia itu? Aku benar-benar ngeri mendengar berita soal mereka!" lanjut Donita yang kini sudah duduk diatas ranjang Cathriona. Terlihat jelas diwajah cantik Donita kalau dia merasa takut akan berita itu.             Beberapa saat hening menemani mereka di senja hari itu. Mereka berdua tengan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Hingga Donita membuka suaranya lagi...             "Cat... Kau harus berhati-hati dengan pria yang sudah berhasil merebut hatimu. Aku tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan si tampan yang ada di pikiranmu kini. Aku hanya ingin kau tak terluka karena kesalahanmu menentukan...... Kau pahamkan?" ujar Donita dengan sangat pelan dan lembut dengan tatapan kearah jendela kamar Cathriona yang mempertontonkan indahnya langit senja.             Cathriona tidak membalas apapun ucapan dari Donita, ia hanya memalingkan wajahnya tepat di depan Donita dan mengangguk pelan. Cathriona tahu ada riak-riak kesedihan yang mendalam di wajah Donita. Donita mungkin terlihat seakan tanpa masalah atau beban namun matanya itu tak pernah berhasil untuk berbohong. Kejadian setahun yang lalu pasti sangat membekas di hati Donita. Marko, pria b******k yang mengaku mencintainya itu malah meninggalkannya lalu menikah dengan wanita lain. Ingin sekali Cathriona meninju wajah pria itu bertubi-tubi atau membiarkannya merasakan kaki White di tubuhnya. Bagaimana mungkin ia bisa mempermainkan wanita sebaik dan secantik Donita! Si b******k Marko itu memang layak untuk mendapatkan memar-memar pukulan di seluruh tubuhnya!             "Cath... lihat itu!" ujar Donita tiba-tiba dengan keras yang sontak membuat Cathriona terkejut.             "Apa?" tanya Cathriona penasaran.             Sedetik kemudia saat matanya menatap pemandangan diluar jendela kamarnya. Jantung Cathriona seakan berhenti berdetak. Matanya mengerjap-ngerjap masih tak percaya dengan pemandangnnya itu dan dengan langkahnya yang terpincang-pincang ia berlari keluar rumahnya.             "Hati-hati Cat! kakimu belum sembuh benar" teriak Donita yang mengejar Cathriona dari belakang.             Cathriona tidak memperdulikan ucapan Donita dan terus berlari kesumber kepulan asap yang terlihat tak jauh dari rumahnya. Itu rumah Nyonya Brownzela. Nafas Cathriona semakin tak teratur, ketakutan kini menggerogoti dirinya. Matanya mulai terasa panas dan nafasnya terasa sangat sesak.             Cathriona terus berlari tanpa memperdulikan kakinya yang terlihat baru saja membaik itu. Tanpa alas kaki Cathriona menerobos keramaian masyarakat desanya yang sedang berusaha memadamkan api yang terlah membakar 5 rumah itu.             Cathriona terus menebarkan pandangannya mencari sosok ibunya. Dengan Dressola berwarna kuning terang yang digunakan ibunya saat mengatakan akan pergi ke pesta nyonya Brownzela tadi siang, pasti bukan hal yang sulit untuk menangkap sosok ibunya ditengah keramaian ini. Dengan langkah pincang Cathriona terus berkeliling sambil terus meneriaki nama ibunya. Tiba-tiba lutut Cathriona seakan lemas saat mendengar seorang wanita mengatakan kalau ia terakhir kali melihat ibunya di dalam rumah yang kini sedang dilahap api itu.             Dengan cepat Cathriona merebut seember air dari tangan pria yang tak dikenalnya lalu menyiramkannya ketubuhnya. Dalam keadaan basah kuyup dan pincang Cathriona melangkah menuju kedalam lautan api itu.             Langkahnya terhenti saat tangan kirinya ditarik paksa oleh orang dibelakangnya. "Apa kau sudah gila! Kalau kau masuk kesana kau akan mati!" teriak pemilk tangan yang menghentikan langkahnya itu.             "Ibuku ada didalam sana dan apakah aku harus berada diluar sini menyaksikannya terbakar?" Cathriona membalikan wajahnya pada sumber suara itu dan terlihat jelas air mata sudah membasahi wajah Cathriona.             "Cat...." teriak Donita masih berusaha menghentikan langkah Cathriona.             Cathriona melepas paksa genggeman Donita. Air matanya kini sudah sangat membanjiri wajahnya. Pikirannya mendadak kosong dan hanya dipenuhi oleh semua memori antara dia dan ibunya.             "Jangan tinggalin aku bu... Jangan sekarang! Tuhan... tolong Tuhan.... Tolong selamatkan ibuku! Ibu... kumohon jangan tinggalkan aku sendiri...." ucap batin Cathriona yang terus melangkah menuju kobaran api itu.             Tiba-tiba langkahnya terhenti lagi. Namun kini, bukan pergelangan tangannya yang ditarik  namun tepat diperutnya. Cathriona dapat merasakan tubuh hangat pria yang memeluknya dari belakang itu. Nafas pria itu berhembus cepat di leher Cathriona. Sebuah bisikan pelan tepat ditelinga kanannya membuat Cathriona merasakan sensasi gemelitih ditubuhnya sekaligus menghetikan perlawanannya untuk melepaskan diri dalam pelukan itu.             "Ibumu tidak ada didalam sana Cat..." bisik tenang pria itu namun Cathriona dapat merasakan gemetar dalam nada suara yang tak asing ditelinganya itu, yang ia tahu itu bukan pertanda  baik baginya.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN